Polisi Hentikan Penyelidikan Kasus Bullying di Sukabumi

Polisi Hentikan Penyelidikan Kasus Bullying di Sukabumi

Siti Fatimah - detikJabar
Selasa, 30 Jul 2024 10:58 WIB
Kapolres Sukabumi Kota AKBP Rita Suwadi
Kapolres Sukabumi Kota AKBP Rita Suwadi (Foto: Siti Fatimah/detikJabar).
Sukabumi -

Polisi menghentikan penyelidikan kasus dugaan bullying yang terjadi di salah satu sekolah swasta di Kota Sukabumi. Kasus itu dihentikan lantaran polisi menilai tidak ditemukan bukti tindak pidana.

"Ya kita sudah menghentikan penyelidikan perkara yang dilaporkan saudara D dugaan bullying anaknya L," kata Kapolres Sukabumi Kota AKBP Rita Suwadi, Selasa (30/7/2024).

Dia mengatakan, sejauh ini sudah ada 32 saksi dan empat orang ahli yang diperiksa, di antaranya ahli psikolog forensik dari UPTD PPA Provinsi Jawa Barat, dokter spesialis penyakit dalam RS Rido Galih, dokter spesialis anak RS Hermina dan dokter spesialis bedah saraf RSUD Syamsudin.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Bagus mengatakan, dari seluruh saksi yang diperiksa tidak cukup untuk menaikkan status perkara dari penyelidikan ke penyidikan. Sehingga, kata dia, dugaan bullying tersebut tidak dapat dibuktikan.

"Yang mana dalam keterangan tersebut tidak ditemukan adanya luka secara random atau luka yang mencurigakan bahwa dia terkena bullying. Bahwa itu adalah penyakit," ujarnya.

ADVERTISEMENT

Dia menjelaskan, dokter-dokter tersebut diperiksa melalui rekam medis anak L (9). Menurutnya, korban L tidak melakukan visum lantaran kejadian bullying itu diduga terjadi pada Maret 2023 dan baru dilaporkan pada Desember 2023.

"(Waktu diperiksa nggak ditemukan bukti kekerasan?) Nggak ada, kan kita periksa beberapa dokter. Kita perlu rekam medis, rekam medis tersebut tidak ditemukan karena begitu anak L ini mengalami kata orang tuanya dugaan bullying pasti kan periksa ke dokter. Nah dokter-dokter tersebut kita lakukan (pemeriksaan)," jelasnya.

Selain itu, polisi juga memeriksa psikologi korban anak. Berdasarkan penuturan ahli psikolog, keterangan korban anak seringkali berubah-ubah.

"Kita juga memeriksa UPTD psikologi juga L ini keterangannya cenderung berubah-ubah masih labil. Sehingga perkara tersebut tidak ditemukan bekas-bekas penganiayaan. Kami tidak menemukan tindak pidana sehingga kita tidak bisa menaikkan status perkara ke sidik," kata dia.

Kedua belah pihak baik itu pelapor maupun terlapor dalam hal ini kepala sekolah dan orang tua siswa sudah menerima surat perintah penghentian penyelidikan (SP3). Dia mengatakan, pihak korban sempat merasa tidak puas dengan putusan tersebut, meski demikian, apabila ada bukti baru maka kasus tersebut dapat dibuka kembali.

"Sudah menerima. Mereka ada ketidakpuasan sehingga kami mengimbau, kami sudah menghentikan namun apabila ada novum baru atau alat bukti baru tentunya akan kami buka," ucapnya.

"Apabila ada ahli atau alat bukti lain silahkan dari pihak pelapor untuk mengajukan ke kami kita akan lakukan pemeriksaan. Tidak ada batas waktu karena sejauh ini memang tidak ada novum atau alat bukti yang membuktikan bahwa itu tindak pidana," tutup Rita.

Kronologi Singkat Awal Mula Ortu Korban Laporkan Kepsek-Ortu Murid

Kasus dugaan perundungan (bullying) yang menimpa L (9) siswa kelas 3 SD swasta di Kota Sukabumi berbuntut panjang. Orang tua inisial DS (43) melaporkan dugaan kekerasan dan intimidasi. Pihak-pihak terlapor yakni orang tua murid, kepala sekolah, komite sekolah hingga guru-guru. Pelaporan itu dilakukan di Polres Sukabumi Kota pada Senin (11/12/2023) sore.

Jauh sebelum kasus bullying yang terjadi pada 7 Februari 2023 oleh dua teman seangkatannya, korban ternyata pernah mengalami perundungan pada Agustus 2022 lalu. Korban sempat mendapatkan kekerasan fisik dan psikis dari orang tua murid dan pihak sekolah.

Setelah kejadian itu, orang tua anak korban masih belum mengetahui bahwa anaknya dicederai dan kemudian anak korban kembali ke sekolah dan diduga mengalami intimidasi. Pada September 2023, orang tua korban baru mengetahui jika anaknya diduga didorong, ditindih oleh terduga pelaku anak.

Para terlapor diduga telah melanggar Pasal 76C UU Perlindungan Anak yang menyatakan siapapun yang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan, turut melakukan kekerasan terhadap anak.




(mso/mso)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads