Pasang Surut Kreator Siniar di Masa Pandemi, Bikin Konten Via Telepon

Pasang Surut Kreator Siniar di Masa Pandemi, Bikin Konten Via Telepon

Cornelis Jonathan Sopamena - detikJabar
Sabtu, 03 Sep 2022 00:45 WIB
PT Mahaka Radio Integra Tbk (MARI) meluncurkan aplikasi teranyar NOICE di Jakarta, Kamis (28/6/2018).
 Tujuh radio ada dalam satu aplikasi genggaman tangan. Wow!
Foto: dok. MARI
Bandung -

Konten siniar tengah naik daun dalam beberapa tahun terakhir. Platform konten audio nomor satu di Indonesia, NOICE, turut berperan dalam popularitas konten berbasis audio ini.

Kesuksesan NOICE sebagai platform siniar tentu tidak lepas dari program 'Berizik: Bercanda Isinya Musik' dengan kreator Andi 'Awwe' Wijaya dan Randhika 'Dhika' Jamil. Pasalnya, 'Berizik' adalah konten original NOICE yang pertama.

Sebelum membuat konten original 'Berizik', mereka sudah saling mengenal dan sama-sama menyukai musik. Setelah bertemu dengan NOICE, ide dan keinginan mereka untuk membuat acara tentang musik pun dapat dituangkan dalam platform yang memang berbasis audio ini.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Dari dulu pengen jadi anak band, nggak kesampean. Makanya akhirnya kerja yang mepet-mepet ke musik lah, Kang Dhika juga kan jadi penyiar gitu. Trus kita pengen punya satu acara gitu tentang musik, tapi banyakan bercandanya lah. Awalnya mau buat bentuknya video, tapi karena memang itu butuh niat yang sangat besar dan konsistensi, akhirnya nggak kejadian sama sekali itu," kata Awwe pada detikJabar saat bertemu secara virtual di kegiatan perkenalan Noicemaker Academy pada awak media, Kamis (1/9/2022).

Awwe dan Dhika juga sempat dibuat bingung ketika pertama kali bertemu Vice President of Content NOICE, Thomas Raditya yang kala itu ditemani salah satu temannya. Merasa tertarik dengan potensinya, kedua konten kreator itu pun setuju untuk menjadi kreator pertama di platform NOICE.

ADVERTISEMENT

"Jujur aja waktu pertama kali NOICE ketemu kami itu nggak seperti sekarang yang kita udah tau ada Andre Taulany, Vincent, Desta, Deddy Corbuzier, nggak ada itu. Cuman Thomas dateng sama temennya, saya pikir juga, 'ini siapa anak kampus gitu?' Isinya juga awalnya baru 7 orang itu di NOICE, belum sebesar sekarang. Jadi memang yang saya tau adalah bikinan anak bangsa sendiri dan saya rasa kayak ini seru juga bikin sesuatu bareng mereka dari awal gitu," lanjutnya.

Pertama diunggah pada 17 Oktober 2019, episode pertama dari program yang berjudul 'Avengers Endgame Jelek! (Kalo Musiknya Diganti)' tersebut hanya memiliki durasi 10 menit. Durasi tersebut tergolong kecil jika dibandingkan dengan episode-episode terbaru dari 'Berizik' yang berdurasi 70 menit.

Thomas Raditya, Vice President of Content NOICEThomas Raditya, Vice President of Content NOICE Foto: Cornelis Jonathan Sopamena

Melalui program 'Berizik', kedua kreator ini ingin menunjukkan bahwa membahas sebuah musik tidaklah berat. Sebab, seluruh topik dapat dikaitkan dengan musik dan tentunya dapat dibalut dengan komedi.

"Nah, gue sama Awwe kan levelnya cukup sama-sama cetek lah ya untuk masalah musik. Akhirnya gapapa deh kita bahas soal musik yang sebenernya semua orang bisa ngobrolin kayak gini, tapi kita banyakin bercandanya yuk. Jadi ngomongin musik itu nggak harus berat kok, hal-hal simpel juga pasti ada hubungannya sama musik. Jadi kita pengen bikin obrolannya ringan, tapi ada musiknya, cuman becandanya banyak. Makanya terjadilah si Berizik ini," timpal Dhika.

Kini, 341 episode sudah mereka lalui bersama. Dhika menyebut perjalanan mereka tidaklah sepenuhnya mulus. Berbagai pemikiran berkaitan akhir dari program 'Berizik' pun sempat terlintas. Namun, dukungan ParaNOICE, sebutan untuk pendengar setia di NOICE, dan NOICE sendiri terus mendorong mereka berdua untuk tidak berhenti.

"Pasti ada kendala lah ya selama 340 episode ini. Kita tuh sempet mikir. 'Kita harus ngapain lagi, ya? Kita tuh harus bikin apalagi, ya?' Bahkan kita sempat mikir akan habis atau nggak ya materinya. Sempet kepikiran dan takut. Cuman podcast itu memang playground baru yang masih luas dan bisa dieksplor dan dicoba sampai sementok apa. Untungnya karena barengan sama NOICE gitu. NOICE itu sangat men-support kita supaya hasilnya ketika di eksekusi itu hasilnya bagus. Jadi kalau kendala pasti ada, tapi Alhamdulillah, sampai saat ini bisa kita handle," jelas Dhika.

Sudah berkecimpung selama nyaris 3 tahun, 'Berizik' kini memiliki komunitas yang sangat besar. Berbagai aktivitas olahraga pun sempat mereka laksanakan bersama ParaNOICE. Bahkan, mereka sendiri sampai takjub ketika mendengar cerita seorang pendengarnya yang berprofesi sebagai nelayan.

"Karena kita podcast original pertama di NOICE, jadi memang orang itu awalnya lebih (mendengar) ke (konten) kita. Alhamdulillah, kita sama mereka (ParaNOICE) juga cukup dekat. Kita beberapa kali buat kegiatan bareng lah, dari bulu tangkis, futsal. Waktu bulu tangkis di Jakarta itu ada yang dateng dari Cirebon dan ternyata dia adalah seorang nelayan. Dia katanya nge-save, di download dulu, terus di tengah laut dia dengerin kita gitu. Itu wah luar biasa sekali gitu," tutur Awwe.

Pandemi Tiba, Tantangan pun Datang

Saat Pandemi COVID-19 menggemparkan seluruh dunia, berbagai sektor industri kreatif pun harus diberhentikan. Namun, Awwe merasa bersyukur sudah memilih konten berbasis audio. Pasalnya, pandemi tiba hanya sekitar 5 bulan setelah mereka pertama kali merilis konten pertama di NOICE.

"Dan ternyata nggak salah juga kita waktu itu milih audio, terus berapa bulan (kemudian) pandemi, kita tetep bisa bikin podcast. Kalau video libur itu kayaknya, tapi karena audio jadi tetep bisa nge-take," kata Awwe.

Kewajiban untuk bekerja dari rumah pun memaksa kedua konten kreator ini untuk memutar otak agar tetap dapat menghasilkan konten. Ternyata, ditutupnya studio siniar tidak menghentikan semangat mereka untuk terus menyuguhkan episode baru bagi ParaNOICE.

"Waktu itu kami tuh waktu pandemi ngakalinnya pakai Zoom kayak gini, dari tempat masing-masing. Tapi biar suaranya bagus, kami ngerekam masing-masing sendiri di handphone. Jadi nanti saya ngirim suara saya, Dhika ngirim suara Dhika, nanti digabungin sama produsernya jadi kayak kita ketemu lah," ucap Awwe.

"Makanya pada waktu itu banyak yang nanya sama kita, 'lho Berizik masih pada ketemuan, ya?' Karena dengerin suaranya normal aja gitu. Paling kerasa sih karena pakai Zoom jadi delay gitu kan. Jadi ngobrol delay itu lumayan ini banget, apalagi untuk komedi ya. Tapi akhirnya dicari-cari lah gimana caranya supaya bisa gitu," lanjutnya.

Setelah mencoba membuat konten via aplikasi konferensi video Zoom, Dhika dan Awwe terus mencari alternatif lain agar pembicaraan dapat mengalir lebih baik. Sebab, audio yang tertunda menjadi masalah yang cukup besar bagi mereka yang saling lempar bahan jenaka.

"Satu lagi sih, sebenernya abis dari Zoom yang kita coba dan delay itu, kita akhirnya mencoba pakai telepon biasa. Jadi kita telponan, tapi suaranya kita rekam, jadi bercandanya nggak delay. Makanya kenapa kalau kalian dengerin itu kok bisa pas ya jokes-nya, nggak jomplang segala macem. Itu karena kita telponan. Jadi satu earphone pakai untuk telpon, satu earphone buat ngerekam," tutur Dhika.

Sudah berkecimpung di dunia audio selama nyaris 20 tahun, Dhika semakin mencintai bidangnya ini. Melalui siniar, dia merasa dapat lebih mengembangkan potensi dirinya. Selain itu, ia juga menyukai konten berbasis audio yang ia nilai membuat kreator dengan konsumen terhubung lebih dekat.

"Seneng aja ketika bisa bermain dengan theatre of mind atau imajinasi pendengar gitu. Karena kan katanya audio itu lebih dekat dengan pendengarnya, karena biasanya yang didenger langsung masuk ke hati katanya. Ketika lo menjadi orang yang bergelut di dunia audio kayak gini, biasanya sense of belonging dari pendengarnya itu lebih erat aja gitu, karena kita kayak nemenin mereka di kala sedih senang segala macem," ujar Dhika.

(yum/yum)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads