Belum tuntas mengatasi masalah penyakit malaria dan pes, Cirebon kembali dilanda wabah penyakit. Kala itu Cirebon diserang penyakit saluran pernafasan yakni influenza. Dalam beberapa surat kabar Hindia Belanda, seperti Sumatra-courant edisi 7 September 1861 menyebut influenza sudah ada sejak abad ke-19.
Influenza telah dikenal masyarakat pada abad itu. Hal ini ditandai dengan banyaknya iklan pengobatan penyakit influenza di berbagai macam surat kabar Hindia Belanda yang terbit pada masa itu.
"Jika ada tanda sekecil apapun dari penyakit ini, salep Holloway yang tak ternilai harganya harus segera dioleskan ke tenggorokan, punggung, dan dada dua kali sehari. Dalam kasus influenza , pilek, batuk, dan lain-lain. Seseorang dapat dengan leluasa mengikuti pengobatan yang sama dengan harapan cepat sembuh," tulis surat kabar Soematra-courant edisi 7 September 1861.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Mengutip dari surat kabar De nieuwe vorstenlanden edisi 23 Januari 1909, influenza telah menyebabkan ribuan orang di Hindia Belanda meninggal. Kala itu, masyarakat masih banyak yang menganggap influenza sebagai penyakit batuk biasa. Padahal, lanjut surat kabar tersebut, sama seperti penyakit malaria dan asma, jika diabaikan penyakit influenza dapat menyebabkan kematian.
"Malaria dimulai dengan batuk biasa. Semua penyakit dada disebabkan oleh kelemahan paru-paru. Lemahnya paru-paru disebabkan oleh seringnya batuk dan muntah yang membebani paru-paru. Kelemahan paru-paru menyebabkan pneumonia, asma dan konsumsi. Jadi jangan abaikan batuk atau pilek," tulis surat kabar De nieuwe vorstenlanden edisi 23 Januari 1909.
Menurut surat kabar De Locomotif edisi 21 Juni 1928, khusus di Cirebon, meski tidak disebutkan secara spesifik berapa jumlahnya, kebanyakan yang meninggal karena influenza adalah anak-anak. "Akibat epidemi influenza yang parah, angka kematian anak sangat tinggi. Wabah ini kembali memakan banyak korban, namun untungnya terjadi penurunan jumlah kasus penyakit secara signifikan menjelang akhir kuartal pertama ini," tulis surat kabar De Locomotif edisi 21 Juni 1928.
Dalam laporan kesehatan pemerintah Hindia Belanda Cirebon, dari tahun 1928 sampai tahun 1931 influenza menyebar di berbagai tempat karena pengaruh cuaca buruk.
"Di Cheribon (Cirebon) dan Indramajoe (Indramayu) keadaan kesehatan kurang baik pada triwulan kedua tahun 1928. Banyaknya penyakit influenza, disebabkan iklim yang buruk di kota Cheribon (Cirebon) sendiri, dengan perbedaan suhu yang cukup besar," tulis surat kabar Het nieuws van den dag voor edisi 28 Juli 1928.
Penyakit influenza mulai semakin parah di tahun 1940. Ketika itu, penyakit influenza menyebar dengan cepat di permukiman padat penduduk, yang menyebabkan banyak rumah sakit penuh oleh pasien, seperti yang dipaparkan surat kabar De Tij edisi 3 Mei 1940.
"CHERIBON, 2 Mei. Sejak akhir Maret, skala epidemi influenza semakin meningkat di Cheribon. Semua rumah sakit penuh. Ada beberapa korban jiwa akibat pneumonia," tulis surat kabar De Tij edisi 3 Mei 1940.
Tak hanya rumah sakit yang penuh, klinik dan tempat pengobatan lain juga dipenuhi oleh pasien yang terkena gejala influenza, seperti batuk dan demam. Kebanyakan yang terkena penyakit influenza adalah anak-anak. Dalam data yang dipaparkan, ada sekitar 6 sampai 10 persen anak-anak di Cirebon, yang tidak bersekolah karena terkena penyakit influenza.
Selama pandemi influenza terjadi, banyak penduduk Cirebon tidak bisa tidur berhari-hari karena demam tinggi, meski begitu, pemerintah menganggap penyakit influenza tidak berbahaya, dan akan sembuh selama beberapa hari kemudian. Dalam beberapa kasus, pemerintah melalui lembaga pelayanan kesehatan (DVG) memberikan obat berupa tablet khusus influenza.
Sementara itu, menurut jurnal Belajar dari Sejarah Wabah di Cirebon yang ditulis Tati Rohayati menyebutkan, Cirebon menjadi kota dengan kematian Influenza tertinggi ke 5 di Jawa. Tak hanya sekadar batuk dan pilek, influenza juga menyebabkan masyarakat Cirebon terkena radang paru-paru, TBC dan gangguan pencernaan. Di Cirebon, masyarakat menyebut influenza dengan istilah 'Penyakit Jahat'.
Masih di tahun 1940, dalam surat kabar Batavia nieuwsblad edisi 23 April 1940 menyebutkan, Influenza menyebabkan banyak orang absen saat perayaan yang diadakan oleh NIAU (Nederlandsche Indische Athletiek Unie) sebuah organisasi atletik pada masa Hindia Belanda. Kala itu, NIAU sedang mengadakan pawai sejauh 25 kilometer, untuk rutenya, di mulai dari Lawanggada, Kesambi, Kanggraksan, Sumber, Plered, sampai balik lagi ke Kebon Baru.
Meski sudah dipersiapkan dengan baik, banyak peserta yang tidak hadir karena terkena influenza yang saat itu sedang banyak menjangkiti penduduk Cirebon. Apalagi, Cirebon sedang dilanda cuaca yang buruk.
"Namun, banyak yang absen karena wabah influenza saat ini. Rombongan pertama yang berangkat diguyur hujan sepanjang perjalanan, namun kemudian cuaca cerah dan tetap kering. Layanan propaganda sekali lagi terbukti baik," tulis Batavia nieuwsblad edisi 23 April 1940.
(sud/sud)