Mereka Akhirnya Pulang Usai Jadi Korban TPPO di Myanmar

Jabar Sepekan

Mereka Akhirnya Pulang Usai Jadi Korban TPPO di Myanmar

Tim detikJabar - detikJabar
Senin, 09 Des 2024 09:30 WIB
Kepulangan Korban TPPO di Sukabumi
Kepulangan Korban TPPO di Sukabumi (Foto: Siti Fatimah/detikJabar)
Bandung -

Kasus tindak pidana perdagangan orang (TPPO) yang dialami 11 warga Kabupaten Sukabumi kini menemui secercah harapan. Enam dari 11 korban yang sempat disekap di Myanmar akhirnya dipulangkan.

Keenamnya adalah AM, SH, AJ dan SJ asal Kebonpedes, serta RA dan R asal Kecamatan Cireunghas, Kabupaten Sukabumi. Mereka berangkat dari rentang waktu Mei-Juni 2024, setelah dijanjikan bakal menjadi admin perusahaan keuangan digital semacam Kripto di Thailand.

Tapi ternyata, tawaran yang datang dengan menggiurkan ini rupanya hanya tipuan semata. Mereka terombang-ambing tak tentu arah hingga akhirnya mendarat di salah satu wilayah yang terkenal dengan situasi konflik dan eksploitasi pekerja migran yaitu di Myawaddy, Myanmar.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Di sana, mereka kemudian dijebak untuk menjalankan tugas penipuan bermodus daring atau scammer. Bahkan ironisnya, mereka ikut dieksploitasi seperti mengalami pemotongan gaji hingga penyiksaan fisik.

Sampai akhirnya, informasi mengenai kasus yang mereka alami di Thailand kemudian viral di Indonesia. Sebuah video berdurasi 36 detik menunjukkan rekaman saat mereka meminta pertolongan kepada Presiden Joko Widodo atau Jokowi dan Prabowo Subianto selaku Presiden terpilih agar bisa dipulangkan kembali ke Tanah Air.

ADVERTISEMENT

Setelah berbulan-bulan meminta pertolongan, enam dari 11 warga Sukabumi itu akhirnya bisa dipulangkan. Suasana haru pun pecah ketika mereka bisa pulang ke rumahnya masing-masing pada Kamis (5/12/2024).

Momen paling emosional terjadi ketika anak-anak para korban langsung berlari memeluk ayah mereka. Seperti yang dirasakan Samsul (39) misalnya, salah satu korban TPPO asal Kebonpedes, Kabupaten Sukabumi yang mengaku bersyukur bisa kembali pulang ke pangkuan keluarga.

"Seneng banget berasa mimpi. Terlebih kepada pemerintah kita yang telah berusaha untuk memulangkan kita semua dan cukup lah di Sukabumi, kita yang terakhir dan jangan terjadi lagi," kata Samsul kepada detikJabar.

6 Korban TPPO Myanmar Akhirnya Pulang ke Sukabumi6 Korban TPPO Myanmar Akhirnya Pulang ke Sukabumi Foto: Siti Fatimah/detikJabar

Dia mengungkapkan, pengalamannya di Myanmar menyisakan memori kelam. Dia mengaku sempat disekap di ruangan gelap, dipukul hingga hanya diberi makan satu kali.

"Ya di sana sempat disekap kaya dipukul gitu lah, jadi kita itu kaya dikumpulin di dalam satu ruangan nggak dikasi lampu, dikasih makan juga cuman sekali sehari. Di sana itu hampir dua bulan, sebenarnya di sana itu kita kerja nipu daring gitu, kaya scamming," ungkapnya.

"Trauma, pokoknya cukup lah jangan ada lagi yang ke sana, cukup kita aja masyarakat Sukabumi khususnya masyarakat Indonesia stop lah jangan ke sana lagi," sambung dia.

Selain di Kabupaten Sukabumi, suasana penuh haru juga dirasakan Rian Setia Putra (30). Warga Gang Hanafi, Kelurahan Citeureup, Kecamatan Cimahi Utara, Kota Cimahi itu akhirnya bisa kembali pulang ke rumahnya setelah sempat disekap di Myanmar.

Rian tiba di kediamannya pada Kamis (5/12/2024) sore. Kepulangannya atas upaya dari Balai Pelayanan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP3MI) Jawa Barat.

Sama dengan korban dari Sukabumi, Rian juga dijanjikan bekerja di Thailand sebagai admin perusahaan Kripto. Tapi ternyata, dia malah dijebak dan akhirnya disekap di Myawaddi, Myanmar.

"Awalnya saya ditawari kerja di Thailand sama temen, temen dekat malah. Kerja jadi admin crypto, dia bilang legal kalau sudah di sana, semua biaya di tanggung mulai paspor, visa, dan lainnya di tanggung travel," kata Rian saat ditemui di kediamannya..

"Tapi di sana malah dibawa ke sungai, belum tahu waktu kalau saya sama teman-teman dari Indonesia mau dibawa ke Myanmar. Nah setelah masuk ke Myanmar, di situ banyak tentara bersenjata," kata Rian.

Sebulan lamanya ia disekap di perusahaan itu, tepatnya di bulan Agustus 2024. Tiga bulan bekerja di sana, ia dan teman-temannya melapor ke perwakilan pemerintah Indonesia.

"Ternyata di sana ada cepunya dan itu dari orang Indonesia juga. Dia lapor ke leader kalau saya laporan ke pemerintah. Dari situ kita dikumpulkan, disekap tapi masih di kamar yang ada kasurnya. Tetap dikasih makan seadanya, di situ kita juga disuruh bayar denda," kata Rian.

Ia bakal dibebaskan dan diizinkan pulang ke Indonesia namun mesti membayar denda Rp500 juta per orang. Namun entah bagaimana, akhirnya Rian dan teman-temannya bisa pulang.

"Saya tidak tahu secara jelasnya kenapa kita bisa pulang, yang kita tahu itu saat dari pihak Kemenlu saja komunikasi. Setelah dijemput, 44 hari kita diidentifikasi bahwa kita adalah korban TPPO. Setelah itu, kita ditetapkan lalu kita diterbangkan Chiang Rai Thailand, shelter perlindungan dan akhirnya pulang ke Indonesia," kata Rian.

Rian Setia Putra, PMI Asal Cimahi yang Disekap di MyanmarRian Setia Putra, PMI Asal Cimahi yang Disekap di Myanmar Foto: Whisnu Pradana/detikJabar

Kepala Tim Pencegahan dan Penanganan Kasus pada BP3MI Jawa Barat, Neng Wepi, mengatakan pemulangan PMI ilegal yang terjebak di Myanmar berawal dari laporan keluarga ke BP3MI. Ada dua PMI asal Cimahi yang dipulangkan pada 29 November 2024 lalu, tapi mereka baru tiba di kediamannya pada 5 Desember 2024. Selain itu, ada delapan PMI dari daerah lain yang dipulangkan.

"Cimahi 2 orang, Sukabumi 6 orang, Kabupaten Bandung 2 orang. Ini juga sebagai upaya sinergi pemerintah, kehadiran negara, tentu sesuai tugas fungsi masing-masing," kata Neng Wepi.

Ia menyebut pemulangan 10 PMI yang disekap dan dipekerjakan sebagai scammer di Myawaddi ini termasuk yang sangat cepat, berbeda dengan PMI ilegal lain yang menunggu waktu berbulan-bulan agar bisa dipulangkan.

"Kepulangan ini termasuk yang cepat, karena di Myanmar sedang konflik dan penyelesaiannya tidak mudah juga, tapi kami terus berkoordinasi dengan Kemenlu," kata Neng Wepi.

Rata-rata PMI ilegal yang akhirnya bernasib tragis di negara orang, karena terjebak tawaran-tawaran fiktif melalui iklan media sosial.

"Penawarannya itu bekerja dengan cepat. Padahal disana dipekerjakan secara ilegal dan korban dari sindikat secara non prosedural. Kami mengimbau, kepada warga negara Indonesia untuk berhati-hati bila ada tawaran di media sosial untuk berangkat ke luar negeri," kata Neng Wepi.




(ral/dir)


Hide Ads