Majelis Hakim PN Bandung menjatuhkan vonis 4 tahun 6 bulan kepada Herlan Cristoval, seorang ASN RSUD Palabuhanratu, Sukabumi. Dia dinyatakan bersalah dalam kasus korupsi insentif nakes COVID-19 yang merugikan negara senilai Rp 5,4 miliar.
Vonis untuk Herlan dibacakan Ketua Majelis Hakim PN Bandung Alex Tahi Mangatur Hamonangan Pasaribu pada Selasa (23/7/2024) sore. Herlan dinyatakan bersalah melanggar Pasal 2 Ayat 1 Jo Pasal 9 Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, sebagaimana dakwaan primair.
"Mengadili, menyatakan terdakwa Herlan Cristoval tersebut di atas terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana turut serta sebagaimana dalam dakwaan primair," kata Alex saat membacakan amar putusannya di PN Bandung, Jl LLRE Martadinata, Kota Bandung.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Menjatuhkan pidana kepada terdakwa Herlan Cristoval oleh karena itu dengan pidana penjara selama 4 tahun dan 6 bulan, dan denda sejumlah 200 juta dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar maka diganti dengan pidana kurungan selama 6 bulan," ucapnya menambahkan.
Selain pidana badan, Herlan wajib membayar uang pengganti sebesar Rp 135 juta. Uang pengganti ini dihitung setelah Herlan mengembalikan kerugian negara kasus korupsi insentif nakes senilai Rp 4,8 miliar.
"Menjatuhkan pidana tambahan kepada terdakwa Herlan Cristoval untuk membayar uang pengganti sejumlah Rp 135 juta. Jika terpidana tidak membayar uang pengganti paling lama dalam waktu 1 bulan setelah putusan ini berkekuatan hukum tetap, maka harta bendanya disita dan dilelang oleh jaksa penuntut umum untuk menutupi uang pengganti tersebut," tuturnya.
"Dengan ketentuan apabila terpidana tidak mempunyai harta benda yang mencukupi maka dipidana dengan pidana penjara selama 2 tahun," tambahnya.
Saat membacakan amar putusan, hakim mempertimbangkan hal memberatkan dan meringankan terhadap Herlan Cristoval. Hal memberatkan yaitu Herlan dianggap tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan dan pencegahan tindak pidana korupsi, dan dia telah mempergunakan hasil tindak pidana korupsi tersebut.
"Hal meringankan bahwa terdakwa bersikap sopan dan kooperatif dalam menjalani proses peradilan, terdakwa memberikan keterangan dengan berterus terang dalam persidangan, terdakwa tulang punggung keluarga, terdakwa menyesali perbuatannya dan berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya kembali," pungkasnya.
Atas putusan tersebut, Herlan maupun jaksa penuntut umum (JPU) memutuskan untuk pikir-pikir. Hakim kemudian memberikan kesempatan kepada kedua belah pihak jika berencana mengajukan banding atas vonis tersebut.
Sebagaimana diketahui, kasus ini terjadi saat Herlan masih menjabat Kepala Ruangan COVID-19 di RSUD Palabuhanratu, Kabupaten Sukabumi. Dalam dakwaan, Herlan disebut bersama Direktur RSUD dr Damayanti Pramasari, Kasi Pelayanan Wisnu Budi Haryanto dan Kepala Bidang Pelayanan Saeful Ramdan, telah merugikan keuangan negara Rp 5,4 miliar dengan cara memanipulasi nama-nama penerima dana insentif nakes COVID-19.
Dari kasus korupsi itu, kejaksaan telah menyita uang sebesar Rp 4,85 miliar dari nakes RSUD Palabuhanratu. Uang penyitaan itu nantinya akan digunakan dan dihitung sebagai pengurang dari nilai kerugian negara.
Herlan Cristoval pun didakwa melanggar Pasal 2 Ayat 1 Jo Pasal 9 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, sebagaimana dakwaan primair.
Serta Pasal 3 Jo Pasal 18 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, sebagaimana dakwaan subsidair.
(ral/mso)