Curhat Pilu Eks Walkot Cimahi dari Balik Jeruji Besi

Curhat Pilu Eks Walkot Cimahi dari Balik Jeruji Besi

Rifat Alhamidi - detikJabar
Senin, 17 Apr 2023 15:10 WIB
Mantan Wali Kota Cimahi Ajay M Priatna saat membacakan nota pembelaan di sidang kasus suap di PN Bandung, Selasa (4/4/2023).
Mantan Wali Kota Cimahi Ajay M Priatna saat membacakan nota pembelaan di sidang kasus suap di PN Bandung, Selasa (4/4/2023). (Foto: Rifat Alhamidi/detikJabar)
Bandung -

Mantan Wali Kota Cimahi Ajay M Priatna kembali mencurahkan isi hatinya mengenai perkara suap penyidik KPK nonaktif Stefanus Robin Pattuju atau AKP Robin. Ajay diketahui telah divonis 4 tahun penjara pada Senin (10/4/2023) lalu oleh Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Bandung.

Dilihat detikJabar, Ajay menuliskan curhatan hatinya melalui serangkaian tulisan testimoni saat berada di Rumah Tahanan (Rutan) Pondok Waru, Kota Bandung. Testimoni tersebut ditulis Ajay pada Sabtu (15/4/2023) dan berisi tidak jauh berbeda dengan nota pembelaan atau pledoi yang ia bacakan di persidangan.

Dalam suratnya, Ajay curhat ia telah dituduh Jaksa KPK bernama Tito Jaelani dan kawan-kawannya telah menyuap Robin sebesar Rp 507 juta. Ajay juga mengaku dituduh menerima gratifikasi dari PNS Cimahi Rp 250 juta.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Perkara ini, kata Ajay, lalu naik ke persidangan. Ia kemudian berdalih, dari rentang waktu 5 bulan sidang dan menghadirkan 47 saksi yang mayoritas berasal dari PNS Cimahi, Jaksa KPK lalu menuntutnya 8 tahun penjara serta uang pengganti Rp 250 juta ditambah denda Rp 200 juta. Ajay juga dituntut dicabut hak politiknya selama 5 tahun.

"Setelah mendengar tuntutan dari Jaksa Penuntut Umum seperti ini, saya meyakini semua orang akan terkejut, terutama saya, karena suatu tuntutan yang di luar akal sehat dan hati nurani, suatu tuntutan yang lebih mengedepankan rasa dendam dari pada penegakan hukum dan keadilan, padahal saya adalah korban dari penipuan dan pemerasan dari Sdr. Roni/ Stefanus Robin Pattuju," tutur Ajay.

ADVERTISEMENT

Ajay lalu menuding Tito Jaelani dan rekannya di JPU KPK tidak melihat fakta persidangan saat memutuskan tuntutan. Tudingan itu menurutnya terbukti begitu Tito menjatuhkan tuntutan 8 tahun penjara yang dinilai sebagai dendam kepadanya.

Sebagaimana dalam pledoinya terdahulu, Ajay kembali membandingkan tuntutan yang diterima dengan kasus 5 gratifikasi lain dengan nilai lebih dari Rp 1 miliar. Salah satunya kasus mantan Bupati Bogor Rachmat Yasin dengan nilai gratifikasi Rp 8,9 miliar dan telah dituntut 4 tahun oleh JPU KPK.

"Robin sudah jelas mengatakan bahwa dia hanya akal-akalan cari uang dan menipu saya. Karena tidak ada yang diperbuat sewaktu terima uang, dan kasus penipuan sudah dilaporkan oleh saya di Polda Metro Jaya, dan sedang berjalan pemanggilan saksi-saksi," ucapnya.

Selain itu, Ajay berdalih ia tidak memberikan perintah apapun kepada PNS Cimahi untuk mengumpulkan uang Rp 250 juta. Uang yang disiapkan untuk Robin itu menurut Ajay, merupakan inisiatif dari para PNS Cimahi yang dikumpulkan terlebih dahulu kepada Sekda Dikdik Suratno Nugrahawan untuk diserahkan ke Robin.

"Jadi darimana saya dapat/menerima gratifikasinya? Jangankan menikmati, nombok malah karena yang dikasih ke Sdr. Robin Rp 507 juta, sedangkan dari pak Sekda Rp 250 juta dan dari uang pribadi saya Rp 257 juta. Jadi dari mana gratifikasinya? Saya tidak menikmati uangnya untuk kepentingan pribadi," tegas Ajay.

Pada Senin (10/4/2023), Ajay divonis Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Bandung dengan hukuman 4 tahun penjara, denda Rp 200 juta dan dicabut hak politiknya selama 2 tahun. Ajay pun kecewa dengan putusan tersebut yang dianggap tidak adil untuk Ajay.

"Majelis Hakim sama sekali tidak melihat dan mempertimbangkan fakta persidangan yang merupakan fakta hukum sebagai dasar menjatuhkan putusan. Akibatnya putusan pun terkesan dipaksakan, mau membebaskan saya takut karena berhadapan dengan KPK, akhirnya dicari-cari pertimbangan supaya tetap menghukum saya, setidaknya setengah dari tuntutan Jaksa KPK," bebernya.

"Demikianlah testimoni ini saya tulis dari balik penjara, dengan sebenarnya dan dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya. Semoga masyarakat dan para pejuang keadilan yang membacanya, dapat mengetahui dan mengerti bagaimana sebenarnya penegakan hukum di negeri ini yang hanya menghakimi tapi bukan mengadili guna memberikan keadilan bagi saya dan kita semua," pungkasnya.

(ral/orb)


Hide Ads