Rimbun pepohonan dan aroma tanah basah menyambut langkah setiap orang yang masuk ke kawasan Blok Pasir Gombong, Kampung Cipedes, Desa Ridogalih, Kecamatan Cikakak, Kabupaten Sukabumi.
Jalan setapak licin, hanya selebar satu bahu orang dewasa, memaksa siapa pun berjalan hati-hati menuruni lembah dan mendaki bukit. Dari balik pepohonan, terlihat barisan pondok darurat beratap terpal biru memanjang di tepi jurang, menjadi saksi aktivitas tambang emas ilegal yang selama ini tersembunyi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Di balik pondok, tampak lubang tambang selebar satu meter menganga gelap. Sebuah tali tambang menjulur ke bawah, di ujungnya tergantung karung plastik bekas pupuk, digunakan para penambang untuk mengangkut batuan mineral dari perut bumi.
Di sekitarnya, karung-karung lain berisi tanah dan batu diduga mengandung emas sudah disusun rapi menunggu giliran dibawa keluar hutan. Kawasan ini tidak mudah diakses. Polisi yang melakukan operasi penggerebekan harus berjalan kaki sejauh sekitar 1,5 kilometer menembus hutan.
"Ada banyak mobil yang dibawa polisi yang masuk ke kawasan tambang, petugas kebanyakan berpakaian preman jalan kaki ke lokasi sekitar 1,5 kilometer," kata D, warga sekitar, kepada detikJabar pada Rabu (10/9/2025).
![]() |
Tenda Biru Gurandil
Suasana di area tambang kini berubah hening. Pondok-pondok darurat dari bambu berdiri rapuh, beberapa di antaranya tampak roboh, sebagian masih bertahan ditopang batang kayu seadanya. Terpal biru yang dipasang sebagai atap sudah penuh bercak lumpur dan dedaunan.
Di dalamnya, panci hitam bekas memasak masih tergantung di sudut, pakaian para gurandil masih tergantung di tali jemuran, dan kasur tipis terhampar di atas lantai bambu. Suasana lembap terasa menusuk, bercampur bau tanah basah dan keringat yang tertinggal.
"Pemiliknya warga Cileungsing perbatasan dengan Ridogalih, jadi kebanyakan yang masuknya itu bukan warga Ridogalih tapi warga Cileungsing yang menambang," ujar D.
Polisi mengamankan enam orang yang diduga terlibat dalam aktivitas tambang emas ilegal di lokasi ini. Mereka terdiri dari kepala lubang, pemilik lahan, dua pekerja tambang, dan dua koordinator warga.
"Ya, ada satu orang pemilik lahan yang ikut dilakukan pemeriksaan sebagai salah satu pihak terkait," kata Kasat Reskrim Polres Sukabumi, Iptu Hartono, Kamis (11/9/2025).
Hartono menegaskan bahwa lahan tambang tersebut memang tanah pribadi. "Ya benar bahwa hasil pemeriksaan bahwa status tanah tersebut milik salah satu warga di Kampung Cileungsing dengan dasar kepemilikan tanah berupa SPPT, namun dalam proses penyelidikan dan penyidikan dalam perkara pertambangan yang dinilai adalah perizinan dan legalitas yang sudah dimiliki oleh pelaksana pertambangan," jelasnya.
Dalam operasi ini, polisi juga menyita sejumlah barang bukti. Karung-karung berisi batuan mineral yang diduga mengandung emas dibawa keluar hutan, bersama peralatan tambang sederhana seperti linggis, palu, sekop, dan ember plastik.
Pondok-pondok yang sebelumnya penuh aktivitas kini tampak kosong, meninggalkan jejak kehidupan para gurandil yang selama ini bekerja di bawah terpal.
Penyelidikan sementara menemukan bahwa para penambang awalnya bekerja secara mandiri. "Sementara hasil pemeriksaan, para penambang awalnya melakukan aktivitas sendiri lalu berencana membuat sebuah koperasi," kata Hartono.
Namun, polisi menduga aktivitas ini tak berhenti pada para pekerja lapangan saja. "Tentunya pihak kepolisian pasti akan mendalami semua yang berkaitan dengan hal tersebut," tegasnya.
Dari hasil penyelidikan polisi, area tambang emas ilegal di Cipedes diperkirakan mencapai sekitar 4.000 meter persegi, dengan setiap lubang galian rata-rata memiliki kedalaman dan luas sekitar 10-12 meter persegi.
Kini, lokasi tambang sudah dipasangi garis polisi, menandai penghentian sementara aktivitas yang selama ini berjalan sembunyi-sembunyi di tengah hutan.
(sya/sud)