Seorang ibu bernama Adetya Yessi Seftiani (49) harus menjadi pesakitan di Pengadilan Negeri (PN) Bandung. Ia terseret dugaan kasus penggelapan dana sebesar Rp 5 miliar, yang notabene uang itu merupakan milik mantan pacarnya berinisial SG.
Di pengadilan, Adetya telah didakwa melanggar Pasal 372 KUHP tentang Penggelapan, serta Pasal 378 KUHP tentang Penipuan. Dakwaan itu telah dibacakan jaksa penuntut umum (JPU) pada Selasa (7/5) pekan lalu.
Hari ini, Selasa (14/5/2024), Adetya melalui kuasa hukumnya menyampaikan nota keberatan atau eksepsi terhadap dakwaan jaksa di PN Bandung. Ia menilai bahwa dakwaan tidak cermat karena tidak menjelaskan bagaimana status hubungan antara Adetya dengan mantan pacarnya, SG.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Intinya Kami keberatan dengan surat dakwaan jaksa yang dibacakan minggu lalu, karena dalam surat dakwaan itu mencantumkan uraian yang tidak lengkap dan tidak cermat. Ada beberapa fakta yang tidak dijelaskan misalnya, bagaimana hubungan terdakwa dengan saksi SG yang mengaku sebagai korban dalam perkara ini," kata pengacara Adetya, Nico Sihombing usai persidangan di PN Bandung.
Perkara ini bermula saat Adetya dilaporkan ke polisi pada akhir 2023 atas tuduhan penipuan dan penggelapan uang Rp 5 miliar milik kekasihnya saat itu, SG. Keduanya, diketahui telah menjalin hubungan asmara sejak 2015 yang lalu.
Menurut Nico, uang miliaran rupiah tersebut diberikan SG kepada kliennya secara sukarela untuk biaya hidup dan berbagai keperluan pribadi. Kemudian, SG juga membelikan rumah kepada Adetya seharga Rp 11 miliar di wilayah Pasirkaliki, Kota Bandung.
Setelah menjalin asmara, Adetya dikaruniai seorang anak laki-laki dari hubungan bersama SG. Tapi, setelah sang anak berusia 9 bulan, SG malah pergi tanpa memberikan kabar dan menghilang dari kehidupannya.
Setelah lama menghilang, SG lalu muncul kembali ke kehidupan Adetya. Tapi yang terjadi selanjutnya, Adetya malah dilaporkan atas tuduhan penipuan dan penggelapan uang milik SG senilai Rp 5 miliar. Adetya lalu ditetapkan menjadi tersangka dan perkaranya lalu bergulir di persidangan.
"Jadi kalau dibilang ada penggelapan, ini jadi pertanyaan. Ada dugaan kuat ini hanyalah terbakar rasa cemburu. Saksi SG cemburu karena dugaan menurut keterangan klien kami, terdakwa Aditya dekat dengan seseorang," ucap Nico.
Nico bersedia mendampingi perkara yang sedang dialami Adetya karena dulu pernah berhadapan dengan SG di kasus yang serupa. Waktu itu pada 2019, SG melaporkan mantan kekasihnya berinisial MH, hingga kasusnya berlanjut ke PN Jakarta Pusat atas tuduhan penggelapan.
Namun dari serangkaian proses pembuktian, klien Nico saat itu, MH, divonis bebas oleh majelis hakim. Tuntutan JPU kepada MH atas dugaan penggelapan dinyatakan tak terbukti oleh pengadilan.
"Jadi perkara yang dialami Adetya ini sama persis dengan yang dialami klien kami terdahulu. Itu semua terbukti dalam putusan. Ini yang sekarang kan tidak ada hubungan perkawinan suami istri, tinggal bersama, dibelikan rumah, dibelikan mobil, kalau klien dulu dikasih emas tiga kilogram," ungkapnya.
"Di klien yang dulu kasusnya juga sama. Ketika hubungan sudah tidak harmonis, ada rasa cemburu, saksi marah, akhirnya klien kami yang terdahulu dilaporkan ke kepolisian. Tapi akhirnya klien kami itu diputus tidak terbukti, artinya bebas. Sekarang persis sama kasusnya," tambahnya.
Dengan perkara yang pernah Nico tangani, pihaknya ingin Hakim PN Bandung bisa jeli melihat kasus ini. Sebab menurutnya, jika merujuk kepada putusan terdahulu yang notabene perkara serupa, hakim bisa mengambil keputusan membebaskan Adetya dari seluruh dakwaan.
"Kita tidak ingin ada korban yang lain, ada Adetya yang lain. Bahkan kami menduga, ada perempuan lain yang jadi korban tapi mereka tidak berani untuk speak up," ucapnya.
"Intinya, majelis hakim harus terbuka bahwa perkara ini butuh atensi, butuh perhatian. Kami yakin ini adalah kriminalisasi. Kami juga sudah minta supaya ada penanggungan penahanan atau pengalihan jenis penahanan. Minggu kemarin sudah kami ajukan, dan sudah dipertimbangkan majelis," pungkasnya.
(dir/dir)