Jika ada ungkapan bahwa olahraga tak memandang usia dan fisik, bisa dikatakan hal ini benar adanya. Meski memiliki keterbatasan fisik dan usia yang tak muda lagi, Linda Indriyani (60) tak pernah absen dari dunia olahraga yang telah ia minati sejak umurnya masih 13 tahun.
Terlahir dengan kaki yang tidak bisa menopang tubuh dengan sempurna, Linda kecil memang sempat kehilangan semangat. Beberapa tahun ia sempat mengurung diri karena minder dengan teman-teman sebayanya di SMP.
"Tapi di sisi lain saya lihat teman-teman olahraga di lapangan, ada perasaan ingin mencoba. Akhirnya saya coba ikut organisasi kaum difabel, yakni Yayasan Pembinaan Anak Cacat (YPAC) Bandung," tutur Linda pada detikJabar, Kamis (12/5/2022).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Di yayasan tersebut, ia melihat ada beberapa teman yang tak seberuntung dirinya. Dari situlah ia mulai punya semangat dan tekad untuk memperbaiki diri, kemudian mulai mencoba dunia olahraga.
"Ada tawaran untuk rehabilitasi satu tahun di YPAC Surakarta, tinggal sendiri disitu. Saya bersikeras untuk ikut meski orang tua tidak mengizinkan. Lama-lama mereka luluh dan saya berangkat," kenangnya saat ditemui di kantor National Paralympic Committee Indonesia (NPCI) Bandung.
"Dulu saya pakai sepatu saja tidak bisa. Saya jalan pakai kaos kaki dan tongkat, sampai kaki saya pernah kena virus dan jadi bisulan. Saat rehab di Solo, saya diajari supaya mandiri bisa pakai sepatu hingga pergi naik angkot," kisahnya. Ia punya semangat untuk bisa mengerjakan banyak hal sendirian, Solo menjadi kota yang berhasil membuatnya menjadi Linda yang berbeda.
"Setahun berlalu, saya pulang ke Bandung, keluarga kaget karena saya aktif organisasi dan bisa naik angkot sendiri. Saya mulai punya kemajuan dan pikiran untuk menyusun hidup ke depan seperti apa," jelas wanita yang kesehariannya berdagang minuman seduh ini.
Di NPCI Bandung, ia mulai belajar bidang keolahragaan. Ia mempelajari voli duduk yang awalnya memang dirasa sulit karena dirinya tak bisa melempar bola dengan baik.
"Pelatih saya bilang kalau pasti bisa, dan saya coba perhatikan apapun yang diarahkan pelatih. Kini alhamdulillah atlet olahraga sudah menjadi profesi tetap saya," tutur wanita yang menjabat sebagai Wakil Bendahara NPCI tersebut.
Tak terhitung berapa kejuaraan yang ia ikuti. Semasa puluhan tahun menjadi atlet, ia telah mengumpulkan 3 medali emas dan puluhan medali perak. Cabang olahraga yang ia geluti pun tak hanya voli duduk, tetapi juga kursi roda balap hingga angkat berat.
"Kalau tanding Nasional memang saya belum pernah, masih daerah dan kota saja. Tapi saya rutin ikut setiap kejuaraan, termasuk angkat berat yang bebannya mencapai 50kg. Awalnya saya juga merasa kesulitan, tapi saya tekuni saja sampai akhirnya bisa," ujarnya.
Dalam waktu dekat ini, ia punya ambisi untuk mencoba berlatih cabang olahraga panahan, cabang yang dikuasai suaminya. Meski mencoba berbagai cabang olahraga, ia profesional menuntaskan latihan jika ada pertandingan di cabang lain.
"Saya berusaha apapun yang saya pilih, saya tekuni sampai berhasil. Jadi, jika saya diminta untuk tanding di cabang lain pun saya bisa. Bukan sekedar coba-coba kemudian tidak minat," ungkapnya.
Setia dan Berdedikasi Tinggi
Ia nyaris tak pernah mengeluh, sebab baginya ia tak pernah mengalami kesulitan selama menekuni hal yang ia suka. Linda terus setia dengan dunia olahraga bahkan sejak tidak ada santunan untuk atlet difabel.
Dirinya kini telah memperoleh penghasilan tetap setiap bulannya dari pemerintah. Hal ini karena ia adalah atlet yang telah lolos seleksi dan bersedia untuk dilombakan dalam kejuaraan apapun.
"Sekarang sudah banyak perubahan. Bonus antara atlet normal dan difabel sudah sama rata, ada gaji bulanan untuk atlet tertentu termasuk saya, juga sudah banyak tempat yang ramah difabel. Saya berterimakasih dengan pemerintah, semoga terus dipertahankan atau syukur-syukur ditambah santunannya," terangnya sembari tertawa kecil.
Melakukan pemanasan fisik memang jadi hal yang paling berat dan melelahkan. Meski ia mengakuinya, namun ia tak mau menjadikan itu alasan untuk surut semangat.
"Kalau ditanya capek ya memang capek sekali, apalagi kalau latihan fisik sampai ditarget oleh pelatih. Misal keliling 12 putaran dan dilihat waktunya begitu. Tapi saya tidak suka kalau ada teman yang mengeluh, kan ini memang konsekuensi jadi atlet," aku wanita yang telah menamatkan pendidikan hingga SMP tersebut.
Di usianya yang kian tak lagi muda, ia memiliki pesan dan harapan sederhana baik untuk kaum difabel dan dirinya sendiri.
"Untuk teman-teman semua, jangan patah semangat. Meniti karir memang berat tapi harus percaya kalau ketekunan pasti ada hasilnya," ucapnya.
"Untuk diri saya sendiri, saya hanya berdoa supaya panjang umur. Di NPCI tidak ada patokan umur, jadi saya berharap bisa terus menekuni bidang olahraga sampai beberapa tahun kedepan," ujar Linda menambahkan.
(aau/yum)