Kasus dugaan tindak pidana perdagangan orang (TPPO) kembali mencuat di Sukabumi. RR, seorang perempuan berusia 23 tahun asal Kecamatan Cisaat, Kabupaten Sukabumi, diduga menjadi korban sindikat perdagangan manusia internasional.
Korban disebut disekap di Cina, dijadikan pelampiasan nafsu, hingga keluarganya diminta menyiapkan uang tebusan Rp200 juta untuk bisa memulangkannya ke tanah air.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kisah memilukan ini diungkapkan Sigit (40), sepupu ipar korban. Ia datang ke kantor polisi sambil membawa foto korban di layar ponselnya, berharap ada tindak lanjut cepat dari pihak berwenang.
Menurut Sigit, korban awalnya hanya bekerja di sebuah pabrik di Sukabumi. Namun, korban memiliki cita-cita untuk bisa bekerja di luar negeri, bahkan sempat berencana menempuh sekolah bahasa agar bisa bekerja secara legal di Jepang.
"Kita sebenarnya nggak pernah tahu tentang kasus seperti ini. Karena sebelumnya korban memang lagi bekerja di GSI. Nah, memang ada niat juga dari dulu ya bahwa korban itu pengen bekerja di Jepang, tapi dengan bersekolah dulu. Pendidikan bahasa dulu tapi nggak tahu kenapa tiba-tiba istilahnya tergiur oleh iming-iming," kata Sigit kepada detikJabar di Mapolres Sukabumi Kota, Selasa (9/9/2025).
Harapan itu berubah menjadi malapetaka ketika korban tergiur tawaran pekerjaan lewat media sosial Facebook. Dari akun media sosial itulah korban berkenalan dengan seseorang yang menjanjikan pekerjaan bergaji besar di luar negeri.
Korban dijanjikan bisa meraih penghasilan Rp15-30 juta per bulan jika mau berangkat. Iming-iming itu membuat korban mantap mengikuti arahan pelaku, termasuk pembuatan paspor di Bogor.
"Nah, si pelaku tersebut tuh menggiring. 'Kita buat paspornya di Bogor yuk'. Jadi nggak di sini (Sukabumi) di Bogor, ya dia. Pokoknya dia buat janji sepakat mungkin hari Minggu, hari libur. Di bawalah di Bogor," ujarnya.
Namun, proses yang dijalani korban ternyata penuh jebakan. Saat berada di Bogor, korban sempat tidak diizinkan pulang dan bahkan dipaksa menikah. Modus yang digunakan pelaku adalah menghadirkan orang-orang yang mengaku sebagai wali dan saksi untuk membuat pernikahan seolah sah di depan seorang amil.
Korban yang masih muda dan minim pengalaman akhirnya menuruti paksaan tersebut karena merasa takut dan tertekan. Setelah itu, korban dibawa lagi ke Jakarta bertemu seorang agen dan akhirnya diterbangkan ke Cina. Selanjutnya, korban dijemput di bandara Siamen Kota Kuanjau oleh To Chao Cai menuju langsung ke rumahnya tanpa tahu wilayah mana.
Selama hampir dua bulan, keluarga tidak mengetahui keberadaan Reni. Mereka hanya mengira korban masih bekerja di pabrik.
Hingga kemudian, ibunya menerima pesan. Dalam pesan itu, korban mengaku sedang berada di Cina dan disekap. Ia bahkan sempat mengirimkan lokasi keberadaannya yang menunjukkan benar berada di negeri tirai bambu tersebut.
"Ada chat masuk, itu ke ibunya ya. 'Bu, Neng lagi di Cina. Tolong, disekap'. Awalnya keluarga tidak percaya. Tapi setelah share location, ternyata memang di Cina. Dari situlah kami yakin kalau dia jadi korban perdagangan orang," jelasnya.
Kepada keluarganya, korban awalnya mengaku bekerja sebagai asisten rumah tangga. Namun ketika didesak untuk lebih jujur, korban akhirnya menangis dan mengaku sebenarnya dijadikan pelampiasan nafsu oleh orang yang menahannya di Cina. Pengakuan ini membuat keluarga semakin terpukul.
"Dia akhirnya jujur, sambil menangis bilang kalau selama ini dijadikan pelampiasan nafsu. Itu yang bikin kami sangat khawatir dengan keselamatannya," ucap Sigit dengan nada bergetar.
Yang lebih memprihatinkan, korban ternyata tidak mendapatkan gaji sama sekali. Ia hanya diberi makan seadanya agar tetap bisa bertahan hidup. Bahkan, ketika korban menyatakan keinginannya untuk pulang ke Indonesia, pihak yang menahannya justru meminta tebusan Rp200 juta.
"Kata orang di sana, kamu sudah saya beli. Kalau mau pulang, bayar dulu Rp200 juta. Itu yang bikin kami semakin panik," kata dia.
Keluarga kini berharap penuh kepada aparat kepolisian dan pemerintah untuk bisa membantu memulangkan korban. Mereka khawatir kondisi korban semakin memburuk jika tidak segera diselamatkan.
"Sudah hampir tiga bulan dia berada di Cina tanpa kepastian. Kami mohon aparat bisa bergerak cepat. Ini bukan hanya soal pekerjaan ilegal, tapi menyangkut nyawa dan keselamatan anak kami, keluarga kami, yang jelas-jelas jadi korban sindikat perdagangan orang," ucapnya.
Kuasa Hukum korban dari LBH Pro Ummat, Rangga Suria Danuningrat mengatakan, saat ini ia sedang mendampingi keluarga korban untuk membuat laporan ke Polres Sukabumi Kota. Proses pemeriksaan pun masih berlangsung.
"Iya sekarang langsung di BAP. Kami melihat bahwa kasus ini bukan hanya menimpa satu individu, tetapi menyangkut kejahatan transnasional yang terorganisir. Kami berkewajiban memastikan hak-hak korban terlindungi, sekaligus mendorong aparat penegak hukum menindak tegas jaringan perekrut, perantara, hingga pembeli korban di luar negeri," kata Rangga.
(sud/sud)