Masyarakat Kampung Wates, Desa Jatisura, Kecamatan Jatiwangi, Kabupaten Majalengka, berbondong-bondong mendatangi Museum Wakare. Mereka berkumpul di sana dalam rangka memperingati tradisi hari gotong rumah.
Tradisi itu sebagai refleksi masyarakat setempat dalam mengenang perjuangan pada zaman penjajahan Jepang. Seperti yang diketahui pada 1942, masyarakat di kampung tersebut pernah merasakan masa kelam.
Di masa penjajahan Jepang, kampung ini menjadi salah satu tempat paling berisiko tinggi agresi militer Jepang. Pasalnya, kampung yang berada di perbatasan Kecamatan Jatiwangi-Ligung itu dekat dengan markas pangkalan militer Jepang.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain itu, tetangga kampung yang masih berada di Desa Jatisura terdapat markas Pembela Tanah Air (PETA). Hal itu membuat masyarakat setempat, menjadi was-was atas ketegangan yang terjadi pada masa itu.
Kondisi tersebut membuat sekitar 20 kepala keluarga di Kampung Wates memilih pindah rumah ke kampung tetangga, yakni Dukuh Peusing, Jatisura. Dari lokasi kampung tetangga yang hanya berjarak sekitar 3 kilometer itu, mereka bermigrasi dengan memanggul rumah bilik lengkap dengan perlengkapan rumah secara gotong-royong.
Meski begitu, mereka tidak benar-benar mengosongkan tanah asalnya itu. Warga setempat senantiasa kembali ke Kampung Wates untuk mengolah lahan atau sekadar menengok tanah miliknya.
![]() |
Singkat cerita, tepat pada tahun 1947, penjajah yang menginjakkan kaki di daerah tersebut hengkang. Mengetahui kondisi telah aman, mereka memutuskan untuk kembali ke Kampung Wates.
Kini, tradisi gotong rumah ini kembali disuguhkan oleh masyarakat kampung Wates melalui sebuah seni teatrikal. Dalam aksinya, mereka melaksanakan arak-arakan dengan menggotong miniatur rumah gubuk dengan ukuran sekitar 3x5 meter.
Aksi pindah rumah itu mereka namakan Wakare, dalam bahasa Jepang. Jika diterjemahkan ke bahasa Indonesia, Wakare memiliki arti beranjak.
"Yang jelas ini acara tahunan, seperti festival. Ini untuk mengenang masa lalu yaitu sejarah kampung Wates, karena dulu itu ketika ada penjajahan Jepang kami dekat sekali dengan benteng Jepang. Jadi Kuwu (Kepala Desa) saat itu berinisiatif untuk memindahkan sementara warga Wates ke Dukuh Peusing," kata tokoh masyarakat kampung Wates, Jaya, Jumat (16/8/2024) sore.
Disampaikan Jaya, aksi gotong rumah ini rutin digelar setiap tahun. Aksi ini sudah berlangsung sekitar 7-8 tahunan.
"Udah lama, setiap tahun ada," ujar dia.
Baca juga: Menguak Cerita di Balik Tugu 45 Indramayu |
Dia berharap tradisi ini tetap terawat hingga ke generasi-generasi yang akan datang. Dengan demikian, sejarah kampung Wates tetap terawat hingga akhir hayat.
"Ini supaya dilestarikan terus supaya anak cucu kita tahu tentang sejarah masa lalu yang ada di kampung Wates," ucapnya.
Selain gotong rumah, rangakaian kegiatan ini diisi juga dengan hajat tumpeng tanah, bazar pasar malam, hingga pemutaran dokumenter sejarah kampung Wates.
(yum/yum)