Meriam Tua di Kasepuhan Cirebon: Jejak Cinta dan Pembebasan Jayakarta

Meriam Tua di Kasepuhan Cirebon: Jejak Cinta dan Pembebasan Jayakarta

Tim detikJabar - detikJabar
Rabu, 18 Jun 2025 07:00 WIB
Meriam koleksi Museum Pusaka Keraton Kasepuhan Cirebon.
Meriam koleksi Museum Pusaka Keraton Kasepuhan Cirebon. (Foto: Sudirman Wamad)
Cirebon -

Di balik dinding tebal Museum Pusaka Keraton Kasepuhan Cirebon, Jawa Barat, tersimpan ratusan kisah dari masa silam. Salah satu sudut yang paling menggugah adalah ruang tengah, tepat di belakang kereta keramat Singa Barong. Di sanalah terjaga sekelompok meriam tua yang sarat makna, menjadi saksi bisu hubungan romantis lintas benua hingga perjuangan berdarah merebut kemerdekaan dari penjajahan.

Meriam-meriam ini bukan sekadar artefak. Mereka adalah potongan sejarah penting yang mengisahkan kedekatan Kerajaan Cirebon dengan Tiongkok, India, hingga konflik melawan kekuatan kolonial Portugis. Menurut budayawan sekaligus pemerhati sejarah Cirebon Jajat Sudrajat, koleksi tersebut terbagi dalam tiga jenis, meriam Mongolia, India, dan Portugis. Masing-masing punya cerita yang unik dan emosional.

Meriam Naga dan Romansa Cirebon-Tiongkok

Meriam Mongolia adalah penanda manis dari pertemuan dua kerajaan, yakni Kerajaan Cirebon dan Kekaisaran Tiongkok. Keberadaannya berkaitan erat dengan kedatangan Putri Ong Tien, istri dari Sunan Gunung Jati, pendiri Kesultanan Cirebon.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Meriam Mongolia itu hadiah dari China, ya era Putri Ong Tien. Selain membawa pernak-pernik keramik, Putri Ong Tien juga membawa pasukan beserta kelengkapan perangnya, salah satunya meriam," tutur Jajat, Kamis 7 Oktober 2021.

Pernikahan Sunan Gunung Jati dan Putri Ong Tien yang berlangsung pada awal abad ke-15 memang singkat, hanya sekitar empat tahun hingga Putri Ong Tien wafat. Namun peninggalan berupa meriam naga tersebut tetap dikenang, meski tak pernah digunakan untuk bertempur.

ADVERTISEMENT

"Tidak ada catatan sejarah atau pitutur tentang digunakannya meriam naga untuk melawan kolonial," imbuh Jajat.

Meriam koleksi Museum Pusaka Keraton Kasepuhan Cirebon.Meriam koleksi Museum Pusaka Keraton Kasepuhan Cirebon. Foto: Sudirman Wamad

Meriam Portugis: Saksi Perang dan Pembebasan Jayakarta

Berbeda dengan meriam Mongolia yang datang dalam nuansa damai, meriam Portugis menyimpan kisah perjuangan dan darah. Meriam ini adalah hasil rampasan perang, bukti nyata perlawanan bersenjata pasukan gabungan Cirebon dan Demak dalam membebaskan Jayakarta dari penjajahan Portugis.

Dalam catatan sejarah yang terpajang di museum, disebutkan bahwa Raden Fatahillah, juga dikenal sebagai Ki Padhilah atau Feletehan diperintahkan oleh Sultan Demak untuk menyerang kekuatan Portugis yang telah menjalin aliansi dengan Kerajaan Sunda di Sunda Kelapa.

Dengan kekuatan sekitar 1.967 prajurit, Fatahillah bergabung dengan para petinggi Kerajaan Cirebon dan bergerak menuju Banten dan Sunda Kelapa. Pada 1526, Banten berhasil ditaklukkan. Setahun kemudian, giliran Sunda Kelapa yang jatuh ke tangan pasukan Islam. Momen inilah yang menandai kelahiran nama 'Jayakarta', sebagai simbol kemenangan dan harapan baru.

"Meriam Portugis ini rampasan perang. Saksi sejarah penaklukan yang dilakukan pasukan Cirebon dan Demak untuk membebaskan Jayakarta dari tangan Portugis," kata Jajat.

Artikel ini telah tayang di detikNews.

(sud/dir)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads