Persidangan kasus korupsi Bandung Smart City jilid II kembali dilanjutkan. Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK menghadirkan terdakwa bos PT Manunggaling Rizki Karyatama Telnics atau PT Marktel, Budi Santika, untuk dimintai keterangannya.
Saat diperiksa di Pengadilan Tipikor Bandung, Rabu (21/2/2024), Budi Santika kemudian membeberkan kronologi pertemuannya dengan mantan Sekdishub Kota Bandung Khairul Rijal hingga tercetuslah perintah pemberian fee untuk atensi dewan. Dalam 4 kali pertemuan itu, ada 15 paket proyek dengan nilai pekerjaan sebesar Rp 6,2 miliar untuk digarap PT Marktel tapi dengan syarat fee sebesar 25 persen.
"Persisnya tuh Pak Rijal bilang akan ada perubahan, dan ini juga merupakan atensi dewan. Tapi mohon maaf, memang saya menanggapinya 'ini semua kan belum tentu (benar),' jadi nggak usah terlalu mendalami. Lebih ke arah solusi (dari) masalah di persimpangan," kata Budi dalam sidang dengan agenda pemeriksaan terdakwa di Pengadilan Tipikor Bandung.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
JPU KPK kemudian menanyakan alasan Budi bersedia menyiapkan fee yang diminta Rijal tersebut. Padahal dalam catatan JPU, PT Marktel merupakan perusahaan penyedia alat pemberi isyarat lalu lintas (APILL) di berbagai wilayah Kota Bandung dengan kualitas yang mumpuni.
Budi lantas menjawab bahwa ia tak bisa menolak perintah untuk menyediakan fee itu. Budi sempat berpesan kepada Rijal supaya lebih fokus kepada proyek yang hendak dikerjakan, tetapi pesan itu sepertinya tidak diindahkan oleh mantan Sekdishub Kota Bandung tersebut.
"Ya, saya tidak kuasa menolaknya," ujar Budi menjawab pertanyaan jaksa.
Pertemuan dengan Rijal
Budi juga mengungkapkan soal pertemuan dengan Rijal. Pertemuan itu terjadi sebanyak empat kali. Budi baru mengetahui niatan Rijal untuk bertemu setelah diceritakan oleh anaknya.
Usai momen itu, akhirnya Budi dan Rijal kembali bertemu dalam berbagai kesempatan, seperti di acara workshop Triple Helix di ATCS Bandung dan PT. Marktel. Obrolan yang terjadi pun beragam, mulai dari teknologi baru yang dimiliki oleh Marktel, tawaran untuk pengerjaan proyek baru, sampai akhirnya muncul istilah 'atensi dewan' atau fee sebesar 25 persen untuk setiap paket pengadaan.
"Persisnya tuh Pak Rijal bilang akan ada perubahan, dan ini juga merupakan atensi dewan. Tapi mohon maaf, memang saya menanggapinya 'ini semua kan belum tentu (benar),' jadi nggak usah terlalu mendalami. Lebih ke arah solusi (dari) masalah di persimpangan," ungkap Budi.
Usai persidangan, JPU KPK Tony Indra mengatakan, dari hasil persidangan tersebut, terungkap modus penyerahaan uang kepada sejumlah anggota DPRD Kota Bandung dengan kode 'atensi dewan'. Adapun uang yang harus disiapkan yaitu sebesar 10 persen dari nilai proyek yang digarap PT Marktel.
"Ada atensi dewan yang diminta, 10 persen. Ditambah dengan kebiasaan sebelumnya 10-15 persen," kata Tony Indra.
Menurut Tony, sejumlah anggota DPRD yang diduga menerima setoran uang tersebut berasal dari Komisi C. Mulai dari Yudi Cahyadi selaku Ketua Komisi C, Riantono, Riana, Fery Cahyadi hingga Wakil Ketua DPRD Kota Bandung Achmad Nugraha.
"Nama-nama itu ada disebut, dan nanti akan kami dalami lagi," pungkasnya.
Sekedar diketahui, dalam kasus ini, JPU KPK telah mendakwa Direktur Komersial PT Marktel Budi Santika memberikan suap sebesar Rp 1,3 miliar. Uang haram itu ia sediakan untuk bisa menggarap sejumlah proyek di Dinas Perhubungan melalui tangan Khairul Rijal.
Akibat perbuatannya, Budi Santika didakwa melanggar Pasal 5 ayat (1) Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP. Serta Pasal 13 Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.
(dir/dir)