Polisi membongkar praktik aborsi secara online di Bandung. Praktik tersebut dilakukan menggunakan secara online menggunakan obat-obatan.
Hasilnya, dua pria, yaitu SM alias Dede (30) dan RI alias Iwan (28), ditangkap di dekat Gerbang Tol Soroja, Desa Parungserab, Kecamatan Soreang, Kabupaten Bandung, Senin (6/11/2023). Kemudian langsung ditetapkan sebagai tersangka.
Kapolresta Bandung Kombes Kusworo Wibowo mengatakan SM menipu konsumennya dengan mengatasnamakan dokter. Kemudian Dede melakukan penjualan obat-obatan tanpa resep dokter.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kami berhasil mengungkap kasus aborsi ilegal yang dilakukan oleh seseorang yang bukan dokter, namun mengatasnamakan dirinya dokter dan menjual obat-obat terlarang yang seharusnya diperjualbelikan berdasarkan resep dokter," ujar Kusworo, di Mapolresta Bandung, Senin (6/11/2023).
Peristiwa tersebut bermula saat tersangka SM membuka akun Facebook pada 23 Oktober 2023. Ia lalu menawarkan jasa konsultasi aborsi secara online.
"Sehingga banyak yang tergabung dalam group Facebook tersebut. Kemudian bertukar nomer WA dan di konsultasikan via WA," jelas Kusworo.
Kusworo menjelaskan, tersangka SM memandu korbannya melalui aplikasi pesan WhatsApp. Pemanduan tersebut dilakukan sampai korbannya mengeluarkan janin.
"Bagaimana cara mengonsumsinya, kemudian setelah keluar (janin), fotonya di kirim kepada tersangka dan dibimbing oleh tersangka melalui WA," jelasnya.
Raup cuan berlipat. Simak di halaman selanjutnya.
Pihaknya mengungkapkan tersangka Dede telah melakukan aksinya sejak 2021 silam. Korbannya pun berasal dari berbagai daerah. "Hasil pemeriksaan hp-nya ada 20 korban, tiga di antaranya dari daerah Bandung, sisanya dari luar, ada yang dari Kupang, Sumatra, dan berbagai tempat lainnya," ucapnya.
Menurutnya, Dede mendapatkan obat-obatan tersebut dari tersangka RI. SM membeli sebanyak 12 strip dengan harga Rp 2,5 juta. "Namun tersangka SM menjual dengan harga 1 strip Rp 1,5 juta kepada para korbannya," bebernya.
Kusworo menambahkan obat tersebut digunakan untuk maag akut. Hal tersebut diketahui setelah dilakukan pengecekan yang dilakukan oleh IDI Kabupaten Bandung.
"Obat ini hanya untuk maag akut atau untuk mengeluarkan seandainya ada jaringan yang tertinggal pasca melahirkan. Jadi kalau sudah melahirkan, terus ada pendarahan ternyata ada jaringan yang tersisa dalam rahim maka obat ini bisa difungsikan untuk membersihkan jaringan tersebut," ucap Kusworo.
"Bahannya adalah ketika mengkonsumsi obat ini, namun ternyata jaringan itu tidak keluar maka bayi nya itu kemungkinan cacat. Kemudian seandainya itu keluar janinnya kemudian terjadi infeksi dan bisa membahayakan si Ibu Hamil," tambahnya.
Atas perbuatannya tersangka dikenakan Pasal 435 UU Kesehatan, yaitu barang siapa tidak sesuai dengan keahlian atau kewenangannya melakukan praktik farmasi atau menyediakan fasilitas farmasi tanpa izin, ancaman hukumannya minimal pidana penjara 5 tahun, maksimal 12 tahun pidana penjara.
Sementara itu, Dede mengaku melancarkan aksinya sejak 2021. Dia menjalankan aksinya secara online di sosial media hingga aplikasi pesan WhatsApp. Namun Dede menepis dirinya mengaku sebagai dokter secara langsung. Ia hanya memakai nama dalam WhatsApp sebagai dokter.
"Saya tidak mengaku langsung sebagai dokter. Cuma saya namakan di WA itu dokter, dengan (nama) Dr. Ganesha, SM," ujar Dede.
Dede mengatakan tahu cara aborsi menggunakan obat-obatan tersebut dari internet. Dari situ ia 'berkembang' hingga mendapatkan korban ratusan orang. "Saya pandu korban (lewat WA), berdasarkan informasi dari Google. Dari tahun 2021 korban ada 100 lebih," katanya.
Dia mengaku mendapatkan obat-obatan tersebut dari tersangka RI. Kemudian dijual kepada para korbannya dengan harga berkali-kali lipat. "Harga jual Rp 1,5 juta. Cuma per butirnya saya jual Rp 150 ribu. Saya beli dari RI 12 strip Rp 2,5 juta," bebernya.
Respons IDI
Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Kabupaten Bandung buka suara terkait adanya praktik aborsi online di Bandung. Apalagi salah satu tersangka dengan inisial SM alias Dede (30) berpura-pura sebagai dokter gadungan.
Dokter gadungan tersebut melakukan aborsi kepada korbannya dengan memberi obat Mipros misoprostol dan Cytotec Misoprostol. Obat tersebut digunakan dengan tidak semestinya.
Anggota IDI Kabupaten Bandung, Dr Rois mengatakan seharusnya resep tersebut digunakan untuk dokter kebidanan dan dokter medis. Sehingga tidak bisa digunakan untuk orang sembarangan.
"Jadi tidak boleh dan diperuntukkan pada kondisi tertentu supaya tidak terjadi pendarahan, sementara ini digunakan untuk yang lain, sehingga ini kena pasal," ujar Rois, di Mapolresta Bandung, Senin (6/11/2023).
Rois menjelaskan obat tersebut bisa digunakan untuk penyakit lainnya. Namun menurutnya hal tersebut harus tetap digunakan sesuai anjuran dokter di rumah sakit.
"Nah itu betul-betul akut, ini betul-betul sudah keluar dari aturan medisnya, kalau di kebidanan untuk menghentikan pendarahan, dan jaringan sisa itu. Tapi ini malah digunakan untuk pengguguran kandungan," katanya.
Menurutnya dengan penggunaan obat tersebut akan terjadi infeksi dan pendarahan. Bahkan bisa menyebabkan korbannya meninggal dunia. "Ya pendarahan kalau syok bisa meninggal, infeksi kalau menyeluruh sama juga. Ujung-ujungnya harus ke rumah sakit," jelasnya.