Namanya Tubagus Masuddin Nur (34), sudah beberapa tahun terakhir, Tubagus menekuni usaha iket kepala khas Benda Kerep. Tubagus menceritakan saat dirinya memilih sebagai perajin ikat kepala sebagai 'jalan ninja' hidupnya saat pandemi COVID-19 melanda.
"Baru bikinnya pas Corona tuh, kebetulan saya pas itu lagi di Jakarta. Lagi masa pandemi penghasilan minim, nah saat itu saya dapat petunjuk dari mimpi untuk usaha ikat kepala khas Benda," tutur Tubagus, Senin (8/7/2024).
Menurut Tubagus, keahlian dalam membuat ikat kepala khas Benda, tidak datang begitu saja. Tapi berasal dari ketekunan dan proses spiritual yang pernah Tubagus alami.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kalau dibilang dapat dari mimpi ya nggak juga. Tapi memang ada isyarah atau perintah lah lewat mimpi. Jadi saya tafakuri, setelah itu saya belajar secara otodidak," tutur Tubagus.
Lebih jelasnya, Tubagus memaparkan, setelah mendapatkan mimpi, ia langsung belajar untuk membuat ikat kepala. Kala itu, ikat kepala yang pertama kali ia buat adalah ikat kepala Kutagara. Setelah ikat Kutagara ramai peminatnya, Tubagus diberi ijazah oleh kiai Ahmad, anak kiai Mas'ud Benda Kerep, untuk membuat ikat kepala Kiai Mas'ud yang sudah langka.
"Awal mula mah ikat kepala Kutagara dulu, baru setelah ramai, dapat ijazah untuk membuat ikat kepala Kiai Mas'ud yang sudah nggak dibuat-buat. Kata Kiai Ahmadnya, Gus kamu buat ikat kapala bapak untuk mengenang almarhum," tutur Tubagus.
Mulanya, Tubagus sempat mengalami kesulitan dalam membuat ikat kepala Kiai Mas'ud. Baru, setelah sowan lagi kepada Kiai Ahmad. Tubagus, diberikan arahan untuk berziarah terlebih dahulu, sebelum membuat ikat kepala.
"Bahkan saya tuh, saat tahap awal membikinnya. Di tiga minggu pertama itu hampir menyerah, dalam arti saya nggak bisa, terus habis jumatan saya matur ke Kiai Ahmad untuk menyerah. Tapi sama Kiai Ahmad, disuruh untuk ziarah ke makam Kiai Mas'ud. Setelah beberapa kali ziarah, Alhamdulillah saya bisa buatnya," tutur Tubagus
Tubagus mengatakan, asal kondisi badanya prima, hanya membutuhkan waktu sekitar lima menit untuk membuat satu ikat kepala. Untuk satu ikat kepala dibandrol dengan harga Rp 100.000 - Rp 150.000.
Meski masih memproduksinya dengan skala kecil, ikat kepala Benda Kerep yang dijual Tubagus, sudah dijual ke berbagai macam kota di Indonesia, bahkan sudah sampai luar negeri.
"Kalau pesanan ada yang dari Medan, Cianjur, Karawang, Bogor, Sukabumi, Kudus, Pekalongan dan banyak lagi. Itu tahunya dari mulut ke mulut saja. Untuk ke luar negeri itu dari Brunei Darussalam pernah juga pesan sekali," tutur Tubagus.
Selain menjual kerajinan ikat kepala khas Benda Kerep. Tubagus juga membuat dan menjual peci kulit dan peci turki. Bagi yang sudah punya kain sendiri, Tubagus juga menerima jasa pembuatan ikat kepala.
"Nah kayak ini bahan sendiri, nanti saya yang buat. Untuk harganya jadi Rp 75.000 untuk bahan sendiri. Tapi yang pasti bahannya harus katun," tutur Tubagus.
Agar usahanya lebih berkembang, Tubagus berencana membangun sebuah ruko khusus untuk menjual kerajinan tangan buatannya. "Alhamdulillah cukup untuk memenuhi kebutuhan mah, ini saja insyaallah saya ingin bangun ruko di Bantar," pungkas Tubagus.
Jika berminat untuk membelinya, bisa datang langsung ke Benda Kerep, Argasunya, Kecamatan Harjamukti, Kota Cirebon atau bisa juga memesan lewat online di aplikasi belanja online dan media sosial.
(sud/sud)