Deretan gitar berderet pada dinding studio musik milik Indonesian Bamboo Community (IBC) yang berada di Melong, Kota Cimahi, Jawa Barat. Seorang gitaris pun tengah memetik senar gitar hingga terdengar musik yang nikmat didengar.
Gitar yang tergantung itu merupakan karya buatan dari sejumlah seniman di IBC. IBC sudah sejak 2011 membuat alat musik dari bahan bambu. Produknya pun sudah pergi ke mancanegara.
Wakil Ketua IBC Hafid Fadilah (28) menuturkan, produk buatan IBC sudah mengikuti sejumlah festival di luar negeri. Bukan hanya mejeng di acara festival, produknya pun sudah terjual ke Eropa hingga Asia.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Penjualan sudah ke luar negeri seperti Rumania, Jerman, Belgia terus juga dari China," ungkap Hafid saat berbincang belum lama ini di studio yang berlokasi di Jalan Melong Asih No 23, Cimahi, Jawa Barat.
Sejumlah pembeli mulai mengetahui produk buatan IBC dalam acara-acara festival. Namun, ada pula yang mengetahui mereka dari internet.
Bahkan, tidak sedikit pula yang sengaja mendatangi langsung studio mereka hanya sekadar ingin melihat langsung proses pembuatan gitar berbahan bambu itu.
"Rata-rata mereka yang beli ke sini. Kemudian juga tahu dari internet seperti pesanan dari China," ungkapnya.
Hal itu tidaklah mudah diraih, berawal dari ikut ke satu festival ke festival lain. Pecah telurnya, ketika sebuah festival di Frankfurt Musikmesse 2019 di Frankfurt, Jerman.
![]() |
Mereka menjadi perbincangan pengunjung bahkan media karena bambu. Di luar negeri, penggunaan akan bambu tidaklah sefamiliar kayu. Popularitas mereka pun naik, hingga datanglah sejumlah kolektor untuk memesan gitar buatan mereka. Dari gitar elektrik hingga gitar double neck.
"Waktu itu sampe rame di sana, soalnya kan jarang di luar juga yang bikin produk dari bambu. Dan kita di sana satu-satunya yang bawa produk dari bambu," ungkapnya.
Perjalanan Awal IBC
Produk pertama IBC adalah biola pada 2011 silam. Proses pembuatan hingga pemutakhiran memerlukan waktu sekitar 3 tahun. Setelah mahir, mereka pun membuat produk gitar akustik dan gitar elektrik atau listrik.
"Kita sampai kerjasama dengan salah satu universitas, biar tahu kaya apa hasil buatan IBC," kata Hafid.
Awalnya hanya gitar akustik yang bentuk bambunya masih dipertahankan. Di kemudian hari, mereka membuat sebuah gitar elektrik yang bentuk bambunya tidak terlihat lagi dengan kombinasi sejumlah perangkat penunjang gitar elektrik.
detikjabar berkesempatan melihat langsung seperti apa dapur yang membawa bambu buatan anak bangsa itu terbang hingga eropa. Sebuah studio pengolahan bambu berukuran 5x5 meter inilah bambu diolah menjadi bernilai tinggi.
Proses awal pembuatan, pertama, dari pemotongan bambu ke beberapa bagian. Bambu dipotong menjadi persegi panjang dan kemudian dihaluskan menggunakan mesin amplas.
Potongan persegi bambu itu pun kemudian direkatkan satu per satu menggunakan lem kayu. Setelah kering, perajin mulai membentuk dan mengupas tumpukan potongan bambu menjadi beberapa bagian pada gitar.
Setelah kepala, leher dan badan gitar sudah terbentuk, perajin kemudian menggabungkan bagian-bagian itu hingga menjadi gitar. Meski terlihat mudah, proses pembuatan gitar dapat menghabiskan waktu yang cukup lama.
"Kami menggunakan bambu lokal dari Ciwidey atau Cililin. bambu Gombong dan bambu ater," tuturnya.
Dalam setahun, IBC hanya memproduksi alat musik dengan jumlah yang terbatas. Hafid mengatakan, selain menambah tinggi nilai jual hal itu memberikan nilai eksklusif pada produk buatannya.
"Setahun paling 3 produk, lebih menjaga eksklusivitas," tuturnya.
Menyebarkan 'Virus' Bambu
Mereka pun belum berhenti di sana, IBC berkeinginan ingin membuat sebuah piano. Piano memerlukan dana dan waktu yang ekstra untuk membuat alat musik satu ini.
"Ya rencana ke depan mau bikin piano," ungkap Hafid.
Meski sudah go internasional, IBC tidak ingin jumawa. Mereka ingin menyebarkan 'virus' kemampuan mengolah bambu menjadi produk bernilai tinggi.
Beberapa warga pun ikut pelatihan mengolah bambu yang digelar oleh IBC. Bahkan, beberapa peserta sudah mulai mandiri mengolah dan menjual hasil karyanya.
"Seperti di Majalengka, mereka sudah mandiri bisa jual produknya. Mereka itu awalnya belajar dari sini," ungkapnya.
Langkah itu cukup beralasan, pasalnya, di Indonesia minat akan mengolah bambu masih rendah. Padahal, Indonesia termasuk dalam 7 negara di dunia terluas yang memiliki lahan pohon bambu.
"Semoga langkah ini bisa membawa bambu naik dan naik kelas terus," pungkasnya.
(yum/bbn)