Tradisi yang berkembang di Jawa Barat, tak kecuali di Kabupaten Indramayu mengajarkan 'ruwatan' untuk membersihkan rumah dan nuansa negatif bahkan untuk kesembuhan orang sakit.
Ada yang meruwat dengan menggelar wayang golek, ada yang dengan mengundang juru pantun untuk menyampaikan 'Carita Pantun' semalam suntuk, bahkan kadang cerita tidak selesai semalam belaka. Di Indramayu, warga punya tradisi meruwat dengan Berokan.
Berokan (dibaca Bérokan, seperti suara 'be' pada becak) secara bahasa adalah 'barokahan' yakni mengundang keberkahan pada rumah, pada badan, pada lingkungan. Namun secara istilah, Berokan merujuk pada kostum bertopeng menyeramkan untuk mengusir energi negatif.
Tradisi ini lambat laun terkikis zaman. Beruntung ada para seniman yang memeliharanya menjadi Tari Berokan. Satu di antara pegiat seni itu adalah penari bernama Sarah Bolushi Sya'ban El-Mahdi (17) dari Kabupaten Indramayu.
Dia menampilkan Tari Berokan pada gelaran West Java Festival (WJF) 2025 yang berlangsung di Kiara Artha Park, Sabtu (8/11). Sarah adalah perempuan pertama yang memainkan Berokan. Sebab, umumnya seni tersebut dimainkan oleh lelaki.
Meski perempuan, tarian yang dibawakannya itu tak kurang membuat takjub ratusan mata yang menyaksikannya. Dia berkisah, dalam tradisinya, Berokan sering mengejar-ngejar penonton, bahkan sampai masuk ke dalam rumah.
"Waktu dulu Berokan itu ngamen, biasanya ngejar sampai ke dalam rumah, ngambil bantal atau apa saja terus dilemparkan ke atas, itu sama saja dengan ngebersihin dari hal-hal negatif," kata perempuan kelas 3 SMA itu.
Dalam penampilannya di WJF 2025 ada pecut dan barongan. Menurutnya, pecut adalah perkakas yang dia tambahkan ke dalam karya keduanya tersebut. Namun, tambahan tersebut tidak mengurangi kedalaman makna tarian, sebaliknya menambah makna.
"(Ada) pecut itu karya kedua saya, pertama tidak ada pecut. Sama saja membuang hal negatif, pecut untuk menetralisir. Saya buatlah Tari Berokan ini untuk membangun hal energik (dengan pecut)," kata Sarah.
Barong yang dipakai dalam Berokan ini berperan sebagai pengusir energi negatif. Meskipun kalau dilihat-lihat, wajah dan badan barongan itu juga dapat menimbulkan rasa seram. Berokan dikutip dari hewan mitologis pengusir bala dan penyakit.
Agus Setiawan, ayah Sarah Bolushi Sya'ban El-Mahdi berkisah menurut hasil diskusinya dengan para penulis sejarah di Indramayu, bahwa nilai dari Berokan ini adalah ruwatan tersebut.
"Sejarah yang saya minta dari beberapa penulis, Berokan ini dibawakan oleh Ki Kuwu Sangkan Cirebon (Pangeran Cakrabuana). Saat itu, boleh dibilang ruwatan untuk menolak bala. Ada pagebluk (wabah), cara mengusirnya ya dengan hewan ini, dipasang di pinggir laut besar sekali jadi yang mau menyerang kembali lagi," kata Agus yang juga didampingi istrinya, Olivia Yuliana.
Olivia Yuliana bercerita, tari yang ditampilkan Sarah mengandung pakem-pakem gerakan Berokan sesuai tradisinya, namun juga dikreasikan dengan gerakan-gerakan yang telah direnungkan sebelumnya.
"Kalau ini, ada beberapa pakem Berokan ada juga yang dikreasikan anak saya sendiri, kalau Berokan dibawakan laki-laki, nah ini kan dibawa perempuan bagaimana tetap kelihatan gagah," katanya.
Simak Video "Video RI Siapkan 15 Cagar Budaya untuk Diajukan Jadi Warisan Dunia UNESCO"
(dir/dir)