Setoran Duit Dishub ke Pejabat Pemkot Bandung Nyaris Tembus Rp 2 M

Setoran Duit Dishub ke Pejabat Pemkot Bandung Nyaris Tembus Rp 2 M

Rifat Alhamidi - detikJabar
Rabu, 20 Sep 2023 12:24 WIB
Sidang suap Yana Mulyana.
Sidang suap Yana Mulyana (Foto: Rifat Alhamidi/detikJabar).
Bandung -

Sidang kasus suap proyek Dishub Kota Bandung yang menjerat mantan Wali Kota Yana Mulyana cs kembali dilanjutkan. Dalam persidangan tersebut, terungkap nominal dana yang sudah dialirkan mencapai hampir Rp 2 miliar yang sebagian besar bersumber dari fee proyek Dinas Perhubungan.

Fakta ini terungkap saat 4 pegawai Dishub dihadirkan sebagai saksi di Pengadilan Tipikor Bandung, Rabu (20/9/2023). Keempatnya adalah Kasubbag Keuangan Kalteno, Staf Dishub Nur Aini Ismail Baranuri serta 2 PHL Dishub Asep Gunawan dan Nadya Nurul Anisa.

Kalteno diperiksa terlebih dahulu oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK. Di persidangan, Kalteno mengatakan ia mulai ditugaskan oleh mantan Kadishub Kota Bandung Ricky Gustiadi pada 2020 untuk mengumpulkan sejumlah uang dari bidang-bidang Dinas Perhubungan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Saksi apakah pernah diperintah mengumpulkan fee dari bidang atau kontraktor?" tanya JPU KPK Titto Jaelani kepada Kalteno.

"Bidang saja, pak. Pas Kepala Dinasnya Pak Ricky. Kalau mau lebaran, ada rapat. Pak Ricky bilang, kalau bidang menyerahkan, terima aja," kata Kalteno menimpali pertanyaan JPU KPK.

ADVERTISEMENT

Di tahun 2020 itu, Kalteno mengaku, uang yang terkumpul seluruhnya dari bidang-bidang di Dishub totalnya mencapai Rp 1,07 miliar. Meski awalnya tidak membeberkan darimana asal uang tersebut, Kalteno akhirnya mengakui uang yang dikumpulkan dari bidang ini sebagian besar merupakan fee 5 persen proyek yang telah dilaksanakan.

Menurut Kalteno, uang Rp 1,07 miliar pada 2020 di antaranya diperuntukkan bagi kebutuhan THR sejumlah pejabat teras di Pemkot Bandung. Kemudian ada yang disetorkan ke sejumlah anggota DPRD Kota Bandung, hingga pihak-pihak eksternal di luar Dinas Perhubungan.

"Di BAP saksi, tahun 2020 uang yang saksi telah kumpulkan Rp 1,07 miliar dan ini yang diperoleh dari bidang-bidang?," ucap Titto.

"Iya betul," tutur Kalteno.

Di tahun 2021, Kalteno kembali mendapat tugas yang sama dari mantan Kadishub Ricky Gustiadi. Namun, total uang yang ia kumpulkan dari bidang-bidang Dishub jumlahnya lebih kecil yaitu mencapai Rp 805 juta.

Seperti halnya kebiasaan pada tahun lalu, uang tersebut turut disetorkan untuk keperluan THR sejumlah pejabat teras di Pemkot Bandung. Selain itu, kata Kalteno, anggota dewan juga turut kecipratan hingga pihak eksternal di luar Dinas Perhubungan.

"Kalau buat anggota DPRD, itu buat Komisi B dan Komisi C. Jadi buat kalau pimpinan perjalanan dinas sama makan minum. Diserahinnya ke pendamping komisi, namanya Nurul," ungkap Kalteno.

Di tahun 2022, Kalteno mengaku, tidak mendapat perintah kembali untuk mengumpulkan uang setoran dari bidang-bidang di Dishub. Ini terjadi setelah jabatan Kepala Dishub Kota Bandung berganti dari Ricky Gustiadi ke Dadang Darmawan.

Begitu juga di tahun 2023. Meski ada penyerahan THR yang bersumber dari duit setoran Dishub, Kalteno mengaku, sudah tidak dilibatkan dalam proses tersebut. Selain karena merasa terbebani, Kalteno menyebut bersyukur tidak lagi diperintahkan mengumpulkan uang dari bidang-bidang di Dinas Perhubungan.

Sebagaimana diketahui, dalam kasus ini, Yana Mulyana, Kadishub Dadang Darmawan dan Sekdishub Khairur Rijal telah didakwa menerima suap total senilai Rp 2,16 miliar. Uang suap tersebut berasal dari 3 perusahaan yang menggarap sejumlah proyek di Dishub Kota Bandung.

Adapun rinciannya, Sekdishub Kota Bandung Khairur Rijal memiliki keterlibatan penerimaan suap paling besar di kasus tersebut yaitu senilai Rp 2,16 miliar. Sementara Dadang dan Yana, disinyalir terlibat dalam penerimaan suap Rp 300 juta dan Rp 400 juta.

Uang suap pertama berasal dari Benny dan Andreas Guntoro selaku Direktur dan Vertical Manager Solution PT Sarana Mitra Adiguna (SMA). Dari keduanya, Rijal bisa mendapatkan duit haram senilai Rp 585,4 juta.

Kemudian penerimaan duit haram kedua berasal dari Direktur Komersial PT Manunggaling Rizki Karyatama Telnics atau PT Marktel, Budi Santika, sebesar Rp 1,388 miliar. Uang miliaran tersebut diberikan supaya perusahaan ini bisa menggarap 15 paket pekerjaan berupa pemeliharaan flyover, kamera pemantau hingga alat traffic controller di Dishub Kota Bandung senilai Rp 6,296 miliar.

Penerimaan terakhir berasal dari Direktur PT Citra Jelajah Informatika (CIFO) Sony Setiadi senilai Rp 186 juta. Dalam dakwaannya, Titto menyebut duit haram itu mengalir kepada Yana Mulyana Rp 100 juta dan Rp 86 juta untuk keperluan THR staf Dishhub Kota Bandung.

Selain suap, JPU KPK juga mendakwa ketiganya menerima gratifikasi. Adapun rinciannya yaitu, Rijal menerima uang haram senilai Rp 429 juta, 85,670 Bath Thailand, SGD 187, RM 2.811, WON 950.000 dan 6.750 Riyal.

Sementara Dadang, didakwa menerima gratifikasi sebesar Rp 475 juta. Sedangkan Yana, didakwa mendapat gratifikasi Rp 206 juta, SGD 14.520 Yen 645.000 USD 3.000 dan Bath 15.630. Kemudian, Yana didakwa menerima gratifikasi berupa sepasang Sepatu merk Louis Vuitton tipe Cruise Charlie Sneaker.

Ketiganya masing-masing didakwa melanggar Pasal 12 huruf a Jo Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, sebagaimana dakwaan komulatif kesatu alternatif pertama.

Serta Pasal 11 Jo Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, sebagaimana dakwaan komulatif kesatu alternatif kedua.

Dan Pasal 12B Jo Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP, sebagaimana dakwaan komulatif kedua.

(ral/mso)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads