Ricky Gustiadi Utang Rp 50 Juta demi Tutupi Setoran Dishub Bandung

Ricky Gustiadi Utang Rp 50 Juta demi Tutupi Setoran Dishub Bandung

Rifat Alhamidi - detikJabar
Rabu, 20 Sep 2023 16:30 WIB
Ilustrasi Hukum
Ilustrasi sidang (Foto: detikcom/Ari Saputra)
Bandung -

Sidang kasus suap yang menjerat mantan Wali Kota Bandung Yana Mulyana dkk mengungkap fakta baru. Ricky Gustiadi, pejabat yang pernah menjadi Kadishub ternyata memiliki utang Rp 50 juta ke koperasi untuk menutupi kekurangan uang setoran dari Dinas Perhubungan.

Fakta tersebut diungkapkan Kasubbag Keuangan Dishub Kota Bandung Kalteno saat menyampaikan kesaksiannya di Pengadilan Tipikor Bandung, Rabu (20/9/2023). Kalteno mengatakan, Ricky sampai berutang demi memenuhi setoran ke sejumlah pejabat teras Pemkot Bandung yang salah satunya berupa THR menjelang lebaran.

"Jadi kalau kurang (uang setorannya), itu biasanya pinjam ke koperasi. Itu Pak Ricky yang pinjam," kata Kalteno di hadapan Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Di persidangan, Kalteno mengaku mulai ditugaskan Ricky mengumpulkan uang dari bidang-bidang Dishub untuk keperluan setoran itu. Pada 2020, seingatnya total Rp 1,07 miliar terkumpul dan pada 2021 terkumpul Rp 805 juta.

Namun ternyata, menurut Kalteno, uang yang dikumpulkan itu kadang kekurangan. Ricky kemudian berutang ke koperasi Dishub Kota Bandung bernama Koperasi Pelangi yang kini masih tersisa Rp 50 juta.

ADVERTISEMENT

"Itu totalnya semua masih punya utang Pak Ricky Rp 50 juta, pak," ucap Kalteno.

Setelah dimintai keterangan oleh JPU KPK Ketua Majelis Hakim Hera Kartiningsih itu tertarik setelah mendengarkan kesaksian Kalteno. Hera pun kemudian menanyakan kembali soal urusan utang yang dilakukan Ricky Gustiadi tersebut.

"Terus sekarang, apakah utangnya udah dibayar, pak?," tanya Hera kepada Kalteno.

"Belum, Yang Mulia. Utangnya belum dibayar karena enggak ada uangnya," timpal Kalteno.

"Lah, emang enggak ditagih ke Pak Ricky-nya. Kan ini koperasi dinas, pak?," tanya Hera lagi.

"Enggak tahu yang mulia kalau itu," ucap Kalteno.

Sebagaimana diketahui, dalam kasus ini, Yana Mulyana, Kadishub Dadang Darmawan dan Sekdishub Khairur Rijal telah didakwa menerima suap total senilai Rp 2,16 miliar. Uang suap tersebut berasal dari 3 perusahaan yang menggarap sejumlah proyek di Dishub Kota Bandung.

Adapun rinciannya, Sekdishub Kota Bandung Khairur Rijal memiliki keterlibatan penerimaan suap paling besar di kasus tersebut yaitu senilai Rp 2,16 miliar. Sementara Dadang dan Yana, disinyalir terlibat dalam penerimaan suap Rp 300 juta dan Rp 400 juta.

Uang suap pertama berasal dari Benny dan Andreas Guntoro selaku Direktur dan Vertical Manager Solution PT Sarana Mitra Adiguna (SMA). Dari keduanya, Rijal bisa mendapatkan duit haram senilai Rp 585,4 juta.

Kemudian penerimaan duit haram kedua berasal dari Direktur Komersial PT Manunggaling Rizki Karyatama Telnics atau PT Marktel, Budi Santika, sebesar Rp 1,388 miliar. Uang miliaran tersebut diberikan supaya perusahaan ini bisa menggarap 15 paket pekerjaan berupa pemeliharaan flyover, kamera pemantau hingga alat traffic controller di Dishub Kota Bandung senilai Rp 6,296 miliar.

Penerimaan terakhir berasal dari Direktur PT Citra Jelajah Informatika (CIFO) Sony Setiadi senilai Rp 186 juta. Dalam dakwaannya, Titto menyebut duit haram itu mengalir kepada Yana Mulyana Rp 100 juta dan Rp 86 juta untuk keperluan THR staf Dishhub Kota Bandung.

Selain suap, JPU KPK juga mendakwa ketiganya menerima gratifikasi. Adapun rinciannya yaitu, Rijal menerima uang haram senilai Rp 429 juta, 85,670 Bath Thailand, SGD 187, RM 2.811, WON 950.000 dan 6.750 Riyal.

Sementara Dadang, didakwa menerima gratifikasi sebesar Rp 475 juta. Sedangkan Yana, didakwa mendapat gratifikasi Rp 206 juta, SGD 14.520 Yen 645.000 USD 3.000 dan Bath 15.630. Kemudian, Yana didakwa menerima gratifikasi berupa sepasang Sepatu merk Louis Vuitton tipe Cruise Charlie Sneaker.

Ketiganya masing-masing didakwa melanggar Pasal 12 huruf a Jo Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, sebagaimana dakwaan komulatif kesatu alternatif pertama.

Serta Pasal 11 Jo Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, sebagaimana dakwaan komulatif kesatu alternatif kedua.

Dan Pasal 12B Jo Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP, sebagaimana dakwaan komulatif kedua.

(ral/iqk)


Hide Ads