Bank Sampah Dewi Sri di Desa Girinata, Kecamatan Dukupuntang, Kabupaten Cirebon, menjadi solusi kreatif dalam menangani masalah sampah, tidak hanya di desanya sendiri tetapi juga di desa-desa sekitar.
Beroperasi layaknya sistem perbankan, Bank Sampah Dewi Sri memungkinkan warga yang disebut nasabah menabung sampah kering seperti plastik, kertas, dan logam. Sampah yang disetorkan akan ditimbang dan dihargai dengan sejumlah uang, lalu dicatat di buku rekening nasabah. Sampah tersebut kemudian dijual ke pabrik sebagai mitra untuk diolah kembali.
Direktur Bank Sampah Dewi Sri, Ade Suharto menjelaskan bahwa lembaganya saat ini juga fokus pada pemberdayaan masyarakat.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Selain mengumpulkan dan memilah sampah, kami rutin memberikan penyuluhan tentang pentingnya pengelolaan sampah rumah tangga dan menjaga kebersihan lingkungan," ujar Ade, Senin (21/10/2024).
Dari Sampah Menjadi Sembako dan SIM
Saat ini, Bank Sampah Dewi Sri memiliki lebih dari 300 nasabah, termasuk warga dari desa lain di Kecamatan Dukupuntang seperti Desa Kedongdong Kidul, Cipanas, dan Cangkoak. Bahkan, sejumlah instansi, sekolah, pesantren.
Inovasi lain yang menarik adalah program "Sambo" (Sampah Jadi Sembako). Setiap menjelang bulan puasa, uang hasil penjualan sampah dibagikan kepada nasabah dalam bentuk paket sembako.
"Warga sangat antusias dengan program ini," kata Ade.
Tak hanya itu, Bank Sampah Dewi Sri juga meluncurkan program green service. Nasabah dengan tabungan minimal 50 hingga 100 poin bisa memanfaatkannya untuk pembuatan Surat Izin Mengemudi (SIM).
"Sejauh ini, sudah ada 54 nasabah yang berhasil membuat SIM melalui program ini," jelasnya.
Solusi Berkelanjutan dan Kendala Operasional
Selain menerima sampah anorganik, Bank Sampah Dewi Sri bekerja sama dengan Kelompok Wanita Tani (KWT) untuk mengolah sampah organik menjadi kompos. Sementara itu, residu yang tidak dapat diolah kini dijual ke perusahaan semen yang ada di Cirebon menggantikan metode pembakaran sebelumnya.
Ade menyebutkan, dalam seminggu, pihaknya bisa mengangkut 2 hingga 3 kali hasil pengumpulan sampah dengan total volume minimal 2 ton. Untuk efektivitas, mereka menerapkan metode jemput bola dengan tiga petugas khusus yang berkeliling mengambil sampah dari nasabah.
Namun, operasional bank sampah ini masih menghadapi kendala.
"Kami membutuhkan tambahan kendaraan roda tiga agar bisa mengangkut lebih banyak sampah. Saat ini, pengangkutan hanya bisa tiga kali sehari, padahal idealnya enam kali," keluh Ade.
Selain itu, mereka juga berharap ada bantuan laptop dan printer untuk pencatatan digital dan pembuatan SIM.
Ade pun berharap dukungan lebih lanjut dari Dinas Lingkungan Hidup dan pihak terkait agar program Bank Sampah Dewi Sri dapat terus berkembang dan memberikan manfaat lebih luas bagi masyarakat.
(yum/yum)