Sidang praperadilan yang dilayangkan Pegi Setiawan alias Perong, tersangka kasus pembunuhan Vina Cirebon, kembali dilanjutkan. Persidangan kali ini mengagendakan keterangan saksi ahli dari pihak termohon yaitu Polda Jawa Barat (Jabar).
Dalam persidangan yang dipimpin hakim tunggal Eman Sulaeman tersebut, Tim Hukum Polda Jabar menghadirkan ahli pidana dari Universitas Pancasila, Jakarta, Prof Agus Surono. Saat menyampaikan keterangannya, Agus kemudian mengungkit tentang alat bukti yang bisa digunakan penyidik untuk menetapkan seseorang menjadi tersangka.
Dalam kasus Vina Cirebon, Agus menyatakan bahwa surat atau dokumen hingga akun Facebook bisa dikategorikan sebagai sebagai alat bukti untuk menetapkan status tersangka kepada seseorang. Hal ini Agus beberkan saat pihak termohon yaitu Polda Jabar menanyakan tentang sejumlah alat bukti seperti ijazah, rapot hingga STNK kendaraan yang telah digunakan untuk menetapkan Pegi menjadi tersangka.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kualifikasi surat itu tentu ada di dalam pasal 187 KUHP dan ada beberapa dalam huruf A, huruf B dan huruf C. Yang paling pas apa yang tadi saudara tanyakan kepada saya, itu adalah berkaitan dengan (Pasal) 187 (KUHP) huruf B-nya yaitu surat yang dibuat oleh pejabat yang mempunyai kewenangan, maka apa yang tadi ditanyakan kepada saya masuk dalam kualifikasi 187 huruf B-nya tadi," katanya di PN Bandung, Kamis (4/7/2024).
Kemudian, Polda Jabar turut menanyakan tentang surat permohonan grasi para terpidana kasus pembunuhan Cirebon yang telah dilayangkan kepada Presiden RI. Polda menyebut, dalam grasi itu, para terpidana telah telah menyadari sepenuhnya perbuatannya salah dan menyesal akibat dari perbuatannya itu.
"Apakah surat tersebut dapat dikategorikan sebagai alat bukti surat, sesuai dengan Pasal 184," ucap pihak termohon saat bertanya kepada Agus di persidangan.
"Terkait dengan yang surat jawaban dari Presiden yang berisi penolakan, itu masuk dalam (Pasal) 187 huruf B-nya tadi. Tapi kalau yang surat permohonan dari pihak pemohon mengajukan grasi, itu adalah masuk dalam kualifikasi huruf C-nya. Intinya, itu tidak masuk dalam kualifikasi yang B, karena surat permohonan yang sifatnya adalah personal pribadi begitu," terangnya.
Selanjutnya, Polda Jabar juga menanyakan tentang akun Facebook yang bisa digunakan sebagai alat bukti penetapan tersangka Pegi.
Selain soal surat, termohon juga menanyakan soal akun media sosial Facebook yang dijadikan alat bukti oleh penyidik dalam menetapkan Pegi sebagai tersangka. Agus menjelaskan, akun media sosial bisa digunakan sebagai petunjuk oleh penyidik dalam penetapan tersangka.
"Jadi memang akun Facebook itu bisa saja dikualifikasi sebagaimana alat bukti, namun tidak masuk dalam kategori surat. Tapi ini bisa dijadikan sebagai petunjuk meskipun nanti akan dikonfirmasi lagi dalam pemeriksaan pokok perkara," tuturnya.
"Kemudian akun Facebook itu nanti terkonfirmasi atau terverifikasi oleh ahli yang berkaitan dengan digital forensik misalkan. Maka, itu bisa saja sebagai dokumen atau informasi yang sifatnya elektronik dan bisa di kualifikasi sebagai alat bukti," ungkapnya menambahkan.
Selanjutnya, Agus turut menjelaskan tahapan penetapan tersangka dalam penanganan tindak pidana. Ia membeberkan, penyidik setidaknya harus memiliki dua alat bukti baik itu keterangan saksi, keterangan ahli dan surat-surat atau dokumen.
"Ada tiga yang mulia, pertama adalah saksi. Yang dimaksud dengan saksi di sini adalah saksi yang mendengar, mengetahui tentang kejadian suatu peristiwa pidana, tapi tidak hanya dimaknai sebagai saksi yang melihat, mendengar atau mengetahui tentang adanya satu tindak pidana saja," katanya.
"Berikutnya berkaitan keterangan ahli, tentu ini juga bisa dijadikan sebagai satu alat bukti, yaitu mereka yang mempunyai kualifikasi pengetahuan, kompetensi di bidang tertentu. Lalu bagaimana dengan alat bukti surat, di Pasal 187 KUHP seperti yang sudah saya jelaskan, masing-masing bisa dikualifikasi sebagai alat bukti," ucapnya menambahkan.
Apabila dua dari tiga alat bukti itu bisa dipenuhi, maka penyidik bisa meningkatkan status tersangka kepada seseorang. Penetapan itu pun menerutnya sudah dinyatakan sah secara hukum.
"Berkaitan dengan Perma Nomor 4 tahun 2016 Pasal 2 ayat 2, ketika sudah terpenuhi alat bukti yang tadi saya sampaikan, maka penetapan tersangka secara hukum adalah sah," terangnya.
Usai persidangan, Kabidkum Polda Jabar Kombes Nurhadi Handayani menyatakan keterangan Agus Surono sudah menjawab semua pertanyaan dari pihak termohon maupun pemohon. Menurutnya, keterangan ahli pidana Universitas Pancasila itu sudah menolak tuduhan yang disampaikan pihak Pegi Setiawan.
"Secara komprehensif sudah menjelaskan pertanyaan yang disampaikan oleh para pemohon maupun dari kami sendiri. Tapi puas enggaknya, nanti kami akan sampaikan dalam kesimpulan," katanya.
"Ya seperti itu kalau menaikan tersangka yang harus dipenuhi alat bukti. Bunyi undang-undangnya begitu. Jangan salahkan ahli dan penyidik, text booknya gitu. Jadi yang disalahkan undang-undangnya," pungkasnya.
Sekedar diketahui, sidang praperadilan Pegi akan dilanjutkan pada Jumat (5/7/2024) besok. Sidang akan mengagendakan kesimpulan para pihak dalam praperdilan tersebut.
(ral/yum)