Hari Kesadaran Autisme Sedunia, Melawan Stigma dengan Karya

Hari Kesadaran Autisme Sedunia, Melawan Stigma dengan Karya

Sudirman Wamad - detikJabar
Sabtu, 02 Apr 2022 14:21 WIB
TIFAL Band adalah grup musik dari Lembaga Pendidikan dan Keterampilan (LPK) Art Therapy Center (ATC) Widyatama.
TIFAL Band adalah grup musik dari Lembaga Pendidikan dan Keterampilan (LPK) Art Therapy Center (ATC) Widyatama. (Foto: Sudirman Wamad)
Bandung -

Suara Triana melantun indah. Di Hotel The Trans Luxury Bandung, perempuan itu menyanyikan lagu 'Hey Jude' dari band legendaris The Beatles.

Petikan gitar Iqbal, cabikan bass Faiz, dan gebukan drum Lauren, mengiringi Triana bernyanyi. Begitu pun permainan keyboardist Agif.

Penampilan mereka sungguh menghibur. Triana tak lupa mengajak penonton bertepuk tangan dan bernyanyi bersama saat lagu 'Hey Jude' memasuki lirik terakhir.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Na na na nananana, nannana, hey Jude. Semuanya (mengajak bernyanyi)," seru Triana.

TIFAL, begitu mereka memperkenalkan diri. Sebuah band asal Bandung yang dimotori lima anak berkebutuhan khusus, tepatnya autisme.

ADVERTISEMENT

Sore menjelang senja, Jumat (1/4/2022), mereka tampil di panggung sederhana Hotel The Trans Luxury Bandung, untuk merayakan Hari Kesadaran Autisme Sedunia 2022 yang jatuh setiap tanggal 2 April.

Penampilan kreatif TIFAL menutup rangkaian perayaan Hari Kesadaran Autisme Sedunia 2022. Lewat lagu, mereka mengisyaratkan tentang perlawanan terhadap stigma autisme dengan menghasilkan karya.

TIFAL Band adalah grup musik dari Lembaga Pendidikan dan Keterampilan (LPK) Art Therapy Center (ATC) Widyatama. Lembaga tersebut memperjuangkan anak-anak berkebutuhan khusus untuk terus berkarya.

Iqbal sang gitaris, menjelaskan tentang makna TIFAL Band. Menurut dia, nama band tersebut diambil dari huruf depan masing-masing personel. Triana (vokalis), Iqbal (gitaris), Faiz (bassis), Agif (keyboardist), dan Lauren (drummer). "Sebulan persiapannya," kata Iqbal.

Berkarya menjadi senjata anak-anak berkebutuhan khusus dalam melawan stigma autisme. Mereka kerap menjadi jadi korban. Bahkan, orang terdekat rata-rata menjadi pelaku diskriminasi terhadap anak-anak autisme.

"Ada pelakunya keluarga sendiri. Ada juga yang awalnya difabel fisik, kemudian karena menjadi korban di keluarganya. Akhirnya sulit bersosialisasi, dampaknya akhirnya sang anak juga terkena difabel mental," kata pendiri dan penasihat ATC Widyatama Anne Nurfarina saat berbincang dengan detikJabar.

Kepedulian masyarakat terhadap autisme juga masih minim. Autisme mendapat stigma miring dari masyarakat. "Masyarakat ada yang tak paham. Menganggap autis menular. Akhirnya mereka dijauhi. Itu pernah kejadian," kata Anne.

Secara pendidikan, autisme juga kerap direndahkan. Anne mengatakan karena autisme dianggap sebagai mental dan intellectual disorder, pengidapnya dicap tak punya kesempatan mengejar pendidikan atau kreativitasnya.

Anne pun melawan stigma itu. Dia mengedukasi keluarga dan anak berkebutuhan khusus untuk tetap produktif.

"Mereka dianggapnya sudah selesai, tapi di sini kita buktikan. Mereka belum selesai. Kita beri ruang mereka untuk berkarya. Memang sudah mulai kita kikis (stigma)," kata Anne.

Inklusi di Industri

LPK ATC Widyatama terus mendorong agar ruang-ruang inklusi terhadap difabel, khususnya autisme, diterapkan di berbagai tempat. Anne menyebut, masih banyak perusahaan yang belum ramah difabel.

"Industri belum siap menerima penyandang difabel mental intelektual, padahal di undang-undang ada. Tapi belum terakomodir dengan baik. Industri sejatinya wajib menerima difabel," kata Anne.

LPK ATC Widyatama mendobrak sulitnya difabel diterima dalam industri. Lembaga itu mulai menggelar pendidikan dan pelatihan kepada difabel sejak 2014. Setiap tahunnya, mereka rata-rata menerima 12 siswa.

"Ada guru seni dan desain grafis. Kemudian, kita juga libatkan ahli psikologi," kata Anne.

Lulusan ATC Widyatama ini terbagi menjadi tiga, sesuai dengan jurusannya yakni seni, desain grafis dan kriya.

Karya-karya lulusan ATC ini dipasarkan melalui Creative Business of Difable Community (CidCo), komunitas bisnis yang beranggotakan orang tua siswa lulusan ATC.

Ketua CidCo Puspatriani Agustina mengatakan, anak-anak berkebutuhan khusus harus terus berkarya dan tetap produktif setelah lulus dari ATC.

"Lulusan ATC punya karya yang bernilai jual. Kemudian wadahnya ada CidCo. Nanti orang tua merekalah yang jadi manajer," kata Puspa.

Puspa mengaku menemui banyak kendala, seperti proses produksi hingga pemasaran. Ia berharap ke depannya masyarakat hingga industri bisa lebih peduli terhadap autisme, umumnya difabel.

Perayaan Hari Kesadaran Autisme 2022 yang digelar di The Trans Luxury Hotel menampilkan puluhan karya anak-anak autisme, dan difabel. Seperti lukisan, kerajinan tangan, hingga performa bermusik.

Hotel Group bersama CT ARSA Foundation mempersembahkan Creating an Autism Friendlier Environment. The Trans Luxury Hotel bekerja sama dengan ATC Widyatama dan CidCo.

"Kita memfasilitasi mereka untuk punya ruang berkarya. Baru kali ini kita tampilkan performa musik," kata Director of Marketing and Communication The Trans Luxury Hotel Bandung, Anggia Elgana.

Anggia mengatakan, kolaborasi bersama ATC dan CidCo itu sudah dilakukan sejak 2019. The Trans Luxury Hotel ingin menjadi perusahaan yang peduli terhadap autisme.

"Kita terus sosialisasi. Kita harus inklusif. Ada banyak autisme harus dipahami secara spesial," kata Anggia.

"Kita berusaha menjadi hotel yang inklusif. Karena tamu kita kan ada yang anaknya atau keluarganya itu autisme. Jadi kita harus juga peduli terhadap mereka," tambah Anggia.




(tey/bbn)


Hide Ads