Dieksekusi ke Masmil 18 Juli, Djadja Suparman: Selama 6 Tahun Kemana?

Dieksekusi ke Masmil 18 Juli, Djadja Suparman: Selama 6 Tahun Kemana?

Siti Fatimah - detikJabar
Sabtu, 16 Jul 2022 21:11 WIB
Djadja Suparman
Foto: Djadja Suparman
Sukabumi -

Letjen (Purn) Djadja Suparman divonis 4 tahun penjara terkait kasus korupsi yang telah berkekuatan hukum tetap pada 2016 lalu. Rencana awal akan dieksekusi hari ini ke lembaga pemasyarakatan militer, namun dikabarkan ditunda.

Hal itu dikonfirmasi langsung oleh Djadja saat dikonfirmasi detikJabar. Mantan Panglima Komando Daerah Militer V/Brawijaya itu mengaku rencana masuk ke lembaga pemasyarakatan militer tanggal 18 Juli mendatang.

"Rencananya tanggal 18 (Juli). Tapi saya nunggu surat saja dari Oditur Militer karena kita komunikasi baik," kata Djadja kepada detikJabar.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dia mengaku siap untuk menjalani hukuman penjara meski sudah berusia 74 tahun. "Nggak apa-apa usia, nggak menuntut ganti rugi apapun pada negara," katanya.

Djadja juga mengatakan, mulanya ia yang mengusulkan untuk dieksekusi pada hari ini. Namun, dirinya masih mempertanyakan terkait beberapa hal.

ADVERTISEMENT

"Saya siap masuk tanggal 16 tapi karena saya sudah komunikatif siap masuk, maka jawab pertanyaan saya. Satu kenapa waktu saya divonis penjara, majelis hakim tidak memasukkan saya ke penjara atas alasan apa?" tanyanya.

Selain itu, dia juga mempertanyakan putusan MA yang ditolak lalu mempertanyakan tidak digubrisnya penjelasan Djadja saat banding dan kasasi. Djadja sendiri terjerat kasus korupsi terkait pembebasan lahan untuk tol di Malang.

"Gampang saja kalau masuk tapi pertanyaan saya, 6 tahun kemana saja?" ujar Mantan Pangdam Brawijaya 1997-1998 itu.

"Jawab dulu, terus 6 tahun dibiarin tanggung jawab siapa? Sekarang diundur lagi," tuturnya.

Kasus Korupsi yang Menjerat Djadja

Perkara ini berawal dari kasus ruislag tanah di Waru, ketika Djadja Suparman menerima bantuan dana sebesar Rp 17,6 miliar dari PT Citra Marga Nusaphala Persada (CNMP) pada awal 1998.

Total uang tersebut digunakan untuk membeli tanah seluas 20 hektare senilai Rp 4,2 miliar di Pasrepan, Pasuruan dan juga untuk merenovasi Markas Batalion Kompi C yang ada di Tuban, serta mendirikan bangunan Kodam Brawijaya di Jakarta.

"Sisanya yang tinggal Rp 13,3 miliar itu tidak bisa dipertanggungjawabkan oleh terdakwa," kata ketua majelis hakim Letnan Jenderal Hidayat Manao, Jumat (27/9/2013) silam.

Djadja terbukti melanggar dakwaan subsider, yang dinyatakan bersalah telah melakukan korupsi uang negara senilai Rp 13,3 miliar.

Pembacaan vonis dengan 360 halaman yang dimulai, Kamis (26/9/2013), pukul 10.30-23.30 WIB, sempat diskors sebanyak tiga kali. Ketua majelis hakim dan dibantu dua anggota hakim Pengadilan Militer Tinggi II, Surabaya Jalan Raya Bandara Juanda Lama membaca dakwaan selama 13 jam.

"Dalam amar putusannya, terdakwa terbukti melanggar Pasal 1 ayat 1 A jo Pasal 28 Undang-Undang No 3 Tahun 1971 dalam dakwaan primer serta Pasal 1 ayat 1 B Undang-Undang No 3 Tahun 1971 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi," kata ketua majelis hakim Letnan Jenderal Hidayat Manao, Jumat (27/9/2013) dini hari.

Putusan Vonis tersebut lebih berat dari tuntutan yang dibacakan Oditur Militer Letnan Jenderal TNI Sumartono, satu bulan yang lalu, yakni 3 tahun dengan denda Rp 1 miliar.

(yum/yum)


Hide Ads