Ada Perintah Atasan di Kasus Korupsi Dana Insentif Nakes RSUD Palabuhanratu

Ada Perintah Atasan di Kasus Korupsi Dana Insentif Nakes RSUD Palabuhanratu

Rifat Alhamidi - detikJabar
Senin, 18 Mar 2024 15:51 WIB
Sidang dakwaan korupsi insentif nakes RSUD Palabuhanratu di Pengadilan Tipikor Bandung, Senin (18/3/2024).
Sidang dakwaan insentif Nakes (Foto: Rifat Alhamidi/detikJabar).
Bandung -

Herlan Cristoval kini jadi pesakitan di pengadilan. ASN yang pernah menjabat Kepala Ruangan COVID-19 di RSUD Palabuhanratu, Kabupaten Sukabumi itu didakwa melakukan korupsi pada anggaran insentif tenaga kesehatan atau nakes, yang merugikan negara hingga Rp 5,4 miliar.

Dalam dakwaan yang dibacakan Jaksa Penuntut Umum (JPU) di Pengadilan Tipikor Bandung, Senin (18/3/2024), aksi korupsi yang Herlan lakukan ternyata tidak sendirian. Ia mendapat perintah dari atasannya supaya memanipulasi nama penerima, mengumpulkan uang pencairan, serta membagi-bagikan uang tersebut.

Semuanya bermula pada Juni 2020 lalu. Herlan yang pada saat itu menjabat Kepala Ruangan COVID-19, mengusulkan dalam rapat internal kepada Direktur RSUD Palabuhanratu dr Damayanti Pramasari, supaya mengajukan anggaran insentif tenaga kesehatan atau nakes yang menangani Corona.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Hasil rapat pun memutuskan supaya disediakan uang kas bagi operasional rumah sakit selama penanganan COVID-19 yang bersumber dari penerimaan dana insentif nakes. Usulan itu disetujui Damayanti, yang sumbernya diambil dari dana insentif bagi nakes maupun nonnakes yang tidak menangani COVID.

Sebelum usulan itu diajukan, Herlan bersama Kasi Pelayanan RSUD Palabuhanratu Wisnu Budi Haryanto meminta, seluruh ruangan untuk menyampaikan usulan nama nakes yang akan mendapat dana insentif. Nama-nama nakes itu kemudian direkap untuk diusulkan mendapat dana insentif.

ADVERTISEMENT

"Kemudian setelah nama-nama dari kepala instalansi yang sudah diterima terdakwa, dilakukukan perekapan. Dan hasil hasil perekapan itu diserahkan kepada saksi Indriyani untuk dimasukan ke dalam dokumen pengajuan," kata JPU saat membacakan dakwaan Herlan Cristoval.

Selanjutnya, dokumen pengajuan nama nakes yang akan menerima insentif itu disampaikan ke Kepala Bidang Pelayanan RSUD Palabuhanratu, Saeful Ramdan. Dari Saeful, dokumen tersebut lalu diserahkan ke Damayanti dan disahkan, kemudian dilayangkan ke Dinkes Kabupaten Sukabumi.

Singkat cerita, pengajuan nama-nama nakes yang telah direkayasa itu akhirnya disetujui. RSUD Palabuhanratu total mendapat dana insentif nakes sebesar Rp 5,4 miliar yang bersumber dari APBD dan APBD Kabupaten Sukabumi.

Herlan kemudian meminta kembali dan mengumpulkan dana insentif itu dari 137 nakes yang tidak menangani COVID-19. Mereka masing-masing kemudian hanya diberi uang Rp 150 ribu dari Herlan.

Adapun rinciannya, Herlan mengumpulkan dana insentif dari nakes yang tidak menangani COVID sebesar Rp 1,3 miliar, dana yang dikumpulkan dari para staf atas perintah Damayanti dan Saeful Rp 2,1 miliar, serta untuk membayar 70 nakes sebesar Rp 1,95 miliar yang melebihi ketentuan.

"Bahwa perbuatan terdakwa Herlan Cristoval bersama saksi Damayanti, saksi Wisnu dan saksi Saeful, dari hasil pengumpulan uang insentif nakes COVID-19 maupun nakes yang tidak menangani COVID-19, terdakwa (mendapat uang) sebesar 167 juta, dan nakes RSUD Palabuhanratu sebesar Rp 5,23 miliar.

"Bahwa perbuatan terdakwa Herlan bersama saksi Damayanti, saksi Wisnu, dan saksi Saeful telah merugikan keuangan negara Rp 5,4 miliar, yang terdiri dari Pembayaran insentif kepada 137 nakes yang tidak menangani covid Rp 3,4 miliar, pembayaran insentif 70 nakes yang menangani pasien COVID-19 namun melebihi dari ketentuan yang berlaku dengan nilai kerugian Rp 1,95 miliar.

Dari kasus korupsi itu, kejaksaan telah menyita uang sebesar Rp 4,85 miliar dari nakes RSUD Palabuhanratu. Uang penyitaan itu nantinya akan digunakan dan dihitung sebagai pengurang dari nilai kerugian negara.

Herlan Cristoval pun didakwa melanggar Pasal 2 Ayat 1 Jo Pasal 9 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, sebagaimana dakwaan primair.

Serta Pasal 3 Jo Pasal 18 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, sebagaimana dakwaan subsidair.

(ral/mso)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads