Penetapan status tersangka yang menyeret nama Arsan Latif kini sedang mengguncang Kabupatan Bandung Barat (KBB). Pria yang saat ini menjabat Pj Bupati Bandung Barat, tersandung kasus korupsi proyek bangun guna serah Pasar Sindang Kasih, Cigasong, Majalengka.
Arsan Latif ditetapkan menjadi tersangka pada Rabu (5/6/2024) oleh Kejati Jawa Barat (Jabar) dalam kapasitasnya sebagai Inspektur Wilayah IV Itjen Kementerian Dalam Negeri. Saat menjalankan posisi itu, Arsan Latif ditengarai aktif menginisiasi penyusunan regulasi agar mengarahkan PT PGA sebagai pemenang lelang proyek bangun guna serah Pasar Cigasong, Majalengka.
Adapun regulasi yang dimaksud adalah Peraturan Bupati (Perbup) Majalengka tentang Pedoman Pelaksanaan Pemilihan Mitra Pemanfaatan
Barang Milik Daerah.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tapi, Arsan Latif disebut tidak memasukan ketentuan persyaratan sebagaimana yang tertuang dalam Peraturan Mendagri Nomor 19 Tahun 2016 tentang Pedoman Pengelolaan Barang Milik Daerah, dan PP Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah.
Tak hanya itu saja, Arsan Latif juga ditengarai mendapatkan setoran sejumlah uang yang ditransfer langsung ke rekening pribadi maupun keluarganya. Uang haram itu disebut berasal dari eks Kepala BKPSDM Majalengka Irfan Nur Alam dan seorang pihak swasta, Andi Nurmawan, yang sebelumnya telah lebih dulu ditetapkan menjadi tersangka.
Sehari setelah penetapan tersangka, tepatnya pada Kamis (6/6/2024), Arsan Latif menghilang entah ke mana. Arsan Latif tidak terlihat masuk kerja sebagai Pj Bupati Bandung Barat begitu namanya terseret dalam kasus tersebut.
Padahal sehari sebelumnya, Arsan Latif masih berdinas seperti biasa. Saat itu ia menghadiri beberapa kegiatan, diawali pengukuhan Kepala Desa Saguling di Kantor Kecamatan Saguling pada pukul 09.00 WIB serta menghadiri pelantikan Kepala Desa Cipatat di Gor Kandaga Desa Cipatat pada pukul 13.00 WIB.
Namun akhirnya, pada agenda launching Pilkada oleh KPU KBB di Batujajar, Rabu malam, Arsan Latif memilih tak datang. Posisinya lalu diwakilkan kepada Asisten Pemerintahan Sekretariat Daerah (Setda) KBB, Asep Sehabudin.
"Sementara sekretaris pribadi (sekpri Arsan Latif) belum ada share agenda (kegiatan dinas Arsan Latif)," kata Kepala Bagian Protokol dan Pimpinan (Prokompim) KBB, Andi Hikmat kepada detikJabar, Kamis (6/6/2024).
Arsan Latif ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan surat perintah penyidikan Kejati Jabar bernomor 1321/M.2/Fd.2/06/2024 tertanggal 5 Juni 2024. Kemudian, surat penetapan tersangka (Pidsus-18) Kajati Jabar bernomor TAP- 58/M.2/Fd.2/06/2024 tertanggal 5 Juni 2024.
Sementara itu, Asisten Pemerintahan Setda KBB, Asep Sehabudin menyebut ia dan ASN di lingkungan Kantor Pemda KBB, mengaku kaget dengan penetapan status tersangka pada Arsan Latif.
"Ya kita kan sama-sama ASN, pastinya kami juga terpukul dengan kabar itu. Tapi pelayanan dan roda pemerintahan berjalan normal sampai saat ini," kata Asep.
Menurut Asep, apa yang terjadi pada Arsan Latif sebetulnya tak berkaitan langsung dengan Bandung Barat. Sebab hal itu terjadi saat Arsan menjabat sebagai pejabat di Kementerian Dalam Negeri.
"Sebetulnya kan itu bukan saat beliau menjabat sebagai Pj bupati, jadi tidak ada kaitannya dengan Bandung Barat. Itu saat beliau menjabat sebagai Inspektur Wilayah IV Itjen Kementerian Dalam Negeri," kata Asep.
Perasaan itu tentu wajar terjadi. Sebab sebelumnya, Arsan Latif sempat diperiksa Kejati Jabar pada 23 April 2024 dari pukul 11.00 WIB sampai dengan pukul 14.30 WIB.
Bahkan, Arsan Latif saat itu memberikan keterangan kepada wartawan. Ia menyebut, kedatangannya ke Kejati Jabar berkaitan dengan kasus yang menjerat Irfan Nur Alam alias INA untuk menjelaskan sebagai inspektur.
"Periksa sama permintaan informasi itu agak mirip ya, jadi sebetulnya saya diminta memberikan penjelasan selaku inspektur pada saat itu, terkait PP 2012 tahun 2017 tentang pembinaan dan pengawasan pemerintahan daerah," kata Arsan saat ditemui di Kantor Pemerintahan Daerah KBB, Rabu (24/4/2024).
Beberapa poin yang dijelaskan oleh Arsan pada penyidik berkaitan dengan prosedur kerja sama daerah berdasarkan aturan yang berlaku, yakni PP 28 tahun 2018, kemudian soal barang milik daerah berdasarkan PP 27 tahun 2104, dan Permendagri 16 tahun 2019.
"Nah itu saya diminta menjelaskan itu oleh Kejati Jabar. Nah yang kedua, soal kebijakan pemanfaatan barang milik daerah. Barang milik daerah dalam aturan yang tadi saya jelaskan, ada 4 isinya. Ada pinjam pakai, sewa, bangun guna serah (BGS), dan kerja sama pemanfaatan (KSP)," ujar Arsan.
"Untuk yang dilakukan Majalengka itu BGS, karena sebenarnya objeknya itu tanah, bukan pasar. Karena objek kerja sama itu ada dua, ada tanah, ada tanah dan bangunan," imbuhnya.
Bahkan, Arsan Latif sempat memberikan pernyataan kepada wartawan usai ditetapkan menjadi tersangka. Ia waktu itu belum mengetahui perkara yang sedang menjeratnya.
"Saya belum terima, nanti kita serahkan saja semua mekanisme yang ada. Belum tau (soal penetapan tersangka)," kata Arsan kepada wartawan usai kegiatan di Cipatat, Rabu (5/6/2024).
Arsan menyebut ia sama sekali tidak menerima uang dari pihak terlibat bangun guna serah (Build, Operate, Transfer/BOT) Pasar Sindangkasih, Cigasong, Kabupaten Majalengka tersebut.
"Tidak ada, tidak ada (terima uang). Enggak ada, enggak ada," kata Arsan Latif.
Arsan Latif hingga sekarang memang belum ditahan. Tapi atas perbuatannya, ia terancam dijerat Pasal 5, Pasal 12 huruf e, Pasal 11 dan Pasal 12B Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, junto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
(ral/mso)