Analisis Kriminolog soal Ganjilnya Sikap Obay Minta Disodomi Korban

Analisis Kriminolog soal Ganjilnya Sikap Obay Minta Disodomi Korban

Siti Fatimah - detikJabar
Selasa, 09 Mei 2023 11:49 WIB
Poster
Ilustrasi (Foto: edit Wahyono)
Sukabumi -

Kasus sodomi kembali terulang di Kota Sukabumi. Anehnya, kali ini tersangka berperan menjadi 'wanita' dalam perbuatan tak pantas itu. Padahal, tersangka Obay (42) sudah menikah dan memiliki satu orang anak perempuan.

Pakar Kriminolog Universitas Padjajaran sekaligus Kepala Departemen Hukum Pidana FH Unpad Lies Sulistiani mengatakan, pernikahan yang dilakukan oleh tersangka dapat dikategorikan sebagai kedok dan hanya kamuflase belaka.

"Dia kamuflasekan dengan cara dia menikah tapi hasrat dia tidak pernah lepas terhadap anak kecil. Ini memang berdasarkan beberapa kasus yang saya tangani seperti itu," kata Lies saat dihubungi detikJabar, Selasa (9/5/2023).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Lebih lanjut, Obay disebutnya memiliki kelainan seks. Tidak menutup kemungkinan, kata dia, Obay pernah menjadi korban dalam kasus serupa.

"Hampir di banyak kasus penyimpangan seksual, bisa dipastikan si pelaku itu punya pengalaman serupa, dia pernah jadi korban di masa lampaunya. Pengalaman di masa lalu ini bukan menginspirasi tapi mendorong dia. 'Ada hal yang membuat dia penasaran' seperti apa posisi dia sebagai pelaku," ujarnya.

ADVERTISEMENT

Kasus sodomi dan pedofilia yang menyasar anak-anak ini juga turut menyita perhatian. Teori yang lazim dikemukakan kriminolog dan psikolog, yakni korban sodomi dan pedofil saat masih anak-anak berpotensi menjadi pelaku kala dewasa.

Terbukti beberapa pelaku kekerasan seksual memang memiliki riwayat menjadi korban saat kecil seperti mereka ini. Contohnya saja kasus Emon yang sempat gempar, dari menjadi korban dan berakhir sebagai pelaku.

"Yang lebih penting karena ini menyangkut korban anak dan kasus-kasus demikian kalau korban tidak ditangani dengan baik ada kekhawatiran akan mengalami trauma atau korbam kelak di kemudian hari berpotensi menjadi predator," ungkapnya.

Menurutnya, konseling dan rehabilitasi psikologinya sangat penting dilakukan hingga tuntas. "Pasti ada memori-memori buruk yang mungkin akan mengendap sampai dia kelak dewasa. Tadi saya katakan memungkinkan atau berpotensi anak ini jadi pelaku. Konseling sampai tuntas itu penting," tegasnya.

Alasan Anak jadi Sasaran Empuk Pelaku Kejahatan Seksual

Lies yang juga sempat menjabat sebagai Mantan Wakil Ketua LPSK RI periode 2008-2018 ini juga mengungkapkan alasan anak sering menjadi sasaran empuk oleh pelaku kejahatan termasuk kejahatan seksual. Menurutnya, anak remaja masuk kategori sebagai manusia yang rawan dan mudah dibujuk rayu.

"Saya kira bukan hanya untuk kekerasan seksual saja. Jadi anak itu terbilang sangat jadi sasaran empuk untuk kejahatan terutama kejahatan seksual. Dari aspek ini, dia tipe korban yang sangat memungkinkan punya kelemahan secara fisik dan pemikiran, artinya dibujuk dan dirayu orang tanpa tahu maksud akal bulus di balik itu apa," kata Lies.

Menurutnya, anak sering dimanfaatkan oleh pelaku yang memiliki kelainan seks. Proses hukjm dari mulai penyelidikan, penyidikan, penuntutan hingga penjatuhan vonis perlu dipantau ditambah dengan penanganan psikologis.

"Bukan hanya penegak hukum kepolisian saja tapi juga bagaimana korban ditangani denga baik. Katakanlah LPSK juga dilibatkan, perlindungan korbannya," tutup dia.

(mso/mso)


Hide Ads