Persidangan kasus suap Bandung Smart City kembali membongkar peran Sekretaris Dishub Kota Bandung Khairul Rijal. Pejabat eselon III ini disebut-sebut sebagai orang yang paling berperan mengatur aliran duit haram itu hingga mengalir ke kantong pribadi Yana Mulyana.
Pengakuan ini disampaikan sejumlah saksi di Pengadilan Tipikor Bandung, Rabu (2/8/2023). Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK menghadirkan 7 orang untuk diperiksa yaitu Aisyah Irna dan Rustaf Putra Hutagalung dari PT Sarana Mitra Adituna (SMA), Wiwin Wulantika Putri, Cendra Febriana dan Ilham Yudistia Nugroho dari PT Citra Jelajah Informatika (CIFO), serta Amelia Julais dan Aditya Yanuar Ismaraharja dari pihak travel yang ditunjuk untuk mengurus keberangkatan rombongan Yana Mulyana ke Thailand.
Saat Aisyah Irna selaku Staf Finance PT SMA menyampaikan kesaksiannya, terungkap ada pengeluaran uang yang tercatat dalam buku besar perusahaan. Sebagai staf yang mengurus keuangan, ia awalnya tidak mengetahui pengeluaran uang tersebut untuk apa. Belakangan ia tahu uang itu ditarik bosnya, Benny, sebagai fee proyek untuk Dishub Kota Bandung.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Iya benar pak, Rp 200 juta fee untuk Dishub kota Bandung. Saya kemudian tanyakan ke Pak Benny, (katanya) untuk fee Dishub kota Bandung. Akhirnya saya catat untuk fee Dishub Bandung," ujar Aisyah.
Setelah mendapat perintah tersebut, Aisyah kemudian mencatat pengeluaran itu di buku kas perusahaan dengan kode fee untuk Dishub Kota Bandung. Namun, Aisyah tidak mengetahui kapan uang itu diserahkan Benny yang belakangan disiapkan untuk fee kepada Sekretaris Dishub Khairul Rijal.
Peran Rijal sebagai makelar di kasus itu turut dibongkar Head Finance PT CIFO Wiwin Wulantika Putri. Ia mengatakan, ada uang yang disiapkan perusahaan sebagai fee untuk Dishub Kota Bandung yang diserahkan kepada Rijal.
Permintaan itu kata Wiwin, terjadi pada 10 April 2023. Saat itu, Sony Setiadi selaku Direktur PT CIFO memintanya untuk menyiapkan uang sebesar Rp 100 juta. Namun setelah mengecek ke brankas perusahaan, uang yang tersedia hanya sebesar Rp 86 juta.
"Pak Sony menyampaikannya hanya tolong siapkan uang, saya tanya untuk apa, kata Pak Sony udah siapin aja. Saya lalu siapkan uangnya yang ada di brangkas, adanya cuma Rp 86 juga. Terus saya konfirmasi ke Pak Sony, kata beliau yaudah enggak apa-apa," kata Wiwin.
Setelah uang tersebut disiapkan, Wiwin lalu menyerahkannya ke staf PT CIFO bernama Ilham. Ilham kemudian yang mengantar uang tersebut untuk Khairul Rijal melalui perantara Asep Gunawan yang merupakan pekerja harian lepas (PHL) di ATCS Dishub Bandung.
Dari Ilham, uang Rp 86 juta itu kemudian diserahkan kepada Asep Gunawan di parkiran Balai Kota Bandung. Belakangan diketahui uang itu merupakan fee dari pembayaran proyek ISP yang digarap PT CIFO.
Untuk diketahui, KPK telah menyeret 3 pihak swasta ke persidangan. Mereka adalah Sony Setiadi (SS) selaku CEO PT Citra Jelajah Informatika (CIFO), serta Benny (BN) dan Andreas Guntoro (AG) selaku Direktur dan Manajer PT Sarana Mitra Adiguna (SMA).
Sony didakwa telah menyuap Yana Mulyana sebesar Rp 186 juta. Uang haram itu diberikan supaya Sony bisa menggarap proyek jaringan internet atau ISP yang masuk program Bandung Smart City itu dengan nilai Rp 1,136 miliar.
Sony didakwa telah melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a UU RI No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI No 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU RI No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 64 ayat (1) KUHP, sebagaimana dakwaan pertama.
Serta Pasal 13 UU RI No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI No 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU RI No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 64 ayat (1) KUHP, sebagaimana dakwaan kedua.
Kemudian Benny dan Andreas didakwa telah menyuap Yana, Kepala Dishub Kota Bandung Dadang Darmawan dan Khairur Rijal senilai Rp 702,2 juta.
Keduanya didakwa melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a UU RI No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI No 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU RI No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Serta Pasal 13 UU RI No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI No 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU RI No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.
(ral/iqk)