Sekolah Alam Gaharu Digembok Orang Tak Dikenal, Begini Faktanya

Kabupaten Bandung

Sekolah Alam Gaharu Digembok Orang Tak Dikenal, Begini Faktanya

Yuga Hassani - detikJabar
Selasa, 08 Nov 2022 01:00 WIB
Polresta Bandung mempertemukan tiga pihak terkait sengketa lahan Sekolah Alam Gaharu, Baleendah, Kabupaten Bandung.
Polresta Bandung mempertemukan tiga pihak terkait sengketa lahan Sekolah Alam Gaharu. (Foto: Yuga Hassani/detikJabar)
Kabupaten Bandung - Polresta Bandung mempertemukan tiga pihak terkait sengketa lahan Sekolah Alam Gaharu, Baleendah, Kabupaten Bandung. Tiga pihak itu yaitu tergugat, penggugat, serta pihak sekolah. Langkah ini diambil setelah ramai di media sosial Sekolah Alam Gaharu digembok paksa orang tidak dikenal sehingga mengganggu kegiatan belajar mengajar.

Kapolresta Bandung Kombes Kusworo Wibowo mengatakan, saat ini masih ada sengketa pidana atau perdata dalam kasus tersebut. Pihaknya meminta para pihak terkait untuk tetap bersabar dan tak melakukan aksi. "Perlu kami informasikan bahwa masih ada sengketa pidana ataupun perdata, berkaitan dengan adanya pemalsuan surat ini masih berproses. Yang praperadilan perdatanya belum putus menunggu putusan dari pidananya," ujar Kusworo di Mapolresta Bandung, Senin (7/11/2022).

Kusworo menyayangkan dengan adanya kejadian penggembokkan beberapa waktu lalu. Namun, saat ini tiga belah pihak tersebut telah berkomunikasi dengan baik saat mediasi. "Kejadian penggembokkan kemarin, sangat disayangkan, namun sudah dikomunikasikan dengan baik, dan hari ini ketiga belah pihak sudah duduk bersama antara H Jujun, Ibu Umi. Kedua belah pihak yang mengklaim tanah tersebut yang masih berperkara dan juga dari pihak komite sekolah atau wali murid," katanya.

Setelah diadakan duduk bersama, para pihak terkait bersepakat untuk memahami pentingnya dunia pendidikan bagi anak. Kata dia, hal tersebut tidak boleh diganggu. "Sehingga didapati kesepakatan bersama, ada empat kesepakatan. Pertama, tidak ada kegiatan atau aktivitas yang dapat menghalangi pendidikan yang sedang berlangsung," kata Kusworo.

Para pihak terkait bersepakat untuk tidak saling mengerahkan masa yang dapat mengganggu keamanan dan kenyamanan. Kemudian tidak saling melakukan provokasi baik secara langsung ataupun melalui media sosial media yang bisa memperkeruh suasana.

"Terakhir, masing-masih pihak dapat menjaga kondusifitas dan menyerahkan, permasalahan kepada penegak hukum, sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang saat ini sedang berproses, di pidana maupun perdatanya," ucapnya.

Kusworo menyebutkan pada pertemuan tersebut telah disepakati poin-poin tersebut. Sehingga anak-anak di sekolah tersebut bisa belajar dengan aman. "Tadi sudah membubuhkan tandatangan bersama ketiga belah pihak, dan sudah salam komando, sama-sama menjaga kondusifitas Kabupaten Bandung, dan anak-anak bisa bersekolah dengan nyaman dan tenang," tuturnya.

Pemilik lahan di area Sekolah Alam Gaharu Baleendah, Jujun Junaedi menyebutkan, kasus penggembokkan sekolah berawal saat adanya informasi di sosial media yang membuat gaduh. Padahal informasi tersebut tidak benar adanya. "Bisa jadi begitu ada miss komunikasi karena kan ada di media sosial berita begitu segala macam, sehingga menimbulkan persepsi publik apa segala macam. Itu sebenarnya tidak ada," kata Jujun.

Pihaknya mengungkapkan telah bersepakat dengan polisi untuk tetap menjaga kondusifitas. Namun, pada kenyataannya di lapangan terdapat beberapa orang yang terpancing emosinya. "Saya menjamin, orang-orang saya tidak boleh lah mengganggu sekolah, lagian pula itu supaya orang saya tidak disulut emosinya, tanggung jawab orang tua yang ngacapruk (ngomong) di sosmed, kalau ada yang kitu kita selesaikan," kata Jujun.

Jujun menyebutkan, saat ini lahan tersebut telah dimenangkan dirinya di pengadilan. Bahkan lahan seluruhnya mencapai ribuan meter persegi. "Lahannya 1350 meter persegi kalau yang diklaim Umi (orang yang menggugat). Sedangkan lahannya ada 2580 meter persegi ditambah dari pembelian yang lainnya, jadi masih luas punya saya di situ," tuturnya.

Sebenarnya persoalan tersebut telah ada putusan inkrah. Namun pihak yang menggugat melakukan Peninjauan Kembali (PK) ke Mahkamah Agung. "Sudah ada putusan inkrah, terbukti bersalah memalsukan akta, tapi harus menunggu proses selanjutnya karena mereka mengajukan PK," bebernya.

Sementara itu, Kuasa Hukum penggugat atas nama Ibu Umi, Rian Irawan mengaku hingga saat ini pihaknya mempunyai alasan hak yang benar atas tanah tersebut. "Kita memegang alasan yang benar, kemudian ini salah satu produk negara. Artinya tidak ada satu putusan pun baik dari pengadilan perdata, secara pidana, atau secara PTUN yang membatalkan alasan kami. Sehingga kami masih memiliki alasan hak yang jelas. Bagaimana yang dikeluarkan BPN, sebagai produk negara," ucap Rian.

Ria menjelaskan, proses hukum masih berjalan hingga saat ini. Sehingga dirinya terus berusaha memenangkan perkara tersebut. "Memang kenapa sampai hari ini kita masih keukeuh dan kita menyayangkan tindakan-tindakan tragedi kemarin, soal penggembokkan, terus pemasangan plang dan lain sebagainya. Karena kan ini masih ada proses hukum yang belum inkrah," tegas Rian.

Menurutnya kasus tersebut secara perdata masih belum ada putusan. Bahkan baru masih secara pidana. "Kemudian di tingkat pertama kita dibebaskan, karena tidak terbukti secara sah meyakinkan melakukan tindak pidana yang didakwakan oleh JPU soal sumpah palsu dan pemalsuan dokumen. Itu tidak terbukti," ungkap Rian.

Rian menuturkan pada saat kasasi telah adanya pembatalan syarat yang pertama. Menurutnya hal tersebut terdapat sesuatu yang keliru dalam pertimbangan majelis hakim di tingkat mahkamah agung. "Sehingga kemudian hak kita untuk melakukan upaya hukum PK. Sehingga ini masih PK, harapan kita hargai proses hukum ini. Biar kita lihat tunggu hasilnya seperti apa keputusannya. Kemudian kita juga akan menerima semua itu ketika ada proses hukum yang jelas, secara perdata dan secara pidana," tegasnya.

"Yang di PK ini pidananya. Kita belum ada gugatan secara perdata," tambahnya.

Rian mengaku mengapresiasi adanya mediasi yang dilakukan Polresta Bandung. Hal tersebut membuat situasi di lapangan menjadi kondusif. "Alhamdulillah setelah duduk bersama barusan dengan pak Kapolres ini juga sudah kondusif yah. Sehingga memunculkan beberapa poin kesepakatan bersama. Tidak saling mengganggu, tidak saling mengerahkan masa, tidak saling provokasi, jadi menghormati proses hukum dan melaporkan segala tindakan yang di luar kesepakatan," kata Rian. (iqk/iqk)



Hide Ads