Hukuman Doni Salmanan dilipatgandakan menjadi 8 tahun. Pakar hukum Unisba Nandang Sambas menilai diperberatnya hukuman terpidana penipuan itu suatu hal yang wajar.
"Karena punya pertimbangan lain, hakim PT memandang TPPU wajar diperberat jadi 8 tahun. Dalam kontek pandangan yuridis tak masalah," kata Nandang dikonfirmasi wartawan via sambungan telepon, Kamis (23/2/2023).
Dalam putusan banding, hakim PT Bandung juga menemukan fakta adanua unsur tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang dilakukan Doni Salmanan. Nandang berpandangan, putusan hakim banding tersebut seiring dengan adanya bukti yang dimiliki oleh jaksa penuntut umum (JPU).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Pertimbangan itu wajar saja, kalau dasar hakim tinggi berdasarkan bukti akurat yang diajukan jaksa, makanya jaksa banding, kalau jaksa merasa tidak puas atas putusan pengadilan negeri," ungkapnya.
"Punya bukti kuat, selain melakukan tindak pindana penipuan hasil penipuan nya itu dibelikan untuk lainnya, dalam rangka menurut pandangan jaksa untuk menutupi asal-usul kejahatan," tambahnya.
Soal putusan hakim yang tak mengembalikan ganti rugi kepada korban, Nandang menilai hal itu biasa terjadi.
"Kejahatan dirampas oleh negara, saya kira memang di dalam putusan tindak pidana tertentu dimungkinkan juga hasil kejahatan itu bisa diambil oleh negara," ujarnya.
Dalam kasus ini, Nandang memandang Doni Salmanan bak marketing. Dia mempromosikan dan mengajak pengikutnya untuk ikut memainkan platform Quotex tersebut.
"Kemudian, dia memperoleh keuntungan semacam persentase dari pengelola akun (aplikasi Quotex), baik persentase dia mengajak atau persentase ketika orang-orang yang ikut di dalamnya jual beli saham. Walaupun menurut saya itu gambling sih, untung-untungan judi sebenarnya," terangnya.
(wip/dir)