Jaksa KPK Bidik Keterlibatan Pengusaha Lain di Kasus Suap Yana Mulyana Cs

Jaksa KPK Bidik Keterlibatan Pengusaha Lain di Kasus Suap Yana Mulyana Cs

Rifat Alhamidi - detikJabar
Kamis, 07 Sep 2023 14:00 WIB
Yana Mulyana, Walkot Bandung nonaktif.
Wali Kota Bandung nonaktif Yana Mulyana (Foto: Rifat Alhamidi/detikJabar)
Bandung -

Wali Kota Bandung nonaktif Yana Mulyana dan 2 mantan anak buahnya telah menjalani sidang dakwaan di Pengadilan Tipikor Bandung. Yana bersama Kadishub Kota Bandung Dadang Darmawan serta Sekdishub Khairur Rijal didakwa menerima suap dan gratifikasi di sejumlah proyek Dinas Perhubungan.

Rupanya, selain membidik korupsi di paket pengadaan proyek CCTV dan ISP Bandung Smart City, Jaksa KPK sedang menelusuri keterlibatan perusahaan lain di kasus itu. Sebab, dalam dakwaan untuk Khairur Rijal, muncul dugaan pemberian suap yang berasal dari Direktur Komersial PT Manunggaling Rizki Karyatama Telnics atau PT Marktel, Budi Santika.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kalau untuk suap Pak Khairur Rijal, itu ada fakta baru yaitu fakta yang kita ambil dari fakta-fakta persidangan. Kemudian perkembangan dari penyidikan yaitu ada penerimaan dari Pak Budi Santika PT Marktel," kata Jaksa KPK Titto Jaelani, Kamis (7/9/2023).

Fakta yang didapat jaksa ini lah yang membuat nilai suap Yana dkk berbeda. Rijal didakwa terlibat dalam penerimaan suap Rp 2,16 miliar, Yana Rp 400 juta dan Dadang Darmawan Rp 300 juta.

ADVERTISEMENT

"Tentu itu jadi penambah untuk jumlah suap kepada Pak Khairur Rijal," ucap Titto menambahkan.

Mengenai dugaan pemberian suap dari PT Marktel, Titto mengungkap, Jaksa KPK sedang mendalami aliran duit haram tersebut. Di persidangan nanti, ucap Titto, akan dibuktikan apakah uang suap itu mengalir ke kantong pribadi Rijal atau turut dinikmati sejumlah pejabat di Pemkot Bandung.

"Nanti kita lihat untuk perkembangnnya. Yang jelas ini kita masukan ke suap, suap dari PT Marktel," pungkasnya.

Sebagaimana diketahui, Yana, Dadang dan Rijal telah didakwa menerima suap total senilai Rp 2,16 miliar. Uang suap tersebut berasal dari 3 perusahaan yang menggarap sejumlah proyek di Dishub Kota Bandung.

Adapun rinciannya, Sekdishub Kota Bandung Khairur Rijal memiliki keterlibatan penerimaan suap paling besar di kasus tersebut yaitu senilai Rp 2,16 miliar. Sementara Dadang dan Yana, disinyalir terlibat dalam penerimaan suap Rp 300 juta dan Rp 400 juta.

Uang suap pertama berasal dari Benny dan Andreas Guntoro selaku Direktur dan Vertical Manager Solution PT Sarana Mitra Adiguna (SMA). Dari keduanya, Rijal bisa mendapatkan duit haram senilai Rp 585,4 juta.

Kemudian penerimaan duit haram kedua berasal dari Direktur Komersial PT Manunggaling Rizki Karyatama Telnics atau PT Marktel, Budi Santika, sebesar Rp 1,388 miliar. Uang miliaran tersebut diberikan supaya perusahaan ini bisa menggarap 15 paket pekerjaan berupa pemeliharaan flyover, kamera pemantau hingga alat traffic controller di Dishub Kota Bandung senilai Rp 6,296 miliar.

Penerimaan terakhir berasal dari Direktur PT Citra Jelajah Informatika (CIFO) Sony Setiadi senilai Rp 186 juta. Dalam dakwaannya, Titto menyebut duit haram itu mengalir kepada Yana Mulyana Rp 100 juta dan Rp 86 juta untuk keperluan THR staf Dishhub Kota Bandung.

Selain suap, JPU KPK juga mendakwa ketiganya menerima gratifikasi. Adapun rinciannya yaitu, Rijal menerima uang haram senilai Rp 429 juta, 85,670 Bath Thailand, SGD 187, RM 2.811, WON 950.000 dan 6.750 Riyal.

Sementara Dadang, didakwa menerima gratifikasi sebesar Rp 475 juta. Sedangkan Yana, didakwa mendapat gratifikasi Rp 206 juta, SGD 14.520 Yen 645.000 USD 3.000 dan Bath 15.630. Kemudian, Yana didakwa menerima gratifikasi berupa sepasang Sepatu merk Louis Vuitton tipe Cruise Charlie Sneaker.

Ketiganya masing-masing didakwa melanggar Pasal 12 huruf a Jo Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, sebagaimana dakwaan komulatif kesatu alternatif pertama.

Serta Pasal 11 Jo Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, sebagaimana dakwaan komulatif kesatu alternatif kedua.

Dan Pasal 12B Jo Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP, sebagaimana dakwaan komulatif kedua.




(ral/tey)


Hide Ads