Polisi memutuskan untuk menghentikan penyelidikan kasus dugaan pengeroyokan dan penganiayaan MHD (9) bocah kelas 2 SD di Kabupaten Sukabumi. Keputusan tersebut diambil setelah melakukan berbagai rangkaian tahapan penyelidikan.
Kapolres Sukabumi Kota AKBP Ari Setyawan Wibowo mengatakan, hingga saat ini pihaknya sudah memeriksa sebanyak 21 saksi dari pihak keluarga sebanyak 4 orang, 11 orang dari pihak sekolah dan teman korban serta 6 orang dari pihak rusak sakit dan puskesmas. Dia mengungkapkan, penyidik mengalami kendala selama olah tempat kejadian perkara.
"Progres pelaksanaan penyelidikan ini, bahwa kita juga selain melaksanakan pemeriksaan saksi, kita juga sudah melaksanakan olah TKP di mana pada saat olah TKP kita menemukan kendala. Apa yang disampaikan oleh saksi teman dari korban itu berbeda dengan faktanya pada saat kita melaksanakan olah TKP sehingga kita juga melibatkan ahli psikologi anak untuk mendampingi terkait dalam pemeriksaan anak dan pada saat olah TKP," kata Ari kepada awak media pada Senin (10/7/2023) malam.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lebih lanjut, pihaknya menyebut telah melakukan gelar perkara selama dua kali di Polda Jawa Barat tepatnya pada 24 Mei dan 6 Juli lalu. Ari mengatakan, sejauh ini tak ada yang melihat korban dipukuli atau dianiaya oleh terduga pelaku anak.
"Dari perkembangan penyelidikan kita terutama di pihak sekolah itu ada 11 saksi, pihak guru 3, teman-teman/kakak kelas korban 8 orang, semua tidak ada yang pernah melihat terduga pelaku yang dilaporkan itu melakukan pemukulan kepada korban. Itu fakta dari penyelidikan kita," ujarnya.
Atas dasar tersebut, pihaknya memutuskan untuk menghentikan penyelidikan sesuai prosedur. Meski demikian, kasus tersebut dapat dibuka kembali apabila ada fakta atau alat bukti baru.
"Kita akan menyampaikan kepada terlapor maupun pelapor terkait penanganan kasus ini bahwa kita akan menghentikan penyelidikan, jadi tidak naik ke tahap sidik. Apabila di kemudian hari ditemukan fakta-fakta baru, bukti-bukti baru, kita bisa membuka kembali perkara tersebut," kata Ari.
Ari mengatakan, pihak kepolisian tidak menutup kemungkinan akan membuka lagi kasus ini apabila keluarga ataupun kuasa hukum memegang alat bukti baru. Sejauh ini, kata dia, hasil pemeriksaan autopsi korban, olah TKP dan keterangan para saksi belum mengarah pada dugaan tindak pidana pengeroyokan atau penganiayaan pada anak di bawah umur.
"Intinya kita dari polisi akan bertindak profesional, sekali lagi apabila dari pihak keluarga atau lawyernya ada bukti-bukti baru kita akan buka kembali. Kita kan punya SOP, kita akan beritahukan kepada terlapor dan pelapor terkait masalah penanganan ini," sambungnya.
Proses penghentian penyelidikan saat ini masih dalam proses. Menurutnya masih ada beberapa persyaratan administrasi penetapan penghentian penyelidikan yang harus dilengkapi.
Sebelumnya, penyebab kematian bocah SD itu telah disampaikan oleh Dokter Spesialis Forensik RSUD Syamsudin dr Nurul Aida Fathia. Dia mengatakan, korban meninggal dunia disebabkan oleh penyakit yang mengakibatkan mati lemas. Luka yang ditemukan pada tubuh korban dipastikan akibat tindakan medis.
"Itu memang ada, tapi luka tersebut merupakan akibat tindakan medis. Jadi ditemukan di punggung tangan akibat infus, kemudian di pergelangan tangan, lengan bawah, dan beberapa di lengan atas ada memar itu bisa akibat dari tindakan medis," kata Nurul.
"Betul (karena sakit) mengarahnya ke penyakit karena organ dalamnya pun itu mengarah ke penyakit yang menyebabkan dia kekurangan oksigen dan mati lemas," tambahnya.
(dir/dir)