4 Pelanggaran HAM Tersingkap dalam Kasus Pembunuhan Brigadir J

4 Pelanggaran HAM Tersingkap dalam Kasus Pembunuhan Brigadir J

Tim detikNews - detikJabar
Jumat, 02 Sep 2022 04:30 WIB
Jakarta -

Komnas HAM menemukan empat pelanggaran di dalam kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir Yoshua Hutabarat atau Brigadir J. Temuan ini berdasarkan hasil analisis dugaan pelanggaran HAM. Apa saja ?

1. Pelanggaran Hak untuk Hidup

Komisioner Komnas HAM Beka Ulung Hapsara mengatakan, poin yang pertama ialah pelanggaran hak untuk hidup. Menurutnya, hak untuk hidup ini dijamin pada Pasal 9 UU No 39 Tahun 1999.

"Faktanya memang terdapat pembunuhan Brigadir J yang terjadi pada Jumat, 8 Juli 2022, di rumah dinas eks Kadiv Propam Polri," kata Beka Ulung Hapsara dalam jumpa pers di kantornya, Menteng, Jakarta Pusat seperti dikutip detikNews, (1/9/2022).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sejauh ini, polisi telah menetapkan lima tersangka dalam pembunuhan Brigadir J ini. Mereka adalah eks Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo, Putri Candrawathi (PC), Bhadara E, Bripka Ricky Rizal, dan Kuat Ma'ruf.

2. Pelanggaran Hak untuk Memperoleh Keadilan

Pelanggaran yang kedua, adalah hak bagi Brigadir J untuk memperoleh keadilan. Seperti diketahui, Brigadir J dilaporkan melakukan dugaan pelecehan seksual kepada Putri Candrawathi, tetapi ditembak mati tanpa melalui proses hukum.

ADVERTISEMENT

"Kemudian hak untuk memperolah keadilan, terdapat pelanggaran hak untuk memperoleh keadilan di dalam Pasal 17 UU Nomor 39 Tahun '99. Brigadir J, yang diduga melakukan kekerasan seksual terhadap saudari PC, telah 'dieksekusi' tanpa melalui proses penyelidikan, penyidikan, penuntutan, persidangan, dan seterusnya. Harusnya ketika dugaan apa pun harus ada proses hukum awal, tidak langsung kemudian dieksekusi," kata dia.

Selain itu, Beka menyebut, Putri Candrawathi pun terhambat kebebasannya untuk melaporkan kejadian kepada polisi tanpa intervensi. Tetapi ia menegaskan, pelecehan seksual yang dialami Putri masih sebatas dugaan.

"Selain itu, terhadap saudari PC terhambat kebebasannya untuk melaporkan dugaan kekerasan seksual yang dialaminya ke kepolisian tanpa intervensi apa pun. Ini kan dugaan kejadiannya ada di Magelang, tapi kemudian skenario yang dibangun kejadian di Duren Tiga, dan ini kan ada hambatan terhadap kebebasan dari Saudari PC untuk menjelaskan atau melaporkan apa yang sesungguhnya dia alami. Lagi-lagi baru dugaan," tutur dia.

3. Pelanggaran Obstruction of Justice

Kemudian, pelanggaran HAM ketiga dalam kasus ini adalah obstruction of justice atau upaya penghalangan proses hukum. Hal itu dibuktikan dengan fakta adanya perusakan barang bukti hingga mengaburkan peristiwa yang terjadi dalam kasus ini.

"Yang ketiga adalah obstruction of justice, berdasarkan fakta yang ditemukan terdapat tindakan-tindakan yang diduga merupakan obstruction of justice dalam peristiwa penembakan Brigadir J tersebut, tindakan dimaksud antara lain, sengaja menyembunyikan atau melenyapkan barang bukti saat sebelum atau sesuai proses hukum. Yang kedua sengaja melakukan pengaburan fakta peristiwa, tindakan obstruction of justice tersebut berimplikasi terhadap pemenuhan akses keadilan, dan kesamaan di hadapan hukum, yang merupakan hak konstitusional yang dijamin dalam hukum nasional maupun internasional," katanya.

4. Pelanggaran Hak Anak Keluarga Ferdy Sambo

Keempat, kata Beka, adanya pelanggaran hak anak untuk mendapatkan perlindungan dari kekerasan fisik dan mental. Dalam kasus ini, anak yang dimaksud adalah anak dari Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi.

"Yang keempat ada hak anak, hak anak untuk mendapatkan perlindungan dari kekerasan fisik dan mental dijamin Pasal 52 dan 58 UU Nomor 39 Tahun '99 tentang HAM dan UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak," sebut dia.

Beka mengatakan, dalam kasus ini, anak Ferdy Sambo mengalami perundungan dan ancaman cyber. Hal itu didapatkan dari keterangan dari yang bersangkutan.

"Faktanya akibat peristiwa kematian Brigadir J terhadap hak anak, khususnya mendapat perlindungan dari kekerasan psikis maupun mental dari anak-anak eks Kadiv Propam Polri FS dan juga Saudari PC. Artinya, kita mendapat keterangan bahwa anak-anaknya FS dan PC mendapat perundungan, ancaman cyber bullying yang kemudian menyerang di akun sosial media yang bersangkutan, tentu saja ini harus menjadi concern bersama supaya anak itu tumbuh kembang dengan baik. Itu soal analisa pelanggaran HAM-nya," kata dia.

(yum/yum)


Hide Ads