Mantan Panglima Komando Daerah Militer V/Brawijaya Letjen (Purn) Djadja Suparman bersiap melakukan perlawanan hukum atas kasus korupsi yang menjeratnya saat ini. Djadja mengaku akan mengajukan peninjauan kembali (PK) atas vonis majelis hakim pengadilan militer pada 2013 itu.
Djadja menyatakan memang belum menyiapkan kuasa hukum untuk mendampinginya dalam kasus saat ini. Namun demikian, ia sudah berencana menyiapkan pengacara terutama untuk upaya PK kasus korupsi yang menjeratnya.
"Pengacara saya belum main, belum ada pengacara. Nanti itu mah, tapi memang upaya itu (PK) akan saya tempuh," kata Djadja di Bandung beberapa waktu lalu.
Djadja optimis bisa menang PK jika sudah melakukan upaya perlawanan hukum nantinya. Sebab, ia menganggap banyak kejanggalan atas kasus yang telah divonis pada tahun 2013 tersebut.
"Saya optimisnya kalau hati dan pikirannya dia terbuka melihat prosesnya ini banyak kejanggalan, saya pikir bisa berhasi. Tapi kalau orang yang dirugikan itu nantinya banyak dan lebih tinggi dari saya, ya kita lihat aja yah," tuturnya.
Djadja pun menegaskan ia bukanlah pelaku tunggal atas kasus ini. Ia mengklaim ada banyak pihak yang terlibat dalam kasus korupsi tersebut, dari mulai jajaran di bawah hingga ke atasnya.
"Saya perlu ngomong di kasus ini, banyak orang yang harus bertanggung jawab dan bukan orang sembarangan. Jadi yang bertanggungjawab di kasus ini bukan Djadja Suparman aja, tapi ada yang bertanggungjawab lain dari bawah sampai ke atas, tapi kok malah dilemparnya ke saya. Termasuk yang dituduhkan itu," pungkasnya.
Dieksekusi ke Lapas Sipil
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Djadja Suparman mengaku saat ini makin aneh dengan kasus yang menjeratnya. Djadja yang seharusnya dieksekusi ke lembaga permasyarakatan militer (Masmil) pada Senin (18/7) lalu, kini malah ditolak karena harus menjalani hukuman di lapas sipil.
Informasi itu Djadja dapatkan saat ia datang ke Masmil Poncol, Cimahi untuk menghadapi vonis hukuman 4 tahun penjara. Namun setelah datang ke sana, petugas lapas malah menolaknya lantaran mendapat arahan dari Oditur Jenderal TNI jika Djadja harus menjalani hukuman di lapas sipil karena sudah berstatus pensiunan TNI.
"Saya sudah datang ke Cimahi, itu adalah sesuai dengan komitmen saya sebagai warga negara. Pas saya datang, ternyata berubah lagi. Saya tidak dieksekusi di lapas militer, tapi di lapas sipil karena saya dinyatakan sudah pensiun dari TNI," kata Djadja.
"Karena enggak ada jawaban dari kemarin, saya datang ke masmil, saya udah siap untuk masuk (penjara). Tapi ternyata, nyampe di sana enggak ada tuh keesepakatan semula saya harus masuk. Kesepakatan dulu itu dianggap enggak ada, dianggap dibatalin. Terus keluar keputusan dari Oditur Jenderal, dari mabes (TNI) lah kepada Odmil, yang katanya mengenai petunjuk eksekusi saya ke lapas sipil. Gendeng opo?" tuturnya.
Djadja pun mempertanyakan keputusan yang berubah tanpa ada pemberitahuan apapun kepadanya. Sebab sepengetahuannya, berdasarkan aturan pidana militer, ia masih berstatus sebagai prajurit TNI ketika diadili atas perkara dugaan korupsi
"Kalau kata orang Jawa ono opo? Kan (mereka) mengutip bahwa peraturan Kasad katanya yang sipil pensiunan masuknya ke lapas sipil. Lah terus apa bandingannya dengan perturan tentang pidana militer, orang pensiunan yang dituntut pidana pada masa jabatannya, maka yang berhak menjadi ankumnya dan menyerahkan perkara ke pengadilan militer adalah ankum pada jabatan terakhir," tuturnya.
"Artinya saya saat itu masih di militer, kenapa sekarang dirubah ke sipil? Ada apa? Setahu saya, pasal itu, kalau tidak salah, mengatakan kalau dalam putusannya yang bersangkutan dipecat dan dihukum, maka dia dipenjara dan dimasukan ke lembaga permasyarakatan sipil. Lah saya kan tidak dipecat, diproses pakai penyidik POM, disidang di pengadilan militer, kok masuknya ke sipil, ada apa?," ujar Djadja menambahkan.
Djadja menegaskan akan melakukan upaya perlawanan atas keputusan eksekusinya ke lapas sipil tersebut. Sebab sebagai seorang mantan prajurit, ia mengaku memegang teguh ucapan seseorang, termasuk vonis yang menyatakannya harus dieksekusi ke lapas militer.
"Bagi saya yang sudah 33 tahun mengabdi sebagai tentara, rasa-rasanya enggak pernah tuh jadi begini, ada institusi yang dipimpin jenderal, udah oke, atasnya berubah lagi dengan dalih yang lain. Saya enggak suuzon, tapi saya berpikir ini ada apa sebetulnya. Kalau memaksa, yasudah silakan. Tapi yang pasti, akan saya lawan itu," pungkasnya.
Sebagaimana diketahui, pada persidangan 27 September 2013, ketua majelis hakim Letnan Jenderal Hidayat Manao menyatakan Djaja terbukti melanggar Pasal 1 ayat 1 A juncto Pasal 28 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1971 dalam dakwaan primer, serta Pasal 1 ayat 1 B Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1971 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Ia divonis 4 tahun penjara, dan denda Rp 30 juta.
Simak Video "Video Puluhan Pelajar Israel Diusir dari Pesawat"
[Gambas:Video 20detik]
(ral/dir)