Atraksi Sepak Bola Api, Tradisi Sambut Ramadan Ala Santri Cirebon

Atraksi Sepak Bola Api, Tradisi Sambut Ramadan Ala Santri Cirebon

Devteo Mahardika - detikJabar
Rabu, 12 Feb 2025 10:00 WIB
Atraksi bola api di Pesantren Ciwaringin
Atraksi bola api di Pesantren Ciwaringin. Foto: Devteo Mahardika/detikJabar
Cirebon -

Malam itu, langit Ciwaringin, Kabupaten Cirebon dipenuhi cahaya oranye yang berpendar liar. Bara api berkobar di tengah lapangan, menyala terang di antara dentuman petasan yang bersahutan. Di sekelilingnya, ribuan pasang mata menatap takjub tak ada rasa takut, hanya kekaguman yang terpancar.

Di tengah kerumunan Faizul Kurnain berdiri tegak, seorang santri muda ini bersiap memainkan bola yang tak biasa bukan dari kulit atau karet, melainkan api yang menyala-nyala.

Dengan penuh percaya diri, ia menggiring bola panas itu, lalu melemparkannya kepada rekan satu tim. Anehnya, tak ada satu pun dari mereka yang terlihat kesakitan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Alhamdulillah, tidak terasa panas sama sekali," ujar Faizul dengan senyum lebar.

Baginya, atraksi ini bukan sekadar permainan, melainkan wujud keyakinan. "Mungkin ini berkat doa-doa dari kiai yang telah memberikan wiridan, sehingga kami lebih tenang dan bisa menghadapi semuanya," terangnya.

ADVERTISEMENT

Atraksi Menegangkan yang Sarat Makna

Atraksi sepak bola api dan mandi petasan telah menjadi tradisi turun-temurun di Pondok Pesantren Ciwaringin, Kecamatan Ciwaringin, Kabupaten Cirebon. Menjelang bulan suci Ramadan, santri di pesantren ini menampilkan aksi ekstrem yang menguji nyali.

Tidak hanya bermain bola api, mereka juga melakukan mandi petasan sebuah aksi di mana ratusan petasan dililitkan ke tubuh, lalu diledakkan satu per satu. Dentuman keras membelah malam, tetapi para santri tetap tegak berdiri, seolah tak tergoyahkan oleh ledakan.

Tentu saja, ini bukan sekadar aksi nekat. Ada persiapan panjang yang harus dijalani. Pembina sepak bola api santri, KH Marzuki Ahal, menjelaskan tradisi ini memiliki nilai sejarah yang kuat. "Kegiatan ini bukan sekadar hiburan, tetapi juga bagian dari warisan perjuangan melawan penjajah. Dulu, para pejuang menggunakan batu dan api sebelum diterjunkan ke medan perang. Permainan ini sudah ada sejak zaman Belanda, terutama di lingkungan pesantren," ungkapnya.

Puasa 21 Hari Sebelum Bertarung dengan Api

Bukan sembarang orang bisa mengikuti atraksi ini. Sebelum tampil, para santri menjalani ritual khusus, termasuk puasa Tarkhuruh selama 21 hari.

"Saat sahur dan berbuka, mereka tidak boleh mengonsumsi makanan yang memiliki ruh, seperti daging atau ikan. Ini adalah latihan spiritual agar mereka lebih siap menghadapi tantangan," jelas KH Marzuki.

Selain puasa, para santri juga menjalani latihan fisik dan mental untuk mengendalikan rasa takut dan nyeri. Doa dan wiridan menjadi senjata utama mereka dalam menghadapi panasnya bara api dan ledakan petasan.

Tahun demi tahun, atraksi api ini menjadi magnet bagi warga sekitar. Mereka datang bukan hanya untuk menyaksikan aksi menegangkan, tetapi juga merasakan semangat dan keberanian para santri dalam menyambut Ramadan.

Bagi masyarakat Ciwaringin, api bukan sekadar elemen yang membakar. Melainkan sebagai simbol keteguhan, keberanian, dan spiritualitas. Dan malam itu, di tengah kobaran nyala, semangat Ramadan pun semakin terasa hangat.

(sud/sud)


Hide Ads