The Talawengkar merupakan grup musik asal Jatiwangi, Kabupaten Majalengka. Personel grup musik ini merupakan para pekerja buruh pabrik genting.
Grup musik yang baru didirikan pada 2023 lalu itu, mempunyai 6 personel. Adapun nama-nama para personel The Talawengkar, yakni Oman (vokalis), Dadang (penabuh dangdang), Yana (penabuh tambur), Asep (penabuh teranika), Iif (alto melodi) dan Juhri (mini alto).
"Keresahan kami dengan adanya persaingan-persaingan, dengan adanya baja ringan atau apa, melemah lah (produksi) genting. Tapi kami tidak berputus asa, kami tetap bersemangat, kami ingin tetap menjaga identitas dan budaya Jatiwangi, bahwa tetaplah Jatiwangi mengolah tanah liat," kata salah seorang personel The Talawengkar, Oman.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
1. Berawal dari Event Binaraga Jebor
Para personil The Talawengkar sebelumnya merupakan talent Binaraga Jebor. Dari event itu lah, enam pria tersebut memutuskan untuk menjadi musisi.
"Mungkin awalnya dengan diadakan nya binaraga (Binaraga Jebor) terus kami nongkrong-nongkrong dan terngiang lah bahwa apa sih yang kami harus punya kreasi lain selain melihatkan otot, dan kami melihat bahwa bikinan kami bisa enggak nih dibikin alat musik. Dan kita mencoba bikin alat musik, dan jadilah genting-genting itu dijadikan alat musik dibikin bersama-sama," ujar dia.
2. Lahir dari Keresahan Sosial
Lahirnya The Talawengkar bukan tanpa alasan. Grup musik ini lahir dari keresahan sosial di lingkungannya.
Bahkan lagu-lagu yang diciptakan para buruh pabrik genting itu, berasal dari gambaran kehidupan sehari-hari mereka. Adapun lagu-lagu yang diciptakan mereka diantaranya, Tong Kendor, Ternak Teri, Aya Rea, Panjang Umur Loba Nganggur, Indit dan Rampak Genteng.
"Dan sedikit keresahan kami, datang lah pabrik-pabrik juga, dan lagu Ternak Teri itu terinspirasi dari lingkungan kami, kan sekarang istri kami kalau dulu kerja bersama di pabrik genting, sekarang mah berpisah (kerja di pabrik). Itu dikatakan bahwa para suami sekarang punya pekerjaan baru yaitu mengantar anak, mengantar istri, itu isi lagu Ternak Teri sebenarnya," jelas dia.
3. Mempunyai Misi Jaga Identitas Jatiwangi
Melalui The Talawengkar mereka mempunyai tekad menjaga identitas Jatiwangi. Dengan demikian, alat musik yang mereka bawakan pun terbuat dari tanah liat. Alat musik tersebut lahir dari tangan terampil mereka.
"Jadi intinya ingin tetap melestarikan budaya tanah liat dengan cara apapun, genting itu bukan hanya untuk mengatapi rumah-rumah ataupun bangunan-bangunan. Kita coba cari kreasi baru untuk dijadikan alat musik atau dibikin karya," ujar Oman.
4. Tidak Mempunyai Latarbelakang Musisi
Meski mereka saat ini fokus di bidang musik, namun perjalanan mereka menjadi musisi tidak mudah. Itu karena, mereka tidak mempunyai basic musik.
"Tidak punya basic musik sedikitpun, nah datanglah A Ila sama Tedi, kalau itu dia musisi. Mereka dengan tidak lelahnya mengajar kami dengan sabarnya, ya jadi lah seperti ini. Nggak ada sedikitpun basic, pemusik juga tidak ada," ucap Omo.
Namun berkat kegigihannya, enam pria tersebut kini bisa bermain musik dengan syahdu. Bahkan The Talawengkar kini getol tampil diberbagai event.
"Sebelum membikin alat musik, kami yang penting, yang berbentuk tanah liat kami pukul aja dengan asal-asalan lalu setelah kita reflek tangan kita coba bikin alat musik, kita coba cari ketukan, lama banget sampai bisa susah banget itu," ujarnya.
5. Tidak Sulit Mengajari Personil Bermusik
Guru musik The Talawengkar Tedi Nurmanto mengaku tidak kesulitan saat membimbing para personil agar bisa bermain musik. Pada dasarnya, kata Tedi, mereka mempunyai bakat untuk bermain musik.
"Menurut saya nggak terlalu rumit yah. Mereka juga bekerja terbiasa menggunakan bunyi. Kayak ngecek kualitas genting itu dengan bunyi kan, yang suaranya bagus berarti kualitas genting bagus, nah itu dari suara kan," ujar Tedi.
Di sisi lain, Tedi melihat The Talawengkar ini mempunyai peluang untuk membawa angin segar bagi musik di Tanah Air. Menurutnya, aksi pertunjukan para buruh pabrik genting ini merupakan sesuatu hal yang baru.
"Kalau kita melihat peluang ini karena menurut saya ini bisa menjadi sebuah pertunjukan yang baru buat penonton di Indonesia katakan lah, atau semisal di Majalengka atau Jatiwangi, ini sebuah pertunjukan baru," ucap dia.
(mso/mso)