Mantan Bupati Cirebon Sunjaya Purwadisastra didakwa menerima gratifikasi, suap dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) hingga Rp 64,2 miliar. Uang haram tersebut salah satunya diperoleh terdakwa dari setoran Deputi General Manager (GM) Hyundai Engineering & Construction Co. Ltd untuk memuluskan proyek PLTU 2 Cirebon.
Dalam dakwaannya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK menyatakan Sunjaya menerima setoran Rp 7,02 miliar pada tahun 2017-2018 supaya proyek PLTU 2 Cirebon diperlancar perizinannya. Padahal diketahui, proses pembangunan proyek itu bertentangan dengan Perda Kabupaten Cirebon No 17 Tahun 2013 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Cirebon 2011- 2031.
Semuanya bermula saat PT Cirebon Energi Prasarana (PT CEP) ditunjuk menjadi owner proyek pembangunan PLTU 2 Cirebon yang berlokasi di Kecamatan Mundu, Pangenan dan Astanajapura. PT CEP kemudian menggandeng Hyundai Engineering & Construction sebagai main contractor dari proyek itu pada 2015.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tapi sejak wacana ini bergulir, terjadi penolakan secara besar-besaran. Warga berulang kali melakukan demo dan meminta proyek PLTU 2 Cirebon dibatalkan karena tak sesuai dengan Perda RTRW saat itu. Warga juga menuntut ganti rugi pada pekerjaan pengurukan tanah di lokasi proyek tersebut.
Sampai akhirnya, para petinggi PT CEP yaitu Direktur Corporate Affair Teguh Haryono dan Direktur Utama Heru Dewanto menemui Sunjaya di Pendopo Bupati Cirebon pada 2016. Keduanya secara terang-terangan meminta kepada Sunjaya untuk memuluskan proyek PLTU 2 Cirebon, sekaligus menyerahkan uang Rp 1 miliar kepada Sunjaya untuk menangani demo warga.
Akhir 2016, kedua petinggi PT CEP itu kemudian mengajak Herry Jung dan beberapa petinggi Hyundai seperti Kim Tae Hwa dan Am Huh selaku Project Manager Cirebon 2 CFPP Project Site pada Hyundai Engineering & Construction menemui Sunjaya di rumah dinasnya. Lagi-lagi, para pihak swasta ini meminta Sunjaya untuk bisa memuluskan proyek PLTU yang sedang digarapnya.
"Dalam pertemuan tersebut, Heru Dewanto dan Teguh Haryono menyampaikan bahwa terkait pengurusan proses perijinan PT CEP selanjutnya akan dilakukan oleh Herry Jung, serta memohon agar terdakwa membantu proses perijinan tersebut dan membantu mengatasi permasalahan demonstrasi," kata JPU KPK di PN Tipikor Bandung saat membacakan dakwaan, Senin (20/3/2023).
Di pertemuan itu, disepakati setoran untuk Sunjaya yang kemudian disebut sebagai dana operasional akan diberikan AM Huh, Kim Tae Hwa dan Herry Jung. Pertemuan selanjutnya, tepatnya pada Februari 2017 kemudian berlanjut untuk membahas kesepakatan yang bisa mereka dapatkan.
Di pertemuan Februari 2017, Sunjaya hadir bersama Camat Cibeber, Kabupaten Cirebon saat itu Rita Susana Supriyanti. Di sana, Herry mengeluh kepada Sunjaya karena demo warga tak kunjung berhenti sekaligus memastikan sedang mengajukan Fatwa Rencana Pengarahan Lokasi dan perpanjangan izin lokasi PT CEP.
"Atas penyampaianHerry Jung tersebut, untuk masalah perizinan terdakwa kemudian memerintahkanDedeSudiona danMuhadi agar membantu mempercepat proses perizinan PTCEP. Sedangkan terkait permasalahan demonstrasi, pada saat itu terdakwa belummenanggapinya," tutur Jaksa.
Tapi tak lama setelah itu, Sunjaya mengeluarkan Fatwa Rencana Pengarahan Lokasi No 503/0129.02/BPPT tanggal 1 Maret 2017 dan Perpanjangan Izin Lokasi No 503/0133.03/ DPMPTSP tanggal 13 Maret 2017. Herry kemudian menyerahkan setoran yang disebut uang 'terima kasih' senilai Rp 50 juta kepada utusan yang telah ditunjuk Sunjaya yaitu Dede Sudiona dan Muhadi di kantor DPMPTSP Kabupaten Cirebon.
Untuk lebih meyakinkan Sunjaya, Herry Jung dengan Kim Tae Hwa bahkan menawari terdakwa bersama jajaran Pemkab Cirebon jalan-jalan ke Korea Selatan. Biaya liburan itu akan sepenuhnya ditanggung Hyundai supaya proyek yang sedang mereka rencanakan bisa dimuluskan perizinannya.
Tapi sebelum berangkat ke Korea, Herry dan Kim kembali menemui Sunjaya. Ia lagi-lagi meminta terdakwa untuk bisa menangani demo yang terus dilakukan warga. Dari sini lah, Sunjaya meminta fee sebesar Rp 20 miliar sebagai 'dana operasional' untuk bisa menghentikan demo warga tersebut.
"Dalam pertemuan tersebut Herry Jung dan Kim Tae Hwa kembali meminta bantuan terdakwa untuk menangani aksi demonstrasi sehingga pembangunan proyek bisa dilanjutkan. Pada saat itu Terdakwa menyampaikan 'Ya kalau mau supaya kondusif maka saya bisa meredakan, saya kan Bupati, nanti saya perintahkan semua untuk mengamankan, tapi saya kan butuh uang untuk operasional'," urai Jaksa menirukan percapakan Sunjaya.
Namun rupanya, permintaan Sunjaya dirasa terlalu besar. Para petinggi Hyundai ini kemudian menawar dengan menurunkan uang setoran sebesar Rp 10 miliar. Supaya tidak mencurigakan, setoran itu dilakukan dengan cara pembayaran kontrak pekerjaan konsultasi fiktif. Sunjaya pun langsung menyetujui usulan tersebut.
Sunjaya kemudian memerintahkan Rita Susana Supriyanti supaya memasukkan perusahaan milik menantunya Muhamad Subhan yaitu PT Milades Indah Mandiri untuk melaksanaka kontrak fiktif dengan Hyundai. Rita langsung setuju meskipun perusahaan milik menantunya bukan bergerak di bidang jasa konsultasi dan hanya perusahaan di bidang perdagangan umum.
Pada 14 Juli 2017, penandatangan proyek fiktif itu kemudian dilakukan antara perusahaan Subhan dengan Hyundai senilai Rp 10 miliar. Perusahaan Subhan pun seolah-olah mendapat tugas untuk melakukan penilaian, investigasi dan memberikan saran mengenai potensi keluhan dan koordinasi lokal di area PLTU 2 Cirebon. Atas kontrak proyek fiktif ini, Sunjaya menjanjikan Subhan menerima uang Rp 350 juta.
Setelah kontrak fiktif itu diteken, pembayaran dilakukan secara bertahap sejak Juni 2017 hingga Oktober 2018. Tahap pertama Rp 1,08 miliar yang dipotong pajak menjadi Rp 970 juta, tahap kedua Rp 2,16 miliar yang dipotong pajak menjadi Rp 1,94 miliar, tahap ketiga Rp 2,16 miliar yang setelah dipotong pajak menjadi Rp 1,94 miliar, tahap Keempat Rp 1,62 miliar yang setelah dipotong pajak menjadi Rp 1,455 miliar.
"Sehingga total penerimaan 'dana operasional' tahap pertama sampai dengan tahap keempat oleh terdakwa dari AM Huh, Kim Tae Hwa dan Herry Jung seluruhnya berjumlah Rp 7.020.000.000," ucap Jaksa.
Sebelum pencairan setoran kedua dilakukan, Sunjaya menerima undangan untuk jalan-jalan ke Korea Selatan. Ia bersama dengan istrinya kemudian didampingi Deni Syafrudin, Rita Susana Supriyanti, Mahmud Iing, Tajudin dan Sono Suprapto dan istrinya kemudian bertolak ke Korea selama 4 hari dengan semua biaya akomodasinya ditanggung Hyundai.
Atas perbuatannya, JPU KPK mendakwa Sunjaya melanggar Pasal 12 huruf a UU RI No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 65 ayat (1) KUHP.
Sekadar diketahui, KPK sebelumnya menetapkan GM Hyundai Engineering Construction Herry Jung, sebagai tersangka baru di kasus suap mantan Bupati Cirebon Sunjaya Purwadisastra. Herry dijerat dalam pengembangan kasus Sunjaya.
"Setelah menemukan bukti permulaan yang cukup, KPK meningkatkan status perkara dan menetapkan dua orang tersangka yaitu HEJ (Herry Jung) dan STN (Sutikno)," ujar Wakil Ketua KPK Saut Situmorang saat konferensi pers di Gedung KPK, Jalan Kuningan Persada, Jumat (15/11/2019) dilansir dari detikNews.
Saut menyebut Herry diduga memberi suap kepada Sunjaya senilai Rp 6,04 miliar terkait dengan perizinan PT Cirebon Energi Prasarana PLTU-2 di Kabupaten Cirebon dari janji awal Rp 10 miliar. Pemberian uang suap diduga diberikan dengan bentuk tunai dan secara bertahap.
"Pemberian uang disebut dilakukan dengan cara membuat surat perintah kerja (SPK) fiktif dengan PT MIM (Milades Indah Mandiri). Sehingga seolah-olah ada pekerjaan jasa konsultasi pekerjaan PLTU-2 dengan kontrak sebesar Rp 10 miliar," kata Saut.
Keduanya disangkakan Pasal 5 Ayat 1 huruf a atau b atau Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaiman diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi.
Namun hingga akhir 2022, Herry tak kunjung ditahan. KPK menyebut sedang mengupayakan penjemputan terhadap Herry setelah ditetapkan menjadi tersangka.
"Ini yang petinggi Hyundai, ini memang sebenarnya itu sudah mau antrean untuk segera upaya paksa," kata Deputi Bidang Penindakan KPK Karyoto kepada wartawan, Senin (5/12/2022).
"Tapi kembali saya belum bisa jelaskan secara banyak," tambahnya.
Karyoto menegaskan, GM Hyundai tersebut saat ini sudah masuk dalam opsi upaya paksa KPK. Hanya saja, Karyoto enggan membeberkan lebih lanjut perkembangannya.
"Itu sudah pada tahap upaya paksa, hanya masalah pemanggilan yang belum saya update terakhir bagaimana posisinya," tutup Karyoto.