Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK merespons pihak DPRD yang disebut mengatur proyek pengadaan CCTV pada program Bandung Smart City. JPU akan mendalami kembali keterangan tersebut untuk ditambahkan dalam proses penyidikan kasus suap Wali Kota Bandung nonaktit Yana Mulyana.
"Iyah, tadi faktanya juga ternyata dari pengalihan anggaran dari Diskominfo ke Dishub itu juga ada permainan pihak dewan. Kemudian, dari segi pelaksanaan pekerjaannya juga ada banyak titipan dari (dewan)," kata JPU KPK Titto Jaelani kepada wartawan di Pengadilan Tipikor Bandung, Senin (10/7/2023).
"Nanti kita cari, ini kaitan kok banyak informasi terkait dewan, kaitannya apa sih dengan si penerima," ungkapnya menimpali kesaksian yang sempat dibeberkan 2 pegawai Dishub Kota Bandung tersebut.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Untuk diketahui, Kasi Lalu Lintas Jalan pada Dishub Kota Bandung Andri Fernando Sijabat menyampaikan keterangan bahwa anggaran pengadaan CCTV maupun jaringan internet atau ISP Bandung Smart City mengalir ke pihak DPRD. Sementara Kasi Perlengkapan Jalan pada Dishub Kota Bandung Dimas Sodik Mikail membeberkan peran DPRD dalam memuluskan proyek pengadaan CCTV untuk program Bandung Smart City.
Kesaksian dari keduanya, kata Titto, nantinya akan dilampirkan untuk tambahan berkas penyidikan kasus Yana Mulyana. Ia belum mau menyebut siapa saja pihak dewan yang menerima aliran fee tersebut.
"Kan masih berjalan (penyidikannya). Nanti kita kasih masukan (untuk penyidikan)," pungkasnya.
Sebagaimana diketahui, dalam kasus ini, 3 terdakwa sudah diadili di persidangan. Ketiganya yaitu Sony Setiadi selaku Direktur Utama PT Citra Jelajah Informatika (PT CIFO), serta Benny dan Andreas Guntoro selaku Direktur dan Vertical Solution Manager PT Sarana Mitra Adiguna (PT SMA).
Ketiga pengusaha tersebut didakwa menyuap Wali Kota Bandung nontaktif Yana Mulyana senilai Rp 888 juta. Uang haram tersebut diberikan supaya ketiganya bisa menggarap proyek pengadaan jaringan internet atau ISP dan CCTV pada program Bandung Smart City.
Sony didakwa telah menyuap Yana Mulyana sebesar Rp 186 juta. Uang haram itu diberikan supaya Sony bisa menggarap proyek jaringan internet atau ISP yang masuk program Bandung Smart City itu dengan nilai Rp 1,136 miliar.
Sony didakwa telah melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a UU RI No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI No 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU RI No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 64 ayat (1) KUHP, sebagaimana dakwaan pertama.
Serta Pasal 13 UU RI No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI No 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU RI No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 64 ayat (1) KUHP, sebagaimana dakwaan kedua.
Kemudian Benny dan Andreas didakwa telah menyuap Yana, Kepala Dishub Kota Bandung Dadang Darmawan dan Khairur Rijal senilai Rp 702,2 juta.
Keduanya didakwa melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a UU RI No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI No 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU RI No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Serta Pasal 13 UU RI No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI No 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU RI No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Respons DPRD Kota Bandung
Dikonfirmasi detikJabar, Wakil Ketua III DPRD Kota Bandung Edwin Senjaya mengaku tak tahu menahu soal maksud kesaksian tersebut.
"Saya tidak tahu ya, apa yang dimaksud mengenai ada anggaran ke anggota DPRD. Nanti mungkin bisa ditanyakan kepada pihak yang memberikan informasi itu. Dalam persidangan silahkan saja dibuka secara terang-terangan, kita lihat nanti perkembangannya kemana," ujarnya dalam sambungan telepon Senin (10/7/2023).
Edwin mengatakan bulan Mei lalu, Wakil Ketua II DPRD Kota Bandung Achmad Nugraha turut dipanggil KPK sebagai saksi. Kala itu, Achmad hanya menjelaskan pertanyaan seputar kewenangan sebagai anggota DPRD dan mengenal atau tidaknya beberapa nama tertentu.
Edwin juga mengetahui kehadiran Achmad pada KPK saat itu. Tak ada obrolan antara keduanya terkait kasus suap di tengah proyek Bandung Smart City.
"Dipanggil sebagai saksi itu kan bukan berarti otomatis bersalah ya, kemudian juga kita belum sempat ngobrol secara mendalam terkait pemanggilan itu. Nanti bisa ditanyakan kepada yang bersangkutan. Saya kira begitu," ja.
DPRD Kota Bandung memang tak punya badan pengawas secara khusus pada anggotanya. Namun Edwin menjamin setiap anggota telah memegang sumpah jabatannya masing-masing.
"Nggak ada ya (badan pengawas). Di kita ada tata tertib, kita paham ketika diangkat sebagai anggota dewan dilakukan sumpah jabatan tidak boleh melakukan hal-hal yang melanggar hukum dan kode etik sebagai anggota dewan. Sifatnya pengarahan, sering kami sampaikan dari pimpinan maupun dari ketua fraksi sebagai perpanjangan tangan partai masing-masing, anggota dewan menjaga hal tersebut. Kita juga berulang kali melakukan sosialisasi KPK yang sifatnya juga untuk pencegahan agar anggota dewan paham mana yang harus dilakukan dan mana yang tidak boleh dilakukan. Saya kira secara normatif di dewan sudah berjalan," kata Edwin dengan tegas.
Edwin pun mendorong jika ada informasi soal suap yang menyangkut para anggota DPRD Kota Bandung dapat segera dibuka kebenarannya. "Ada pun hal-hal di luar itu, yang membuat anggota dewan terjerat ke masalah hukum ya itu merupakan tanggung jawab pribadi mereka bukan merupakan kesalahan secara kolektif. Jadi saran saya kalau memang ada informasi seperti itu di persidangan, silahkan sampaikan dibuka saja di persidangan anggota dewan mana yang dimaksud kan begitu kan? Karena saya nggak ngerti siapa yang dimaksud," ucapnya.
Sementara itu, Ketua DPRD Kota Bandung Tedy Rusmawan tak banyak berkomentar. Ia hanya memastikan bahwa DPRD menghormati dan mengikuti proses persidangan.
"Kalau kita menghormati proses yang sedang berjalan, mengikuti saja apa yang sedang berproses saat ini. Saya tidak bisa komentar lebih banyak, kita hormati dan ikuti saja proses itu. Nggak ada informasi (pasca Achmad dipanggil KPK) dan saya juga nggak tahu (fee 10%)," jelasnya.
(ral/dir)