Dedi Mulyadi Jadi Saksi di Sidang PK Terpidana Kasus Vina Cirebon

Dedi Mulyadi Jadi Saksi di Sidang PK Terpidana Kasus Vina Cirebon

Ony Syahroni - detikJabar
Jumat, 20 Sep 2024 14:40 WIB
Dedi Mulyadi jadi saksi di sidang PK kasus Vina.
Dedi Mulyadi jadi saksi di sidang PK terpidana kasus Vina Cirebon (Foto: Ony Syahroni/detikJabar).
Cirebon -

Sidang Peninjauan Kembali (PK) yang diajukan 6 terpidana kasus Vina kembali digelar di Pengadilan Negeri (PN) Cirebon, Jumat (20/9). Dalam persidangan kali ini, Dedi Mulyadi dihadirkan sebagai saksi. Dedi menjelaskan hal apa saja yang ia temukan selama mengikuti kasus Vina Cirebon.

Saat jadi saksi dalam sidang PK ini, Dedi Mulyadi mulanya mendapat pertanyaan dari salah seorang tim kuasa hukum para terpidana, Jutek Bongso. Jutek bertanya apa yang mendorong Dedi Mulyadi melakukan penelusuran terhadap kasus kematian Vina dan teman lelakinya, Muhammad Rizky atau Eky.

"Kami ingin bertanya, apa yang membuat saudara saksi tertarik melakukan penelusuran terhadap peristiwa Eky dan Vina di Cirebon ini?," tanya Jutek Bongso dalam persidangan di PN Cirebon.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dedi lalu menjawab awal mula dia tertarik untuk mengikuti kasus ini adalah berangkat dari adanya pemberitaan yang menayangkan tentang mantan terpidana kasus Vina, yakni Saka Tatal bersama dengan pengacaranya, Titin Prialianti.

"Yang membuat saya tertarik adalah pertama saya lihat tayangan di salah satu stasiun TV swasta. Di mana ada seorang mantan terpidana bernama Saka Tatal, kemudian ada pengacara bernama Titin. Waktu itu (mereka) mendapat serangan yang ngga biasa. Ketidakyakinan terhadap apa yang diucapkan. Sehingga mereka berdua menjadi tertuduh yang luar biasa dari sebuah peristiwa yang terjadi 8 tahun lalu, tepatnya pada 27 Agustus 2016," kata Dedi.

ADVERTISEMENT

Berangkat dari tersebut, Dedi pun mulai berusaha mencari tahu tentang kasus tersebut. Awalnya Dedi menemui kuasa hukum Saka Tatal, yakni Titin Prialianti. Selain itu, Dedi juga bertemu langsung dengan Saka Tatal dan pihak keluarga salah satu terpidana kasus Vina, yakni Sudirman.

Dalam pertemuan tersebut, Dedi Mulyadi lalu berbincang-bincang dengan mereka sekaligus menggali keterangan terkait kasus kematian Vina dan Eky yang terjadi delapan tahun silam.

"Saya mencoba menghubungi Ibu Titin sebagai pengacara. Saya ingin bertanya apa sih sebenarnya yang terjadi. Kemudian saya diterima di rumahnya. Setelahnya saya minta bertemu dengan Saka Tatal. Kebetulan di rumah sudah ada 4 orang. Ada Saka Tatal, ada orang tuanya Sudirman, orang tua laki-laki dan perempuan, serta ada kakaknya Saka Tatal," kata Dedi.

"Mereka bercerita dan bersumpah di depan saya tidak pernah tahu peristiwa pembunuhan itu. Kemudian juga dia juga bercerita bahwa pada peristiwa itu dia tidak ada di lokasi sebagaimana yang dituduhkan. Baik Saka Tatal, kakaknya, maupun ayah dan ibunya Sudirman," kata Dedi Mulyadi.

Jutek kemudian kembali bertanya apa yang dilakukan Dedi Mulyadi setelah dia mendapat keterangan dari mereka terkait dengan kasus kematian Vina dan Eky.

"Sesudah saudara saksi mendengarkan keterangan itu, lantas apa yang saudara saksi lakukan untuk selanjutnya?," tanya Jutek.

"Saya mencoba untuk mengungkap peristiwa itu berdasarkan hati dan pikiran yang saya miliki, tanpa panduan dari siapapun," kata Dedi Mulyadi.

Terkait kasus kematian Vina dan Eky, Dedi juga turut menemui keluarga dari Pegi Setiawan. Pegi merupakan warga Cirebon yang sempat ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus Vina namun akhirnya bebas setelah menang dalam sidang pra peradilan.

Tidak sampai di situ, perjalanan Dedi Mulyadi terus berlanjut dengan menemui beberapa orang yang menjadi saksi dalam kasus ini. Salah satu saksi yang ia temui adalah Aep.

"Saya mencoba menemuinya di Bekasi. Kemudian saudara Aep meyakinkan saya bahwa dia melihat peristiwa pelemparan, pengejaran yang terjadi di depan SMPN 11," kata dia.

Berangkat dari keterangan Aep, Dedi lalu melanjutkan penelusurannya ke lokasi yang dimaksud. Di sana Dedi menggali keterangan-keterangan dari orang-orang yang ada di sekitar lokasi.

"Saya mencoba mendatangi SMP 11, kemudian di depan SMP 11 saya mencoba melihat di mana gang yang dimaksud dan di mana warung yang di maksud. Karena saudara Aep bercerita bahwa pada malam itu dia membeli rokok di warung," kata Dedi.

"Saya mencoba menemui pemilik warung seorang perempuan di depan steam tempat saudara Aep bekerja. Perempuan itu menyatakan bahwa 'kami tutup jam 4 sore dan kami tidak menjual rokok'," kata Dedi.

Masih di sekitar SMPN 11, Dedi mengaku sempat berjalan untuk mencari warung yang menjual rokok dan buka hingga malam hari. Di sana, Dedi pun menemukan sebuah warung yang menjual rokok dan buka hingga malam hari.

"Saya mencoba berjalan untuk menemui warung yang ada di situ. Ternyata warung yang ada di situ, satu-satunya yang menjual rokok sampai malam hari adalah warung madura. Kemudian saya mencoba mengukur jarak dari warung madura ke arah gang yang di maksud," ucap Dedi.

"Ternyata jaraknya hampir 150 meter. Terjadi peristiwanya malam hari. Orang pada malam hari, jarak 150 meter, tanpa pencahayaan yang memadai bisa melihat segerombolan orang melakukan pengejaran, pelemparan, hafal motornya, hafal warnanya, hafal jenis motornya, dan hafal nama orangnya. Menurut saya, kita belajar logika, itu bertentangan dengan logika kita. Itu penyesatan pikiran," kata dia.

Dedi juga mengaku sempat menggali keterangan dari pemilik warung yang menjual rokok dan buka hingga malam hari. Dari keterangan yang ia dapat, kata Dedi, pemilik warung tersebut tidak melihat adanya aksi pelemparan pada malam itu.

"Pemilik warung bersumpah di depan saya tidak ada peristiwa pelemparan, apalagi mengangkut orang dalam keadaan sekarat dari jembatan layang menuju belakang steam (showroom) pada malam hari," kata Dedi.

Dedi kembali melakukan penelusuran dengan menemui ibu dari salah seorang terpidana kasus Vina, yakni Eko Ramadhani. Dedi mendapat keterangan jika pada malam itu, Eko Ramadhani bersama beberapa orang lainnya sedang berkumpul di sebuah warung milik seorang warga berama Ibu Nining.

"Ketika bertemu dengan ibunya Eko, dia bercerita bahwa pada anaknya pada malam itu berkumpul di warung ibu Nining. Saya kemudian bertemu dengan Ibu Nining dan Ibu Nining menjelaskan kepada saya, bahwa pada malam itu sekitar jam setengah 8 dia tidur dan setengah 9 dia bangun dan mengusir anak-anak karena berisik," kata Dedi.

"Kemudian pada malam itu anak-anak pindah ke rumahnya Hadi (salah seorang terpidana). Dan kemudian menginap di rumah anaknya Pak RT Pasren. Di rumah anaknya Pak RT Pasren banyak saksi tetangganya yang hampir ada tiga orang yang menyatakan bahwa pada malam Minggu itu anak-anak menginap di situ sampai pagi," kata Dedi menambahkan.

Berdasarkan keterangan-keterangan yang didapat dari hasil penelusurannya, Dedi memiliki keyakinan bahwa peristiwa pembunuhan Vina dan Eky pada 27 Agustus 2016 itu tidak pernah terjadi.

"Dari fakta-fakta itu, saya menyimpulkan bahwa peristiwa ini tidak pernah terjadi," ucap Dedi Mulyadi.

Masalah Kemanusiaan dan Sosial

Dedi Mulyadi berkeyakinan bahwa para terpidana kasus Vina merupakan orang-orang yang tidak bersalah. Ia bahkan menyebut ada masalah sosial dan kemanusiaan di balik pengungkapan kasus kematian Vina dan teman lelakinya, Muhammad Rizky atau Eky pada tahun 2016 silam.

Masalah kemanusiaan yang dimaksud yaitu merujuk kepada nasib para terpidana yang kini telah telah dijatuhi hukuman. Sementara yang menjadi masalah sosial adalah banyaknya orang-orang yang tidak berani memberikan keterangan terkait kasus kematian Vina dan Eky pada 2016 silam.

Dalam persidangan PK tersebut, Dedi Mulyadi menyebut banyak kejanggalan dalam pengungkapan kasus kematian Vina dan Eky. Dari hasil penelusuran yang dia lakukan, Dedi meyakini bahwa penyebab kematian Vina dan Eky bukanlah akibat pembunuhan, melainkan kecelakaan.

Setelah menyampaikan hal itu, Dedi Mulyadi lalu mendapat pertanyaan dari salah satu tim kuasa hukum para terpidana kasus Vina, Jutek Bongso. Jutek bertanya langkah apa yang dilakukan Dedi Mulyadi setelah dia menilai banyak kejanggalan dalam kasus Vina Cirebon.

"Saya ingin bertanya, sesudah saudara saksi mendapatkan kejanggalan di dalam putusan atau vonis yang menimpa para terpidana, hingga melihat dan bertemu saksi yang saudara saksi temui, lalu apa lagi yang saudara lakukan untuk memberikan bantuan atau mengungkap peristiwa ini jadi lebih terang?," tanya Jutek.

Mendapat pertanyaan tersebut, Dedi Mulyadi lalu mengatakan jika kasus Vina Cirebon bukan hanya sebatas masalah hukum. Melainkan juga ada masalah kemanusiaan dan sosial. Masalah kemanusiaan tersebut yaitu merujuk kepada nasib para terpidana. Sementara masalah yang dimaksud adalah kondisi masyarakat yang tidak berani memberikan keterangan.

"Peristiwa ini bukan hanya peristiwa hukum. Tetapi juga peristiwa sosial dan kemanusiaan. Dan peristiwa kemanusiaan ini, saya sebagai seseorang yang tinggal di Jawa Barat, harus memberikan bantuan," ucap Dedi Mulyadi.

"Kemudian karena ini problem sosial, saya melihat ada aspek psikologi yang dialami oleh masyarakat di sekitar lokasi. Yaitu ketidakmauan mereka dan ketidakmampuan mereka secara fisik maupun secara ruhaniyah untuk bicara pada 8 tahun lalu. Aspek tekanan psikologi yang menimpa orang-orang miskin, menimpa orang-orang yang berpendidikan rendah, kemudian mereka harus menghadapi sebuah peristiwa hukum yang luar biasa, mengakibatkan mereka menyerah dan bungkam selama 8 tahun," kata Dedi.

Dedi lalu mengaku telah berupaya mengajak masyarakat yang mengetahui kejadian tersebut untuk angkat bicara dan memberikan kesaksian. Hal ini tidak lain agar kasus itu bisa terungkap secara terang benderang.

"Saya mencoba untuk mengadvokasi dan meyakinkan kepada semua orang bahwa ungkapkan kebenaran itu dan sampaikan apa adanya. Agar apa? Agar peristiwa serupa serupa tidak menimpa siapapun di negeri ini. Ini lah yang mendorong saya memiliki semangat untuk menyelesaikan dan meminta masalah ini tuntas," kata Dedi Mulyadi.

Sekadar diketahui, sidang PK yang diajukan oleh 6 terpidana kasus pembunuhan Vina dan Muhammad Rizky telah bergulir di PN Cirebon. 6 terpidana yang mengajukan PK tersebut masing-masing adalah Rivaldi Aditya Wardana, Eko Ramadhani, Hadi Saputra, Jaya, Eka Sandi, dan Supriyanto.

Sidang PK 6 terpidana ini dipimipin oleh Ketua Majelis Hakim, Arie Ferdian bersama Rizqa Yunia dan Galuh Rahma Esti sebagai hakim anggota.




(mso/mso)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads