Polisi mengungkap kasus perdagangan orang ke negara-negara Timur Tengah seperti Uni Emirat Arab (UEA) hingga Qatar. Sepasang suami istri di Sukabumi berinisial SK (61) dan Y (51) menjadi dalang tindak pidana perdagangan orang (TPPO).
Kapolres Sukabumi Kota AKBP Rita Suwadi mengatakan, kasus itu terungkap setelah korban perempuan berinisial SH (35) membuat laporan ke polisi setelah dideportasi dari Abu Dhabi. Mulanya korban ditawari kemudahan bekerja di luar negeri.
"Kejadian bermula pelaku merekrut dan menerima calon PMI yang akan diberangkatkan ke Timur Tengah khususnya Uni Emirat Arab (Dubai, Abu Dhabi, Qatar) untuk dipekerjakan sebagai pembantu rumah tangga dengan janji gaji 1.200 real atau setara Rp4 juta," kata Rita kepada awak media, Kamis (7/11/2024).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lebih lanjut, setelah sampai di negara tujuan yaitu Abu Dhabi, korban langsung bekerja di sana. Sayangnya, selama bekerja tiga bulan, korban hanya dibayar satu bulan saja.
"Bahwa pelaku adalah sepasang suami istri dan menikah sejak tahun 2021 dan telah melakukan perekrutan dan penerimaan calon PMI di wilayah sekitar Kota dan Kabupaten Sukabumi," ujarnya.
Dari perbuatannya itu, para pelaku mendapatkan keuntungan sebesar Rp1,5 juta per orang yang diberangkatkan ke luar negeri jalur ilegal. "Setelah melakukan perekrutan, pelaku mengirim korban ke sponsor perusahaan milik RQ (DPO)," sambungnya.
Kanit PPA Sat Reskrim Polres Sukabumi Kota Bripka Nandang Kurniawan menambahkan, para pelaku mengiming-imingi korban dengan kemudahan berangkat bekerja ke luar negeri tanpa pungutan biaya. Mereka juga membuatkan korban visa namun visa jenis umroh hingga kunjungan.
"Kalau di sana dia dapat majikan baik ya diperpanjang (visa) nya, kalau tidak akan terlunta-lunta di sana dan tidak mendapatkan perlindungan," kata Nandang.
Dia mengungkapkan, ada beberapa PMI yang diberangkatkan oleh pelaku namun masih berada di UEA. Namun, setelah berkoordinasi dengan BP2MI, pihaknya mengalami kesulitan untuk melacak para korban TPPO lainnya.
"Karena memang tidak terdata di Disnaker, kalau terdata ada id PMI-nya, perusahaannya, dipekerjakan sebagai apa. Kalau satu korban ini sudah pulang, dideportasi ke sini," ungkapnya.
"Majikan yang di sana memberikan uang ke sponsor di Jakarta, dan turun lagi ke daerah mencari calon PMI. Makanya korban rata-rata ekonomi di bawah, terlilit hutang dan posisi rentan lah, diberikan uang Rp4-Rp5 juta terima. Di situ penjualan orangnya, artinya ada perbudakan," sambung Nandang.
Polisi juga berhasil mengamankan sejumlah barang bukti di antaranya sebuah paspor RI atas nama korban SH, dua tiket pesawat maskapai Cathay Pasific dengan jadwal pemberangkatan 31 Agustus 2024 dan 1 September serta selembar pembatalan tempat tinggal (residence cancellation) atas nama SH yang dikeluarkan oleh Federal Authority for Identity, Citizenship, Custom & Port Security.
Para pasutri ini diancam dengan pasal berlapis yaitu pasal 4 UU TI no. 21 tahun 2007 tentang pemberantasan tindak pidana perdagangan orang dengan ancaman pidana minimal 3 tahun dan maksimal 15 tahun penjara. Kemudian pasal 69 jo pasal 81 UU RI no. 18 tahun 2017 tentang perlindungan PMI dengan ancaman pidana 10 tahun penjara.
(dir/dir)