Grup media sosial jadi pemicu pelajar di Kabupaten Majalengka melakukan aksi pengeroyokan terhadap seorang pelajar lainnya bernama Rian Fadilah (17). Grup yang diisi para pelaku itu menyerukan ajakan tawuran.
Namun nahasnya, Rian yang sedang berkendara di Jalan Desa Mandapa, Dawuan, malah jadi sasaran segerombolan pelajar bersenjata tajam itu. Akibatnya, Rian mengalami luka bacok di bagian paha dan kepala.
Salah seorang pelajar yang terlibat dalam aksi pengeroyokan, Benjol mengatakan, provokasi bermula muncul dari seorang pelajar yang bernama Muhamad Fauzi. Fauzi mengajak teman satu sekolahnya untuk melakukan aksi tawuran.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Muhamad Fauzi, yang ngajak (tawuran) di Grup WA (WhatsApp). Grup si Paling STM (nama grup WA). Satu sekolah diajak. Ajakannya lupa soalnya panjang," kata Benjol.
Benjol mengaku tidak mengetahui latar belakang temannya mengajak tawuran. Ia mengikuti kegiatan tersebut, alasannya hanya sekedar ikut-ikutan.
"Gak tau karena apa. Ikut temen aja," ujar dia.
Kapolres Majalengka AKBP Edwin Affandi membenarkan, provokasi awal para pelajar melakukan aksi brutal itu karena ajakan tawuran dari grup media sosial.
"Provokasi yang dilakukan mereka melalui media Instagram dan WhatsApp. Mereka berkomunikasi ataupun mengajak tawuran itu melalui Instagram dan WhatsApp," jelas Kapolres.
"Kita akan dalami kembali motif dari seluruh kejadian ini, dan juga kita akan ungkap terkait dengan fungsi dari media tersebut. Kita tidak berharap ada media sosial yang disalahgunakan oleh pelajar dalam hal perilaku negatif," sambungnya.
Disinggung apakah ada ancaman kepada pelajar lainnya terkait ajakan tawuran tersebut. Edwin menyampaikan, pihaknya masih mendalami hal tersebut. Namun, saat ini polisi tengah fokus memburu terlebih dahulu sang provokator.
"Masih kita dalami (ancaman kepada pelajar lain). Ada yang kita identifikasi (DPO), namun kebetulan orangnya belum diamankan. Si adminnya juga harusnya diamankan, karena dengan admin itu akun Instagram di-take-down," ujar dia.
Untuk motifnya sendiri, kata Edwin, pihaknya masih mendalami. Namun, ia memastikan tidak ada motif dendam dalam aksi pengeroyokan tersebut.
"Sepertinya tidak ada motif dendam. Mereka sepertinya betul-betul naif tidak paham maksud dan tujuan dari kegiatan ini hanya untuk mencari kesenangan yang semu," ucap dia.
Dari hasil penyelidikan sementara. Polisi berhasil mendapat fakta bahwa pelajar di Majalengka telah membentuk aliansi antar sekolah. Edwin menyebut, ada sebanyak dua kelompok pelajar yang mengkotak-kotakkan sekolah itu.
"Ada dua kubu pelajar di Kabupaten Majalengka. Kubu yang pertama yaitu kubu korban, itu dari SMK Tridaya, SMK 1 Palasah, SMK PGRI Jatiwangi dan SMK PUI. Kemudian kubu yang kedua yaitu kubu SMK Perjuangan Bangsa Ligung, SMK 1 Jatitujuh, SMK Global Jatitujuh, SMK PGRI Dawuan, SMK Korpri, SMK 1 Kertajati, SMK Bina Insani Ligung," kata dia.
Langkah Polisi Awasi Pelajar
Imbas aksi pengeroyokan tersebut, polisi akan gencar melakukan operasi siber di media sosial untuk meminimalisir terjadinya tawuran antar pelajar.
"Pertama kita sudah mengetahui sekarang bagaimana motif cara mereka berkumpul dan sebagainya. Kita akan giatkan lagi kegiatan patroli siber di media sosial," ujar Edwin.
Polisi juga berharap peran serta dunia pendidikan ikut mengawasi aktivitas siswa-siswinya selama di sekolah, termasuk aktivitas di handphone. Ia meyakini jika hal tersebut dilakukan, aktivitas tawuran bisa dicegah lebih dini.
"Kami Menginginkan nanti ada razia handphone Siswa-siswi, untuk dicek isi percakapannya apa. Namun ini tentunya perlu dikomunikasikan lebih lanjut dan komitmen lebih dulu dengan dunia pendidikan karena sangat sulit untuk memasuki ranah pribadi itu," kata dia.
"Kalau tidak ada komitmen di awal dengan yang bersangkutan, jadi kami minta tolong pada dunia pendidikan ikut melaksanakan pengawasan," sambungnya.
Sementara itu, polisi berhasil menangkap 30 pelajar yang terlibat dalam kasus pengeroyokan tersebut. Dari 30 pelaku yang berhasil diamankan, sebanyak lima orang ditetapkan jadi tersangka. Lima tersangka itu berinisial DK, DA, CB, Z dan G.
Lima pelajar yang dijadikan tersangka itu merupakan pemeran utama pelaku pengeroyokan hingga berujung pembacokan. Mereka dijerat pasal 170 KUHPidana Jo pasal 76 C Jo pasal 80 ayat (1) Undang-undang RI Nomor 35 tahun 2014 tentang perlindungan anak, dengan ancaman maksimal 5 tahun penjara.
(dir/dir)