Suasana sidang di Pengadilan Negeri Kelas IIB Kota Sukabumi memanas saat para korban, mayoritas dari kalangan emak-emak, meluapkan kemarahan mereka terhadap terdakwa kasus investasi bodong senilai Rp5,9 miliar.
Para terdakwa, yang menipu dengan modus gadai kontak rumah, akhirnya menerima putusan di hadapan Hakim Ketua Miduk Sinaga bersama Hakim Anggota Siti Yuristia dan Christoffel Harianja pada Senin (23/9/2024).
Ada lima terdakwa dalam kasus ini: Adrian, Heni Marlina (50), Teti Rohayati (46), Roni Mansyur (46), dan Galih Pratama (36). Direktur CV Amanah Abadi Pratama (AAP) dan otak penipuan, Hendrik (43), juga turut di sidang. Ketika hakim membacakan putusan, emosi para korban yang sudah tak terbendung meledak di ruang sidang.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Majelis hakim menganggap bahwa perbuatan terdakwa secara struktur, sistematis dan dilakukan atas inisiatif, menyadari sudah dari awal bahwa mendirikan CV untuk nyata-nyatanya dilakukan usaha rumah hunian gadaian yang nyatanya hunian gadaian tersebut tidak pernah dilakukan dan kerja sama dengan orang lain," kata Miduk saat membacakan amar putusan.
Hakim kemudian menjatuhkan hukuman empat tahun penjara kepada Hendrik, yang diikuti dengan ketukan palu. Para korban langsung bersorak, bertepuk tangan, dan mengucap syukur. "Alhamdulillah, terima hukuman itu," seru salah satu pengunjung sidang.
Euforia tak berhenti di ruang sidang. Saat para terdakwa digiring ke mobil tahanan, para emak-emak mengepung dan memukul mereka dengan sandal. Kalimat kasar dan makian terdengar dari mulut para korban. "Rampok! Bukan manusia, kalian bukan manusia," teriak salah satu emak-emak dengan penuh amarah.
Uang Hasil Penipuan untuk Hiburan Malam
Fourdie Fajar Ramadhiansyah, kuasa hukum korban, menyatakan total korban mencapai 187 orang. Para terdakwa menjanjikan keuntungan dari menempati rumah hunian secara gratis selama 1 bulan hingga 1 tahun. Kerugian yang dialami korban bervariasi antara Rp88 juta hingga Rp130 juta, dengan total kerugian mencapai Rp5,9 miliar.
Emosi para korban meluap karena mengetahui bahwa uang hasil penipuan digunakan untuk hiburan di tempat-tempat malam (THM). "Di fakta persidangan bahwa uang tersebut pernah digunakan untuk hiburan malam seperti karaoke. Setahu kami dan sepengetahuan memang belum ada yang dikembalikan karena memang asetnya sendiri tidak ada," jelas Fajar.
Meskipun tuntutan hukuman maksimal empat tahun sudah tercapai, korban masih merasa tidak puas dan berharap hukuman bisa lebih berat. "Kalau menurut kami memang sudah cukup karena berdasarkan pasal 378 tuntutan maksimalnya 4 tahun jadi memang tidak bisa lebih dan itu sudah maksimal. Namun dari korban sendiri memang tuntutannya pengen lebih di atas 4 tahun tapi kan kita nggak bisa melebihi dari tuntutan yang sudah ditentukan di dalam pasal tersebut," tambah Fajar.
Pihaknya berencana melaporkan kembali para terdakwa secara perdata untuk mengembalikan uang kerugian para korban. "Betul (laporan lain) kalau dari kami sendiri memang sudah berdiskusi dengan para korban tujuan utama kita adalah mengembalikan hak-hak para korban. Namun di sini kita masih terus berupaya untuk mencari aset-asetnya kalau misalkan sudah ada baru kita lakukan upaya hukum secara gugatan perdata," tutupnya.
(sya/yum)