Wali Kota Bandung nonaktif Yana Mulyana dan 2 mantan anak buahnya akhirnya diadili di persidangan. Yana beserta Kadishub Dadang Darmawan dan Sekdishub Kota Bandung Khairur Rijal didakwa menerima suap dan gratifikasi yang berasal dari sejumlah proyek di Dinas Perhubungan. Sidang digelar di Pengadilan Tipikor Bandung, Jalan RE Martadinata, Kota Bandung, Rabu (6/9/2023).
Tak tanggung-tanggung, nilai suap yang terungkap dalam sidang itu pun mencapai Rp 2,16 miliar. Duit haram itu berasal dari fee 3 perusahaan untuk mengurus sejumlah proyek di Dishub Kota Bandung selama 2022-2023.
Dalam persidangan, terungkap peran besar Rijal dalam mengatur duit setoran itu. Rijal disebut yang mengatur keseluruhan aliran uang suap Rp 2,16 miliar, sementara Dadang dan Yana disinyalir terlibat dalam penerimaan suap Rp 300 juta dan Rp 400 juta.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Uang suap pertama berasal dari Benny dan Andreas Guntoro selaku Direktur dan Vertical Manager Solution PT Sarana Mitra Adiguna (SMA). Dari keduanya, Rijal bisa mendapatkan duit haram senilai Rp 585,4 juta untuk memuluskan 14 paket pengadaan CCTV Bandung Smart City senilai Rp 2,4 miliar yang sedang mereka kerjakan. Setoran itu merupakan fee atau cash back proyek dan digunakan untuk keperluan perjalanan rombongan Yana dan sejumlah pejabat Pemkot Bandung ke Thailand.
Adapun modusnya, Rijal memecah paket pengadaan CCTV itu supaya digarap melalui mekanisme penunjukan langsung dengan anggaran di bawah Rp 200 juta. Benny dan Andreas kemudian menggunakan 6 perusahaan untuk mengerjakan proyek penunjukan langsung tersebut.
Selain pengadaan CCTV dan untuk keperluan perjalanan ke Thailand, Benny dan Andreas juga memberikan uang senilai Rp 85 juta kepada Rijal. Uang tersebut merupakan fee dari proyek pemerliharaan CCRoom Dishub Kota Bandung dengan anggaran Rp 194 juta.
Kemudian, penerimaan duit haram kedua berasal dari Direktur Komersial PT Manunggaling Rizki Karyatama Telnics atau PT Marktel, Budi Santika, sebesar Rp 1,388 miliar. Uang miliaran tersebut diberikan supaya perusahaan ini bisa menggarap 15 paket pekerjaan berupa pemeliharaan flyover, kamera pemantau hingga alat traffic controller di Dishub Kota Bandung senilai Rp 6,296 miliar.
Penerimaan terakhir berasal dari Direktur PT Citra Jelajah Informatika (CIFO) Sony Setiadi senilai Rp 186 juta. Dalam dakwaannya, Titto menyebut duit haram itu mengalir kepada Yana Mulyana Rp 100 juta dan Rp 86 juta untuk keperluan THR staf Dishhub Kota Bandung.
Sementara Kadishub Kota Bandung Dadang Darmawan, didakwa menerima uang suap senilai Rp 300 juta yang berasal dari 2 petinggi PT SMA untuk keperluan bersama Yana dan Rijal saat berangkat ke Thailand. Kemudian Yana, didakwa menerima suap Rp 400 juta yang berasal dari 2 petinggi PT SMA Rp 300 juta untuk keperluan selama perjalanan ke Thailand, dan Direktur PT CIFO Sony Setiadi Rp 100 juta yang diberikan supaya Yana menyetujui proyek pengadaan ISP dilanjutkan.
Tak hanya suap, JPU KPK juga mendakwa ketiganya menerima gratifikasi. Adapun rinciannya yaitu, Rijal menerima uang haram senilai Rp 429 juta, 85,670 Bath Thailand, SGD 187, RM 2.811, WON 950.000 dan 6.750 Riyal.
Sementara Dadang, didakwa menerima gratifikasi sebesar Rp 475 juta. Sedangkan Yana, didakwa mendapat gratifikasi Rp 206 juta, SGD 14.520 Yen 645.000 USD 3.000 dan Bath 15.630. Kemudian, Yana didakwa menerima gratifikasi berupa sepasang Sepatu merk Louis Vuitton tipe Cruise Charlie Sneaker.
Ketiganya masing-masing didakwa melanggar Pasal 12 huruf a Jo Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, sebagaimana dakwaan komulatif kesatu alternatif pertama.
Serta Pasal 11 Jo Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, sebagaimana dakwaan komulatif kesatu alternatif kedua.
Dan Pasal 12B Jo Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP, sebagaimana dakwaan komulatif kedua.
(ral/iqk)