Kondisi petani garam di Cirebon terpaksa gigit jari. Pasalnya tingginya intensitas hujan yang memaksa petani tidak dapat memanen dari hasil lahan garam.
Seperti yang diungkapkan oleh Ismail Marzuki seorang petani garam asal Kecamatan Pangenan, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat kepada detikJabar, Jumat (5/7/2024). Selain hujan, kata Ismail, banjir rob sering kali merendam lahan garam terutama yang berada dekat dengan dengan bibir pantai.
"Kalau dibandingkan dengan tahun 2023 lalu, di bulan Juli mayoritas petambak garam sudah panen. Karena sejak bulan Mei 2023 cuaca mendukung, hujan sudah tidak lagi turun," katanya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia menegaskan, bila sampai bulan Agustus dan September 2024 hujan masih tetap ada, maka petambak garam terancam tidak bisa memproduksi.
"Karena puncak atau panen raya garam ada di dua bulan ini," tegasnya.
Kondisi seperti ini, kata Ismail, terjadi seperti tahun 2022 lalu yang saat itu mengalami kemarau basah. Sehingga produksi garam sangatlah minim.
"Kalau terpaksa harus mengalami kemarau basah, pastinya untuk menutupi kebutuhan garam secara nasional juga terancam tak bisa terpenuhi," ucapnya.
Ia menjelaskan, meskipun di tahun ini belum banyak yang bisa memanen dari lahan garam yang ada, namun hal itu tidak mempengaruhi harga garam. Sehingga membuat kondisi petani garam di Cirebon menjerit.
"Harga sekarang hanya di angka Rp 600-700 per kilogram, petani garam semakin menjerit," ujarnya.
Ia mengharapkan, cuaca kemarau tahun ini bisa bersahabat dengan para petambak garam. Begitu juga banjir rob tak lagi merendam lahan petambak garam. Sehingga mampu memproduksi garam sesuai dengan harapan.
"Kepada pemerintah, kami tentunya berharap segera mengatasi banjir rob yang selalu merendam lahan garam. Dan meminta agar ada standardisasi harga garam, supaya harga garam untuk petani bisa manusiawi," pungkasnya.
(dir/dir)