Warga Garut dihebohkan dengan kasus yang melibatkan seorang guru ngaji dan anggota organisasi masyarakat (Ormas) hingga berujung ke pengadilan. Apa sebenarnya yang terjadi?
Kejadian ini bermula pada November 2023, di kawasan Suci, Karangpawitan. Sambas, Ketua RW setempat yang juga terseret dalam kasus ini, memaparkan kronologi kejadian menurut versinya.
Kejadian itu, kata Sambas, terjadi pada Selasa, 7 November 2023, sekitar jam 15.00 WIB. Bertempat di lokasi proyek sebuah supermarket di kawasan itu, saat itu Sambas didatangi sekelompok orang.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ada sejumlah pria yang datang. Di antaranya Irwan, Cecep, Anggit dan Asep Dani. Maksud kedatangan mereka, untuk meminta izin agar mereka bisa membuka warung dan berdagang di sana.
"Sudah berulangkali dibahas, bahkan dengan pihak kontraktor. Bahwa di lokasi tersebut, sudah disepakati tidak diperbolehkan mendirikan warung atau kantin. Pihak kontraktor juga tidak mengarahkan untuk meminta izin kepada saya," kata Sambas kepada detikJabar, Senin (9/12/2024).
Kedatangan orang-orang itu, kata Sambas, sudah berulangkali. Sebelum tanggal 7 November itu, mereka berulangkali datang kepadanya dan pihak kontraktor, karena 'keukeuh' ingin berdagang di lokasi proyek.
Pada malam harinya, sekitar pukul 19.00 WIB, Sambas mendapat telepon dari tokoh masyarakat setempat yang ingin mempertemukan kembali para anggota Ormas tersebut dengannya. Sambas menolak karena memiliki jadwal kegiatan rutin. Namun, tak lama kemudian, pintu proyek supermarket didobrak, dan rombongan Ormas masuk ke lokasi.
"Tapi tidak berselang lama, saya melihat pintu proyek ada yang mendobrak. Kemudian masuklah rombongan oknum ormas tersebut," katanya.
"Saat itu, Cecep menghampiri saya dan ingin berbincang. Obrolannya tetap sama, bahwa mereka ingin jualan di sana," kata Sambas.
Istri Sambas, Rika, yang kesal dengan kejadian itu, keluar dari rumah dan merekam aksi mereka. Tindakan ini memicu emosi Cecep, yang merasa tidak terima. Situasi semakin memanas ketika Asep, salah satu anggota Ormas, mendekati Rika dan menyentuh area tubuhnya secara tidak pantas.
Melihat hal itu, Harun, seorang guru ngaji, bergegas ke lokasi dan mencoba menghadapi Cecep. Harun menarik kerah baju Cecep, yang memicu perkelahian. Adik Harun, Abdul Rohman alias Aab, turut melerai, tetapi situasi semakin kacau ketika Irwan menyerang Harun.
Kejadian ini akhirnya dilerai oleh aparat kepolisian dan personel Koramil yang datang ke lokasi.
Sambas menjelaskan, saat itu, kejadian tersebut sebenarnya sudah dicoba untuk dimediasi, oleh Kasat Samapta Polres Garut AKP Masrokan. Namun, para oknum ormas enggan berdamai dan memilih menempuh jalur hukum.
Hasil Penyelidikan Polisi
Kapolres Garut AKBP M. Fajar Gemilang mengungkapkan bahwa kedua pihak saling melaporkan insiden tersebut. Polisi sempat menyarankan penyelesaian melalui restorative justice, tetapi kedua belah pihak menolak berdamai.
"Akan tetapi, tidak ada kesepakatan. Kedua pihak keukeuh ingin melanjutkan perkara tersebut," katanya kepada detikJabar beberapa waktu lalu.
Akibatnya, tiga orang menjadi tersangka, Harun, Aab, dan Irwan. Harun dan Aab dituduh melakukan pengeroyokan terhadap Irwan, sementara Irwan juga menghadapi kasus hukum lainnya.
Setelah penyidikan perkara rampung, polisi kemudian melimpahkan berkasnya ke kejaksaan, untuk disidang. Berkas penyidikan Harun dan Aab dinyatakan rampung lebih dulu oleh pihak kejaksaan sehingga dianggap lengkap atau P21.
Sementara berkas perkara Irwan, baru saja dinyatakan lengkap oleh pihak kejaksaan di awal Desember 2024 lalu. Irwan langsung dibawa polisi ke Kejaksaan untuk disidangkan selanjutnya.
(iqk/iqk)