Dugaan Kejanggalan Korupsi Lahan Tol Cisumdawu Versi Pengacara

Dugaan Kejanggalan Korupsi Lahan Tol Cisumdawu Versi Pengacara

Rifat Alhamidi - detikJabar
Sabtu, 16 Nov 2024 17:24 WIB
Suasana arus lalu lintas di Tol Cisumdawu.
Tol Cisumdawu (Foto: Nur Azis)
Bandung -

Kasus korupsi lahan Tol Cisumdawu terus bergulir di persidangan. Perkara itu disebut telah menimbulkan kerugian negara hingga mencapai Rp 329 miliar.

Sebagaimana diketahui, dalam kasus ini, 5 terdakwa telah dihadapkan di persidangan. Kelimanya adalah Agus Priyono, pensiunan pegawai BPN yang saat itu bertugas selaku Ketua Satgas B Pelaksana Pengadaan Tanah (P2T) Tol Cisumdawu dan Atang Rahmat yang merupakan mantan anggota Tim P2T, kemudian Mono Igfirly selaku pejabat di Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP), mantan Kades Cilayang Mushofah Uyun, serta Dadan Setiadi Megantara selaku Direktur PT PR dari pihak swasta.

Persidangan pun telah dilanjutkan dengan agenda pemeriksaan saksi ahli di Pengadilan Tipikor Bandung pada Jumat (15/11). Dua saksi ahli dihadirkan yaitu ahli hukum pidana dan ahli dari auditor Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Namun kemudian, menurut pengacara Dadan Setiadi Megantara, muncul dugaan kejanggalan ketika pemeriksaan saksi ahli dari BPKP dilakukan. Sebab menurutnya, ahli tersebut tidak bisa menyampaikan rincian secara detail mengenai laporan hasil auditnya yang menyebut pengadaan lahan Tol Cisumdawu telah membuat kerugian negara sebesar Rp 329 miliar.

"Jadi pada saat pemeriksaan ahli BPKP yang merupakan auditor yang menghitung adanya kerugian negara di perkara ini, kami menilai audit yang dilakukannya itu tidak termat, tidak objektif dan tidak independen pada saat pemeriksaan kemarin," kata pengacara Dadan, Jainal RF Tampubolon, Sabtu (16/11/2024).

ADVERTISEMENT

Jainal membeberkan, saat dicecar tentang metode perhitungan kerugian keuangan negara yang dibuatnya, auditor BPKP itu tidak bisa memberikan jawaban secara rinci. Bahkan menurutnya, kesaksian ahli tersebut ternyata mengungkap fakta bahwa auditor BPKP ini tidak mengetahui bahwa uang ganti rugi lahan masih dititipkan secara konsinyasi ke PN Sumedang.

"Ditanyakan ke ahli kenapa total kerugian negara di perkara ini jadi Rp 329 miliar, terus dia jawab karena LMAN (Lembaga Manajemen Aset Negara) itu telah mengelurkan uang Rp 329 miliar. Tapi, dia belum memeriksa apakah uang itu sudah diterima oleh para terdakwa, dia enggak melakukan itu ternyata," ungkap Jainal.

"Terus ditanya lagi, dicek enggak, betul enggak uang itu keluar dari LMAN. Keluarnya ke rekening yang mana, kan keluarnya ke PN Sumedang. Ternyata PN Sumedang tidak diperiksa oleh BPKP, dalam sidang ahli ini enggak tahu kalau uangnya masih di PN Sumedang, karena mereka tidak memeriksa PN Sumedang," tambahnya.

Kemudian, ada keterangan ahli BPKP yang menurut Jainal begitu janggal. Ahli tersebut membeberkan bahwa LMAN seharusnya tidak mengeluarkan uang ganti rugi Rp 329 miliar sertifikat hak guna bangunan (SHGB) hingga dokumen letter C milik kliennya dianggap cacat hukum.

"Padahal itu bukan kewenangan dia (ahli BPKP), yang berhak menyatakan itu cacat hukum adalah pengadilan. Makanya dia dimarahi oleh hakim pas pemeriksaan kemarin," bebernya.

Atas keterangan itu, Jainal makin optimistis kliennye, Dadan Setiadi Megantara, tidak cukup bukti jika dinyatakan terlibat dalam kasus ini. Sehingga, dia meyakini Hakim Pengadilan Tipikor Bandung bisa menjatuhkan vonis bebas atau lepas kepada kliennya nanti.

"Alat bukti kan hasil audit, ternyata hasil auditnya itu dilakukan tidak dengan cermat, tidak objektif dan tidak independen, jadi hasil audit itu bisa dikesampingkan oleh hakim. Ketika alat bukti tidak dipertimbangkan hakim, berarti tidak alat bukti yang bisa membuktikan kerugian keuangan negara. Kami optimis klien kami bisa diputus bebas atau lepas," tegasnya.

Sebagaimana diketahui, kelima orang itu didakwa telah membuat kerugian negara lebih dari Rp 320 miliar dalam proses pengadaan lahan Tol Cisumdawu. Mereka didakwa melanggar Pasal 2 Ayat (1), Jo Pasal 18 Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP sebagaimana dakwaan primair. Serta Pasal 3, Jo Pasal 18 Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP sebagaimana dakwaan subsidair.




(ral/dir)


Hide Ads