Suap Rp 2,16 M yang Terungkap di Sidang Dakwaan Yana Mulyana dkk

Round-Up

Suap Rp 2,16 M yang Terungkap di Sidang Dakwaan Yana Mulyana dkk

Rifat Alhamidi - detikJabar
Minggu, 10 Sep 2023 16:30 WIB
Poster
Ilustrasi. (Foto: Edi Wahyono/detikcom)
Bandung -

Kasus suap yang membelit Wali Kota Bandung nonaktif Yana Mulyana, Kadishub Dadang Darmawan, dan Sekdishub Khairul Rijal akhirnya bergulir di persidangan. Ketiganya didakwa menerima suap dengan nilai total Rp 2,16 miliar.

Sidang dakwaan digelar Pengadilan Tipikor Bandung, Jalan LLRE Martadinata, Kota Bandung, Rabu (6/9/2023). Rijal punya peran mengatur duit setoran paling besar yaitu Rp 2,16 miliar, sementara Dadang dan Yana disinyalir terlibat dalam penerimaan suap Rp 300 juta dan Rp 400 juta. Duit haram itu berasal dari fee tiga perusahaan untuk mengurus sejumlah proyek di Dishub Kota Bandung selama 2022-2023.

"Bahwa berkaitan dengan pelaksanaan pengadaan tahun 2022-2023, saat terdakwa menjabat selaku PPK bersama-sama dengan Dadang Darmawan selaku Kadis Perhubungan dan Yana Mulyana selaku Wali Kota Bandung, secara bertahap menerima uang dan fasilitas yang seluruhnya berjumlah Rp 2.160.207.000," kata JPU KPK Titto Jaelani saat membacakan dakwaan untuk Rijal, Rabu (6/9/2023).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Uang suap pertama berasal dari Benny dan Andreas Guntoro selaku Direktur dan Vertical Manager Solution PT Sarana Mitra Adiguna (SMA). Dari keduanya, Rijal bisa mendapatkan duit haram senilai Rp 585,4 juta untuk memuluskan 14 paket pengadaan CCTV Bandung Smart City senilai Rp 2,4 miliar yang sedang mereka kerjakan. Setoran itu merupakan fee atau cashback proyek dan digunakan untuk keperluan perjalanan rombongan Yana dan sejumlah pejabat Pemkot Bandung ke Thailand.

Adapun modusnya, Rijal memecah paket pengadaan CCTV itu supaya digarap melalui mekanisme penunjukan langsung dengan anggaran di bawah Rp 200 juta. Benny dan Andreas kemudian menggunakan enam perusahaan untuk mengerjakan proyek penunjukan langsung tersebut.

ADVERTISEMENT

Selain pengadaan CCTV dan untuk keperluan perjalanan ke Thailand, Benny dan Andreas memberikan uang senilai Rp 85 juta kepada Rijal. Uang tersebut merupakan fee dari proyek pemeliharaan CCRoom Dishub Kota Bandung dengan anggaran Rp 194 juta.

Kemudian, penerimaan duit haram kedua berasal dari Direktur Komersial PT Manunggaling Rizki Karyatama Telnics atau PT Marktel, Budi Santika, sebesar Rp 1,388 miliar. Uang miliaran tersebut diberikan supaya perusahaan ini bisa menggarap 15 paket pekerjaan berupa pemeliharaan flyover, kamera pemantau, hingga alat traffic controller di Dishub Kota Bandung senilai Rp 6,296 miliar.

Penerimaan terakhir berasal dari Direktur PT Citra Jelajah Informatika (CIFO) Sony Setiadi senilai Rp 186 juta. Dalam dakwaannya, Titto menyebut duit haram itu mengalir kepada Yana Mulyana Rp 100 juta dan Rp 86 juta untuk keperluan THR staf Dishhub Kota Bandung.

Sementara Kadishub Kota Bandung Dadang Darmawan, didakwa menerima uang suap senilai Rp 300 juta yang berasal dari 2 petinggi PT SMA untuk keperluan bersama Yana dan Rijal saat berangkat ke Thailand. Kemudian Yana, didakwa menerima suap Rp 400 juta yang berasal dari 2 petinggi PT SMA Rp 300 juta untuk keperluan selama perjalanan ke Thailand, dan Direktur PT CIFO Sony Setiadi Rp 100 juta yang diberikan supaya Yana menyetujui proyek pengadaan ISP dilanjutkan.

"Bahwa perbuatan terdakwa bersama-sama Khairur Rijal dan Yana Mulyana menerima hadiah yaitu fasilitas sejumlah Rp 300.407.000 bertentangan dengan kewajibannya selaku penyelenggara negara," ucap Titto.

Tak hanya suap, JPU KPK juga mendakwa ketiganya menerima gratifikasi. Adapun rinciannya yaitu, Rijal menerima uang haram senilai Rp 429 juta, 85,670 Bath Thailand, SGD 187, RM 2.811, WON 950.000 dan 6.750 Riyal.

Sementara Dadang, didakwa menerima gratifikasi sebesar Rp 475 juta. Sedangkan Yana, didakwa mendapat gratifikasi Rp 206 juta, SGD 14.520 Yen 645.000 USD 3.000 dan Bath 15.630. Kemudian, Yana didakwa menerima gratifikasi berupa sepasang Sepatu merk Louis Vuitton tipe Cruise Charlie Sneaker.

Ketiganya masing-masing didakwa melanggar Pasal 12 huruf a Jo Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, sebagaimana dakwaan komulatif kesatu alternatif pertama.

Serta Pasal 11 Jo Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, sebagaimana dakwaan komulatif kesatu alternatif kedua.

Dan Pasal 12B Jo Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP, sebagaimana dakwaan komulatif kedua.

Jaksa menyiapkan 65 saksi dalam persidangan tersebut. Jaksa KPK jufa sedang menelusuri keterlibatan perusahaan lain di kasus itu. Sebab, dalam dakwaan untuk Khairur Rijal, muncul dugaan pemberian suap yang berasal dari Direktur Komersial PT Manunggaling Rizki Karyatama Telnics atau PT Marktel, Budi Santika.

"Kalau untuk suap Pak Khairur Rijal, itu ada fakta baru yaitu fakta yang kita ambil dari fakta-fakta persidangan. Kemudian perkembangan dari penyidikan yaitu ada penerimaan dari Pak Budi Santika PT Marktel," kata Jaksa KPK Titto Jaelani, Kamis (7/9/2023).

Fakta yang didapat jaksa ini lah yang membuat nilai suap Yana dkk berbeda. Rijal didakwa terlibat dalam penerimaan suap Rp 2,16 miliar, Yana Rp 400 juta dan Dadang Darmawan Rp 300 juta.

"Tentu itu jadi penambah untuk jumlah suap kepada Pak Khairur Rijal," ucap Titto menambahkan.

Mengenai dugaan pemberian suap dari PT Marktel, Titto mengungkap, Jaksa KPK sedang mendalami aliran duit haram tersebut. Di persidangan nanti, ucap Titto, akan dibuktikan apakah uang suap itu mengalir ke kantong pribadi Rijal atau turut dinikmati sejumlah pejabat di Pemkot Bandung.

"Nanti kita lihat untuk perkembangnnya. Yang jelas ini kita masukan ke suap, suap dari PT Marktel," pungkasnya.

(ral/orb)


Hide Ads