Sampah menjadi salah satu permasalahan yang tidak pernah terpecahkan di Kabupaten Cirebon. Usai Lebaran 2024, tumpukan sampah di sejumlah Tempat Pembuangan Sementara (TPS) lebih banyak dibandingkan dengan hari-hari biasa. Namun tumpukan sampah itu menjadi pemandangan sehari-hari bagi seorang pria bernama Mustofa (37).
Mustofa saban hari bekerja sebagai tenaga pengangkut sampah di TPS di Desa Pilang Sari, Kecamatan Kedawung, Kabupaten Cirebon. Saat bertemu detikJabar, ayah dari tiga orang anak ini menceritakan suka dan dukanya selama menjadi tenaga pengangkut sampah.
Mustfoa bekerja sebagai pengangkut sampah sejak 2020. Awalnya, Mustofa mengaku ragu bekerja sebagai pengangkut sampah. Sebab, sampah merupakan sarang penyakit. Mustofa sempat berpikir dua kali sebelum memutuskan menjadi seorang tenaga pengangkut sampah.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Awalnya itu saya diajak teman, saya sih bukan soal malu jadi pengangkut sampah. Tapi sampah itu kan sarang penyakit, tapi karena butuh pekerjaan akhirnya saya beranikan diri aja," ungkapnya, Kamis (18/4/2024).
Sejak awal, ia tidak pernah mempermasalahkan aroma tidak sedap yang ditimbulkan dari sampah karena dia sudah mengetahui risiko itu. Meskipun awal-awal menjadi pengangkut sampah, dia sempat merasa kurang nafsu makan karena bau sampah yang menempel di indera penciumannya.
"Saya waktu itu baru dua minggu jadi pengangkut sampah dan saya kurang nafsu makan karena baunya nempel di hidung," ucapnya.
Meskipun demikian, tidak mematahkan semangatnya untuk bekerja sebagai pengangkut sampah. Pasalnya saat itu, dia menjadi satu-satunya orang yang mengangkut sampah di beberapa blok di wilayah TPS Pilang Sari.
"Misalkan saat itu tiba-tiba saya berhenti jadi pengangkut sampah, kebayang sampah di rumah warga menumpuk enggak keangkut ke TPS," ungkapnya.
Setelah berbulan-bulan menggeluti pekerjaan ini dia mulai menikmati karena sudah mampu mengisi waktunya berteman dengan berbagai macam sampah. Dalam aktivitasnya, ia sejak pagi buta sebelum matahari terbit sudah mulai berkeliling ke rumah-rumah warga untuk mengangkut sampah ke TPS dan berakhir hingga sore hari.
"Seminggu saya ambil libur satu hari, subuh saya berangkat dari rumah sambil bawa gerobak terus keliling ke rumah-rumah warga. Beres-beres ya sore setelah semua sampah terangkut ke TPS," jelasnya.
Meskipun sebagian orang memandang profesi pengangkut sampah sebelah mata, hebatnya dia tidak pernah merasa malu menjadi seorang pengangkut sampah. Karena dia selalu menanamkan dari apa yang dia lakukan sebagai upaya dia beribadah dan berbakti bagi alam.
"Bayangin aja nih kalau sampah numpuk mau jadi apa suasananya, pasti bau sama kotor juga kan. Saya sih pikirnya kerja kaya gini anggap ibadah aja sambil jaga alam," ucapnya.
Dia juga mengaku pendapatan dari seorang pengangkut sampah ini mencukupi untuk menutupi kebutuhan sehari-hari untuk istri dan 3 orang anaknya. "Kalau soal penghasilan sih gimana kitanya aja, tapi sejauh ini cukup kok buat kebutuhan sehari-hari. Ada juga warga yang suka kasih uang ke saya dan itu jadi tambahan buat saya," tuturnya.
(sud/sud)