Nasib Hakim Agung Sudrajad Dimyati Kini Berakhir Dibui

Round-Up

Nasib Hakim Agung Sudrajad Dimyati Kini Berakhir Dibui

Tim detikJabar - detikJabar
Rabu, 31 Mei 2023 09:30 WIB
Suasana sidang vonis Sudrajad Dimyati
Suasana sidang vonis Sudrajad Dimyati (Foto: Rifat Alhamidi/detikJabar)
Bandung -

Sudrajad Dimyati divonis selama 8 tahun kurungan penjara. Hakim Agung MA nonaktif itu dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan menerima uang senilai SGD 80 ribu sebagai suap untuk memuluskan perkara kasasi kepailitan KSP Intidana.

Vonis untuk Sudrajad dibacakan Ketua Pengadilan Negeri (PN) Bandung Yoserizal, Selasa (30/5/2023). Sudrajad dinyatakan melanggar Pasal 12 huruf c Jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP, sebagaimana dakwaan pertama alternatif pertama.

"Mengadili, menyatakan terdakwa Sudrajad Dimyati terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama, sebagaimana dalam dakwaan alternatif pertama," kata Yoserizal di Pengadilan Tipikor Bandung, Jl LLRE Martadinata, Selasa (30/5/2023).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Menjatuhkan pindakan kepada terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara selama 8 tahun," ucap Yoserizal menambahkan.

Selain pidana badan, Sudrajad juga didenda Rp 1 miliar. Jika denda tersebut tidak dibayar, maka akan diganti dengan pidana kurungan selama 3 bulan.

ADVERTISEMENT

Terseretnya Sudrajad Dimyati bermula dari operasi tangkap tangan (OTT) KPK di lingkungan Mahkamah Agung, 19 September 2022 silam. Saat itu, ada 10 orang yang jadi tersangka atas dugaan suap pengurusan perkara yang belakangan diketahui untuk memuluskan kasasi kepailitan KSP Intidana.

Adapun 10 orang tersebut yaitu dari kalangan Mahkamah Agung, Sudrajad Dimyati, Desy Yustria, Muhajir Habibie, Albasri, Elly Tri Pangestuti dan Nurmanto Akmal. Kemudian 4 lainnya yaitu Theodorus Yosep Parera dan Eko Suparno dari kalangan pengacara serta Heryanto Tanaka dan Ivan Dwi Kusuma sebagai deposan KSP Intidana.

KPK pun menduga Sudrajad Dimyati menerima suap senilai Rp 800 juta dalam bentuk uang pecahan Dollar Singapura (SGD) sebesar 80 ribu. Uang suap ini diberikan supaya Sudrajad yang menjadi salah satu hakim di MA untuk mengabulkan kasasi kepailitan KSP Intidana yang sedang ia pegang.

Namun saat itu juga, Sudrajad Dimyati mengelak telah menerima suap. Ia berdalih 'clear' dan tidak terlibat dalam perkara OTT yang sedang ditangani KPK tersebut.

"Saya clear pak. Saya tidak tahu apa-apa," kata Sudrajat Dimyati sebagaimana dilansir dari detikNews, Jumat (23/9/2022) dini hari yang lalu.

"Saya kok nggak tahu ya," kata Sudrajat Dimyati atas penetapan dirinya sebagai tersangka. "Sekarang saya di rumah," ujarnya menambahkan.

Setelah serangkaian pemeriksaan, Sudrajad Dimyati akhirnya ditahan begitu memenuhi panggilan KPK pada Jumat (23/9/2022). Statusnya sebagai Hakim Agung juga turut diberhentikan sementara oleh MA karena dugaan terlibat dari kasus tersebut.

Singkatnya, pada Januari 2023, berkas perkara suap Sudrajad Dimyati dan tersangka lainnya telah tuntas disusun. Berkas itu kemudian diserahkan ke PN Bandung untuk disidangkan.

Rabu (15/2/2023), Sudrajad Dimyadi dihadapkan ke persidangan. Ia kemudian didakwa telah menerima suap sebesar SGD 80 ribu untuk mengabulkan perkara kasasi kepailitan KSP Intidana yang ia tangani di MA.

Uang pelicin itu sendiri berasal dari deposan KSP Intidana, Heryanto Tanaka dan Ivan Dwi Kusuma yang kini sudah berstatus terdakwa. Duit tersebut disalurkan melalui pengacara keduanya, Theodorus Yosep Parera dan Eko Suparno.

Tanaka dan Ivan sebetulnya menyiapkan uang sebesar SGD 220 ribu untuk mengurus perkara tersebut. Keduanya mempercayakan kepada Parera dan Eko supaya bisa mengawal perkara itu hingga dikabulkan.

Melalui pengacaranya, Parera dan Eko lalu tersambung dengan PNS MA Desy Yustria. Desy tergiur dan mengiyakan permintaan kedua pengacara tersebut hingga menghubungi PNS MA lainnya, Muhajir Habibie untuk meminta bantuan.

Sebelum kasasi itu dikabulkan pada 31 Mei 2022, Desy sudah menerima uang suap tersebut dari Eko Suparno di Exit Tol Grand Wisata, Tambun, Bekasi. Uang itu diserahkan karena Parera dan Eko sudah mengetahui perkara kasasi kepailitan ini dikabulkan sebelum diputus majelis hakim yang beranggotakan Sudrajad Dimyati di MA.

Desy lalu mengabarkan uang tersebut ke Muhajir yang pada saat itu juga langsung mendatangi rumahnya sekitar pukul 19.00 WIB. Desy mendapat jatah SGD 25 ribu, sementara uang sisanya dibawa Muhajir untuk dibagikan ke yang lain seperti Nurmanto Akmal, Albasri hingga ke Elly Tri Pangestuti yang merupakan asisten Sudrajad Dimyati.

Tepat sebelum uang itu dibagikan, Muhajir sudah terlebih dahulu menilap uang tersebut hingga Rp 850 juta. Elly kemudian diberi jatah Rp 100 juta. Muhajir juga memberi duit haram ke PNS MA lainnya seperti Nurmanto Akmal dan Albasri, sementara Sudrajad Dimyati diberi jatah SGD 80 ribu.

Jatah Sudrajad senilai SGD 80 ribu itu dititipkan kepada Elly. Di lantai 11 Gedung MA yang menjadi ruangan Sudrajad, uang haram itu disimpan di ruang kerjanya yang telah dibungkus di dalam goodie bag.

Sudrajad pun dipastikan sudah diterima menerima duit haram itu berdasarkan keterangan Muhajir. Saat itu, Muhajir mengaku bertemu dengan Elly di parkiran Gedung MA dan memastikan uang SGD 80 ribu sudah diterima Hakim Agung nonaktif tersebut.

"Bu Elly menyampaikan ke saya, mas sudah saya serahkan ke bapak, itu kata Bu Elly. Selesai di situ tidak ada lagi follow up pembicaraan, tenang-tenang saja, tidak ada ribut tidak komplein. Dan tidak ada pembicaraan perkara ini lagi," tutur Muhajir saat menjadi saksi atas terdakwa Sudrajad Dimyati, Selasa (21/3/2023).

Setelah serangkaian persidangan, Sudrajad Dimyati pun dihadapkan pada sidang tuntutan. Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK pada Rabu (10/5/2023), menuntut Sudrajad dengan pidana selama 13 tahun penjara dan denda sebesar Rp 1 miliar subsidair 6 bulam kurungan penjara.

Selain pidana badan, Sudrajad juga dituntut pidana uang pengganti sebesar SGD 80 ribu. Jika Sudrajad tidak mampu mengembalikan uang tersebut, maka pidana Sudrajad akan ditambah selama 4 tahun.

Merespons tuntutan tersebut, Sudrajad lalu membacakan pembelaannya pada Rabu (17/5/2023). Ia meminta kepada majelis hakim untuk dibebaskan dari seluruh dakwaan yang menjeratnya karena membantah menerima uang suap sebesar SGD 80 ribu.

"Maka (uang suap SGD 80 ribu) dapat dinyatakan tidak terbukti, oleh karenanya terdakwa harus dibebaskan dari seluruh dakwaan," kata Sudrajad.

"Berdasarkan pernyataan tersebut di atas, kami mohon kepada Yang Mulia Majelis Hakim untuk menyatakan terdakwa tidak secara sah dan meyakinkan pada dakwaan kesatu atau kedua, membebaskan dari seluruh terdakwa," ucapnya kala itu.

Namun, pledoi Sudrajad ditolak Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Bandung yang diketuai Yoserizal. Majelis tetap memutus ia bersalah dan memvonisnya dengan pidana selama 8 tahun kurungan penjara.

Majelis pun menyatakan Sudrajad telah menikmati duit hasil korupsi tersebut. Ada 3 hal yang memberatkan perbuatan Sudrajad, salah satunya dinyatakan telah menikmati duit korupsi senilai SGD 80 ribu di perkara suap KSP Intidana.

"Hal yang memberatkan, perbuatan terdakwa tidak mendukung dalam pemberantasan tindak pidana korupsi. Perbuatan terdakwa merusak citra masyarakat terhadap institusi Mahkamah Agung, dan terdakwa telah menikmati hasil tindak pidana (korupsi)," kata Yoserizal, Selasa (30/5/2023).

Adapun hal yang meringankan dalam vonis ini, Sudrajad dinyatakan sopan selama persidangan. Kemudian Sudrajad masih punya tanggungan keluarga dan belum pernah dihukum.

Sudrajad lalu melawan vonis tersebut. Ia bakal mengajukan banding setelah divonis 8 tahun kurungan penjara.

"Pak Sudrajad akan mengajukan banding," kata Pengacara Sudrajad Dimyati, Firman Wijaya usai sidang putusan di Pengadilan Tipikor Bandung, Jalan RE Martadinata.

Firman mengklaim kliennya merupakan korban dalam kasus ini. Sebab menurutnya, berdasarkan keterangan sejumlah saksi, goodie bag atau tas berisi SGD 80 ribu yang diterima Sudrajad dan menjadi barang bukti dalam kasus itu tidak pernah dihadirkan di persidangan.

"Goodie bag-nya mana, kan sampai saat ini tidak ada. Terus pakai apa, imajinasi Jadi menurut kami OTT itu barang buktinya harus jelas. Ini kesalah orang lain yang akhirnya Pak Sudrajad yang dikorbankan, kami melihatnya seperti itu," ucap Firman.

"Jadi itu kalau betul OTT, dan itu ada di goodie bag, ada uangnya, mana uangnya sekarang. Kami akan memperjuangkan upaya hukum banding. Karena ini mufakat jahatnya di orang lain tapi tanggung jawabnya dilimpahkan ke Pak Sudrajad," pungkasnya.

(ral/iqk)


Hide Ads