Bahaya Mengintai Kampung di Atas Timbunan Sampah Cirebon

Bahaya Mengintai Kampung di Atas Timbunan Sampah Cirebon

Ony Syahroni - detikJabar
Selasa, 20 Feb 2024 15:30 WIB
Kampung Samadikun Selatan Kota Cirebon.
Kampung Samadikun Selatan Kota Cirebon. Foto: Ony Syahroni/detikJabar
Cirebon -

Sejumlah warga di Kelurahan Kesenden, Kota Cirebon terpaksa harus nyaman menempati hunian yang berdiri di atas timbunan sampah. Meski beberapa dampak harus dirasakan oleh mereka. Mulai dari bangunan rumah yang rawan amblas hingga aroma sampah yang mengganggu indra penciuman.

Kondisi ini terjadi di kawasan permukiman RW 10 Samadikun Selatan, Kelurahan Kesenden, Kecamatan Kejaksan, Kota Cirebon, Jawa Barat. Ada banyak bangunan rumah penduduk di kawasan yang berada pesisir laut itu.

Sebelum berubah menjadi kawasan padat penduduk, dahulunya kawasan RW 10 Samadikun Selatan merupakan wilayah yang banyak dipenuhi oleh empang atau tambak. Empang-empang tersebut kemudian diuruk dan dimanfaatkan sebagai lahan untuk mendirikan bangunan rumah.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Namun dalam proses pengurukan, para warga tidak menggunakan tanah atau material lain yang biasa digunakan untuk menguruk. Dalam proses ini, mereka justru menggunakan sampah sebagai bahan untuk menguruk empang-empang tersebut.

Akibatnya, tidak jarang ada bangunan rumah yang amblas, miring atau retak. Kondisi ini terjadi karena lahan yang digunakan untuk membangun rumah kurang padat lantaran proses pengurukannya menggunakan timbunan sampah.

ADVERTISEMENT

Hal ini salah satunya seperti yang dirasakan oleh Diana. Wanita 37 tahun merupakan salah seorang warga yang tinggal di kawasan RW 10, Samadikun Selatan, Kelurahan Kesenden, Kota Cirebon.

Sama seperti warga lainnya, bangunan rumah milik Diana juga berdiri di atas lahan dari hasil reklamasi empang yang menggunakan tumpukan sampah. Diana mulai mendirikan bangunan rumahnya pada 2013 silam.

"Dulunya ini empang. Terus diuruk pakai sampah. Di atasnya baru pakai brangkalan (material ukuran)," kata Diana saat ditemui di kediamannya di RW 10, Samadikun Selatan, Kelurahan Kesenden, baru-baru ini.

Diana menggunakan cara tersebut dengan alasan untuk meminimalisir biaya. Sebab, menurutnya, jika pengurukan lahan menggunakan material tanah maka biaya yang dibutuhkan akan cukup besar.

"Kalau pakai tanah urukan kan biaya bisa banyak. Makanya pakainya sampah dulu, baru habis itu pakai brangkalan (material urukan)," ucap Diana.

Namun akibatnya, selama menempati rumahnya ada berbagai dampak yang dirasakan oleh Diana. Mulai dari tembok yang retak hingga getaran saat ada kendaraan yang melintas di dekat rumahnya.

"Temboknya pada retak. Dinding itu pada retak. Terus kalau ada kendaraan yang lewat itu terasa banget getarannya. Karena lahannya mungkin kurang padat," kata Diana.

Tidak sampai di situ, hampir setiap hari Diana juga harus merasakan aroma tidak sedap. Pasalnya, tepat di depan rumah Diana terdapat sebuah empang yang sudah sangat dipenuhi oleh berbagai macam sampah.

"Kalau dibilang bau sih ya sangat bau. Apalagi kalau musim hujan," ucap Diana.

Meski begitu, mau tidak mau situasi itu lah yang setiap hari dirasakan oleh Diana. Sebab lokasi rumahnya memang berhadapan langsung dengan empang yang sudah sangat dipenuhi oleh hamparan sampah.

Sementara itu, warga lainnya Iman (69) mengatakan di tahun 1975 rumah-rumah warga yang ada di kawasan tersebut mayoritas dibangun dengan sangat sederhana. Begitu juga Iman. Di era itu, Iman sendiri membangun rumahnya hanya dengan menggunakan material-material sederhana.

"Kalau waktu dulu saya bikin rumah tiangnya aja itu cuma ditancapin. Ya benar-benar sederhana waktu dulu saya bikin rumah," kata Iman.

Hingga kini, proses pengurukan lahan empang dengan menggunakan sampah masih terus dilakukan oleh masyarakat di RW 10, Samadikun Selatan, Kelurahan Kesenden, Kota Cirebon.

Akibat menggunakan cara-cara demikian, tidak sedikit bangunan rumah yang ambles maupun miring. Menurut Iman hal ini terjadi karena kondisi lahan yang kurang padat lantaran menggunakan sampah saat melakukan pengurukan.

"Sering kejadian gitu (rumah amblas atau miring). Karena kan di bawahnya sampah jadi belum padat. Jadi kalau bikin rumah di sini itu pasti ada perubahan. Kalau ngga ambles ya miring," kata Iman.

(sud/sud)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads