Hari itu, suasana siang di Jalan Raya Gunung Jati, Kabupaten Cirebon tampak panas dan berdebu. Tepat di depan area pertokoan, terdapat satu tukang becak yang sejak dari pagi menunggu penumpang. Tukang becak tersebut bernama Ato, usianya 53 tahun, dan sudah menjadi tukang becak selama puluhan tahun."Saya hampir 30 tahunan jadi tukang becak, sekitar 1980-an saya jadi tukang becak, "tutur Ato, belum lama ini.
Ato bercerita, mulanya ia tidak memiliki becak sendiri, untuk menarik becak, ia harus menyewa terlebih dahulu ke juragan becak yang ada di daerah Klayan, Cirebon. Kala itu, dalam sehari, untuk menyewa becak Ato harus membayar biaya sewa sekitar Rp 2.000.
Ia memaparkan, dulu memang di Klayan menjadi sentra becak di Cirebon, di sana sangat mudah ditemukan orang yang menggantungkan hidupnya dari becak, dari mulai penyewa becak, pembuat becak hingga penarik becak.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Ato, di sekitar jalan raya Gunung Jati saja, ada sekitar ribuan tukang becak yang mangkal. Mereka biasanya mangkal di area samping jalan dari arah persimpangan Krucuk hingga makam Sunan Gunung Jati.
"Dulu itu ada ribuan tukang becak, dari mulai pabriknya dan penyewaan ada di sebelah sana (Klayan). Bahkan tukang becaknya juga ada tanda pengenalnya dari Dishub," tutur Ato.
Ato mengenang, ketika tahun 1990-an, dalam sehari, ia bisa mendapatkan ratusan penumpang, dengan penghasilan mencapai puluhan ribu rupiah sehari.
"Pokoknya ramai-ramai becak sebelum krisis moneter. Saking ramainya, saya ngebecak, istirahat cuman 5 menit sekali. Karena dulu penumpang selalu nyarinya becak, sehari itu bisa bawa 100 penumpang. Untuk pendapatan bisa sampai 30 ribu, segitu besar, karena pas itu beras 1 kilo saja, masih Rp 1.500 ," tutur Ato.
Untuk jarak menarik becaknya sendiri, menurut Ato, cukup jauh. Pernah, Ato mendapatkan orderan penumpang dari Cirebon sampai Jatibarang, Indramayu, dengan jarak tempuh menggunakan becak hampir 5 jam. Saking banyaknya, dari hasil menarik becak, bisa digunakan Ato untuk membangun rumah dan menyekolahkan kedua anaknya hingga tamat SMA.
"Dulu, tukang becak tuh pada bisa bikin rumah, pada bisa menyekolahkan anak meski sampai SMA, ibaratnya buat makan bisa buat menabung bisa. Saya narik becak sampai Jatibarang, Losari, Palimanan, atau Ciperna, itu kuat saya karena masih muda, " tutur Ato.
Namun, itu dahulu, sekarang, becak menjadi kurang diminati. Menurutnya, becak mulai kurang diminati sekitar tahun 2004. Kala itu, sistem kredit untuk membeli motor mulai marak digunakan. Menurut Ato, hal ini menyebabkan orang menjadi semakin mudah untuk membeli motor sendiri. Puncaknya di tahun 2014, saat itu ojek online mulai bermunculan, yang menyebabkan usaha menarik becaknya menjadi semakin terpuruk.
"Sekarang tukang becaknya tinggal sedikit, sudah pada ganti profesi, dari mulai kuli, petani sampai nelayan. Penyebabnya, dulu orang banyak beli motor, lama-lama jadi tukang ojek, terus ditambah sekarang malah ojeknya jadi ojek online," tutur Ato.
Bahkan untuk pendapatan sendiri, menurut Ato, menurun drastis, dari yang dahulu bisa menabung dan membeli rumah, sekarang malah untuk makan saja susah. Tak jarang, hanya untuk makan, Ato harus berutang terlebih dahulu.
"Sekarang mah sepi, saya saja dari pagi ini sampai sekarang itu belum narik penumpang, seperak pun belum dapat duit, sampai makan siang saja saya utang dulu di warung, kadang bisa beberapa hari, nggak dapat. Terus kalau dapat juga palingan di bawah Rp 100.000, itu juga nanti dibuat bayar utang,"tutur Ato.
Meski sadar penghasilannya menurun, Ato sendiri masih tetap setia berprofesi menjadi penarik becak. Menurut Ato, dirinya tidak punya keahlian lain, hanya menjadi tukang becak, satu-satunya cara agar ia bisa tetap mencari rezeki. Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, Ato dibantu oleh anaknya yang sudah bekerja.
"Masih tetap jadi tukang becak, mau bagaimana lagi. Mau jadi tukang ojek online, pakai hp sama aplikasi saya nggak ngerti, nggak ada modal, saya sudah umur segini, nggak mengerti. Jadi bertahan sama disyukuri saja. Untuk beli beras ada dibantu dari anak, " tutur Ato.
Besar harapan Ato, ke depan pemerintah dapat lebih memperhatikan lagi tukang becak seperti dirinya. "Saya sih maunya lebih diperhatikan lah tukang becak kayak saya, teknologi terlalu cepat, orang-orang kayak saya tuh bingung harus gimana lagi, hanya bisa berangkat dari rumah tetap berusaha buat nyari rezeki," pungkas Ato.
(yum/yum)